Mohon tunggu...
Mahéng
Mahéng Mohon Tunggu... Penulis - Travel Writer

Lahir di Aceh, Terinspirasi untuk Menjelajahi Indonesia dan Berbagi Cerita Melalui Karya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat ke Belakang, Merenung ke Depan: Refleksi Hari Lahir Pancasila, Relevansi, dan Tantangannya di Masa Mendatang

1 Juni 2023   00:00 Diperbarui: 1 Juni 2023   00:04 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Komunitas agama tidak boleh mengklaim pandangannya sebagai satu-satunya yang absah, yang bisa dipaksakan pada negara dan komunitas agama lain.

Sebelum menutup tulisan ini saya ingin mengutip pidato Bung karno dalam bukunya Di Bawah Bendera Revolusi (Soekarno, 1965, p. 17).

“... Ingat, memproklamasikan bangsa adalah gampang, tetapi menyusun negara, mempertahankan negara buat selama-lamanya itu sukar ...”

Dalam kesempatan lain, Sukarno menyatakan bahwa perjuangannya lebih mudah karena dia melawan penjajah asing, tetapi perjuangan kita akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri. 

Perjuangan saya lebih mudah karena melawan penjajah, namun perjuangan kalian akan lebih sulit karena melawan bangsa sendiri.

Para perumus Pancasila, meskipun memiliki latar belakang agama, ideologi, dan kearifan yang beragam, berhasil menemukan titik temu sebagai dasar sederhana dari kompleksitas nilai dan keyakinan di Indonesia.

Pancasila tidak hanya dirancang untuk "mendisiplinkan" masyarakat, seperti yang sering terjadi. Namun, Pancasila juga berfungsi sebagai alat bagi masyarakat untuk mengawasi dan memastikan perilaku serta kebijakan penyelenggara negara sesuai dengan nilai-nilai moral Pancasila.

Sejalan dengan pandangan Nurcholis Madjid dalam bukunya Tradisi Islam: Peran dan Fungsinya dalam Pembangunan di Indonesia, betapa pun indah dan bagusnya sebuah rumusan ideologi negara seperti Pancasila itu, namun agar berfungsi ia harus diterjemahkan ke dalam dimensi-dimensi moral dan etis yang hidup dan nyata dan memengaruhi tingkah laku rakyat dan pemerintah (Madjid, 1997, p. 61)

Dengan semangat gotong royong, konsepsi tentang dasar negara dengan merangkum lima prinsip utama sebagai 'titik temu' (yang mempersatukan keragaman bangsa), 'titik tumpu' (yang mendasari ideologi dan norma negara), serta 'titik tuju' (yang memberi orientasi kenegaraan-kebangsaan) negara-bangsa Indonesia.

Kelima prinsip utama itu kemudian dikenal dengan sebutan Pancasila. Kelima nilai dasar Pancasila itu adalah:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jika kita menganggap Indonesia adalah rumah, dan rakyatnya adalah keluarga, ada pesan menarik dari Soepomo. Dalam sistem kekeluargaan, sikap warga negara bukan sikap yang selalu bertanya: "apakah hak-hak saya?", akan tetapi sikap yang menanyakan: "apakah kewajiban saya sebagai anggota keluarga besar, ialah negara Indonesia ini?"... Inilah pikiran yang harus diinsyafkan oleh kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun