Banyak masyarakat di Indonesia enggan berjalan kaki karena fasilitas yang buruk. Trotoar sering rusak, ada pedagang, dan motor sering naik trotoar untuk menghindari macet.
Kita sering kali terbiasa menganggap sulit untuk berjalan dalam jarak 500 meter hanya untuk membeli makanan di warung sebelah, sehingga kita lebih memilih untuk naik motor.
Meskipun pemerintah memiliki rencana untuk mensubsidi pembelian kendaraan listrik, hal itu tidak sepenuhnya bisa menjawab masalah lingkungan. Kendaraan listrik dianggap sebagai solusi untuk mengurangi tingkat polusi udara, namun perlu dicatat bahwa sumber listrik yang digunakan juga memainkan peran penting.
Jika listrik yang digunakan masih berasal dari sumber fosil seperti energi solar atau batu bara, maka dampak lingkungannya tetap akan terjadi.
Benar, penting bagi pemerintah untuk fokus pada perbaikan dan pengembangan sumber daya energi terbarukan secara menyeluruh.
Dalam upaya menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan berkelanjutan, pemerintah dapat memprioritaskan investasi dalam energi terbarukan seperti energi surya, energi angin, energi tidal, dan lainnya.
Langkah-langkah konkret seperti pengembangan infrastruktur energi terbarukan, insentif untuk investasi dalam teknologi ramah lingkungan, dan kebijakan energi yang mendukung transisi ke sumber daya terbarukan akan menjadi langkah penting dalam mencapai tujuan ini.
Lantas, subsidi kendaraan listrik menjadi langkah selanjutnya?
Bukan, pemerintah harus memprioritaskan perbaikan kondisi kendaraan umum agar lebih ramah difabel, dengan fasilitas yang nyaman dan tepat waktu. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk beralih dari kendaraan pribadi.
Sebaiknya, subsidi kendaraan listrik dialihkan untuk mendukung tiket transportasi umum. Dengan demikian, masyarakat akan lebih terdorong untuk menggunakan transportasi publik yang ramah lingkungan dan terjangkau.
Memang, kendaraan listrik tidak memiliki gas buang yang menghasilkan emisi karbon. Tapi bagaimana dengan limbah baterainya?