Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Author

Redaktur di Gusdurian.net dan CMO di Tamasya Buku. Penulis feature dan jurnalisme narasi di berbagai media.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Krisis Lahan Makam di Jakarta: Konsep Makam Jannatul Ma'la dan Capsula Mundi Jadi Alternatif Solusi?

18 Juni 2023   16:40 Diperbarui: 19 Juni 2023   15:12 1504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti, ketika lahan makam benar-benar habis, ide tersebut dapat menjadi pertimbangan sebagai solusi alternatif.  

Terkait pertanyaan mengenai ke mana tulang-belulang dibawa setelah 4 tahun, hal tersebut masih menjadi misteri di Makam Jannatul Ma'la sendiri. 

Prosedur dan praktik yang terkait dengan pemindahan atau penanganan tulang-belulang setelah jangka waktu tertentu dapat berbeda-beda dalam konteks setiap tempat.

Di Desa Trunyan, Bali misalnya, terdapat tradisi unik yang dikenal sebagai Mepasah. Dalam tradisi ini, jenazah tidak dimakamkan di dalam tanah seperti kebanyakan budaya, melainkan diletakkan di dekat pohon Taru Menyan yang telah berdiri kokoh selama ribuan tahun.

Menurut tradisi Mepasah, mayat dibiarkan secara alami hancur di lubang sedalam 10-20 cm. Ketika hanya tulang-tulang yang tersisa, proses pemindahan mayat baru dilakukan. Tulang-tulang tersebut ditempatkan dengan cara yang khas dalam lingkungan pemakaman. 

Acak Saji di Desa Trunyan, Bali. Foto: Flickr / Petter Thorden via kumparan.com
Acak Saji di Desa Trunyan, Bali. Foto: Flickr / Petter Thorden via kumparan.com
Tulang-tulang badan, tangan, dan kaki ditumpuk di samping pintu gerbang. Di sisi lain, kepala mayat diletakkan di atas fondasi batu yang kuat dan diatur berjejer dengan kepala yang lain. 

Tradisi pemakaman di Suku Toraja, khususnya melalui tradisi Batu Lemo, juga tidak kalah menarik.

Pemakaman ini melalui proses penyimpanan peti mati dalam lubang-lubang di tebing batu, bukan dengan menguburkannya di dalam tanah.

Setiap lubang di tebing batu biasanya diperuntukkan untuk satu keluarga.

Setelah peti mati ditempatkan di dalam lubang, lubang tersebut ditutup dengan kayu dan didekorasi dengan patung di depannya. Ini adalah cara yang unik dan khas bagi Suku Toraja untuk menghormati dan mengenang para leluhur mereka. 

Makam bayi Kambira di Tana Toraja, jelasah bayi dimasukan kedalam pohon tarra. Foto: Kompas.com / Gabriella Wijaya
Makam bayi Kambira di Tana Toraja, jelasah bayi dimasukan kedalam pohon tarra. Foto: Kompas.com / Gabriella Wijaya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun