Hari Raya Kuningan merupakan hari raya memperingati kebesaran Sang Hyang Widhi berupa Sang Hyang Parama Wisesa. Sang Hyang Parama Wisesa adalah roh suci dan pahlawan dharma yang berperan dalam membentuk akhlak manusia menjadi mulia. Pada Hari Kuningan, umat Hindu berdoa kepada para dewa dan leluhur. Doa ini dilakukan dengan menyiapkan sesaji yang diisi dengan ajengan nasi kuning. Ajengan kuning mempunyai arti lambang kemakmuran. Hal ini dimaknai sebagai wujud rasa syukur karena telah melimpahkan rahmatnya untuk kesejahteraan di dunia ini. Sehari menjelang Hari Raya Kuningan, umat Hindu memperingati Hari Penampahan Kuningan sebagai bentuk persiapan menyambut Hari Raya Kuningan. Hari Penampahan Kuningan dilaksanakan setiap Sukra Wage Wuku Kuningan. Persiapan penyambutan dilakukan dengan menyembelih hewan ternak dan melakukan persembahan sebagai persiapan doa di Hari Kuningan keesokan harinya. Pada hari raya ini, umat Hindu biasanya melakukan persembahan kepada leluhurnya, memohon kesejahteraan, perlindungan, keselamatan dan bimbingan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Perayaan Nyepi
Hari raya Nyepi merupakan salah satu hari raya besar keagamaan bagi umat Hindu di Indonesia. Hari raya Nyepi dilaksanakan untuk menyambut tahun baru saka yang jatuh pada penanggal Apisan Sasih Kedasa sehari setelah Tilem Kesanga, secara etimologi bahwa kata Nyepi yang artinya “sunyi”, jadi perayaan hari raya Nyepi diperingati dengan sepi (hening). Tujuan hari raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun Baru Saka yang dilandasi dengan kesucian lahir batin, baik pada Bhuana Alit maupun pada Bhuana Agung, serta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Shang Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan makhluk ciptaanya, serta manusia dengan lingkungannya. Nyepi adalah hari raya Hindu Bali yang ditandai dengan diam total dan pertapaan selama 1 hari penuh. Nyepi juga dikenal sebagai "Tahun Baru Saka" dalam kalender Hindu Bali. Pada hari ini, masyarakat Bali mengamalkan 'Catur Brata Penyepian' atau empat aspek pertapaan, yaitu :
1. Amati Geni yaitu tidak menyalakan api, baik pada siang hari maupun malamnya, tidak memasak, tidak menyalakan lampu penerangan, berpuasa dan tidak menikmati makanan maupun minuman.
2. Amati Karya, yaitu tidak melaksanakan kerja fisik sebagai upaya untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, semadhi, Amati karya bagi umat yang awam dapat dialihkan untuk membaca kitab-kitab suci agama Hindu berupa Weda dan susastra Hindu lainnya.
3. Amati Lelanguan yaitu tidak menikmati keindahan (keasikan menonton TV atau jenis hiburan lainnya), pikiran itu dipusatkan untuk mengingat atau membayangkan keagungan pencipta (Hyang Widhi), atau Amulatsarira (introspeksi diri), mendengarkan suara alam tanpa kegiatan (aktivitas) manusia.
4. Amati Lalungaan, yaitu tidak melakukan bepergian, tidak pergi dari tempat area brata itu dilaksanakan.
Selama Nyepi, Bali tampak sunyi dan sepi, dengan kegiatan publik minimal dan lampu di rumah-rumah serta tempat umum dimatikan. Pada saat Nyepi umat Hindu melakukan pengekangan/menahan diri (Tapa), dapat melakukan pantang (Brata), melakukan pemujaan dan mengucapkan doa suci sesuai dengan sikap mulia dalam kesusilaan (Yoga), juga melakukan renungan yang mendalam serta upaya meditasi (Samadhi).
Makna dan Filosofi
Kedua perayaan ini memiliki makna dan filosofi yang dalam. Kuningan mengingatkan manusia akan pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam roh, sementara Nyepi menekankan pentingnya introspeksi diri dan pertapaan sebagai bagian dari proses pemurnian spiritual. Kedua perayaan ini menjadi cerminan dari nilai-nilai kehidupan Hindu Bali yang mengajarkan tentang keseimbangan, kebersamaan, dan kesucian.
KESIMPULAN