Kurikulum SALAM didasarkan pada konsep pendidikan merdeka Ki Hadjar Dewantara. Konsep tersebut mengusung motto, 'tidak diperintah, tidak bergantung pada orang lain, dan siswa dilatih menjadi mandiri.'
Yang lebih menarik lagi, para siswa di SALAM sudah diperkenalkan pada metode belajar melalui penelitian (research-based learning) dengan mengacu pada empat pilar kehidupan, seperti pangan, kesehatan, lingkungan, dan sosial budaya.
Misalnya, jika orang tua mereka adalah petani, maka siswa-siswi ditugaskan untuk melakukan penelitian tentang hama yang menyerang tanaman dan bagaimana cara mengatasinya. Dengan demikian, siswa-siswi sudah diajarkan berpikir kritis sejak usia dini.
Karena mereka bebas memilih topik penelitian, tidak ada pengetahuan yang dipaksakan kepada mereka. Bahkan, banyak dari mereka yang telah menciptakan penghasilan sendiri, karena seringkali hasil penelitian mereka bisa langsung dijual. SALAM juga mengadakan kegiatan bernama Pasar Legi dan Pasar Ekspresi, tempat siswa-siswinya dapat menjual produk yang mereka buat sendiri.
Ide brilian SALAM ini tak lepas dari konsep sekolah rakyat yang diperkenalkan oleh Romo Mangun (YB Mangunwijaya) di bantaran Kali Code, Yogyakarta sekitar tahun 1983 yang masih eksis hingga sekarang.
Mulai Juni 2023, SALAM akan menggunakan aplikasi berbasis Android untuk proses belajar. Mereka akan memanfaatkan platform digital dengan mendigitalisasi jurnal riset siswa. Pemilihan bentuk digital ini bertujuan untuk memudahkan rekam jejak penelitian, pengumpulan data, dan penyimpanan data. Rekam jejak ini akan membantu siswa melihat perkembangan diri mereka dan membantu SALAM untuk mengevaluasi proses belajar yang telah berlangsung.
Untuk mengenal SALAM lebih dekat, saya menyarankan Anda membaca buku karya Sri Wahyaningsih dan kawan-kawan bertajuk Sekolah Apa Ini?
Visi yang diterapkan oleh SALAM dan program yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek memiliki kesamaan cukup signifikan.
Dalam webinar bersama Kompas.com, Suharti menyebut,tujuan utama dari program 'Merdeka Belajar' adalah menciptakan peserta didik yang tidak hanya memiliki kompetensi yang unggul, tetapi juga menjadi pembelajar sepanjang hayat. Selain itu, mereka juga diharapkan memiliki karakter yang kuat yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila, yang akan diperingati pada tanggal 1 Juni mendatang.
Paradigma 'Pelajar Pancasila' yang diperkenalkan oleh Kemendikbudristek, seperti yang saya simpulkan dari tayangan rekaman webinar Kompas.com pada menit ke-42, terdapat beberapa nilai inti yang dijunjung tinggi. Pertama, peserta didik diharapkan memiliki moralitas yang baik dan patuh terhadap agama, yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia.
Selain itu, mereka juga diharapkan mampu berpikir secara kritis, memiliki kreativitas yang berkembang, dan memiliki kemampuan untuk aktif mencari ilmu secara mandiri. Selanjutnya, nilai gotong royong juga menjadi bagian penting dalam paradigma ini, di mana peserta didik diajarkan untuk saling membantu dan bekerja sama.