Abstrak: Perayaan Kuningan dan Nyepi di Bali merupakan dua peristiwa penting dalam tradisi Hindu Indonesia yang memperkaya kehidupan spiritual dan budaya masyarakat Hindu. Kuningan, yang merupakan hari suci setelah Galungan, diperingati dengan upacara dan ritual untuk menghormati leluhur serta memperkuat hubungan spiritual dengan alam roh. Sementara Nyepi, hari raya besar keagamaan, ditandai dengan diam total selama satu hari penuh sebagai simbol introspeksi diri dan pertapaan. Kedua perayaan ini memancarkan makna filosofis tentang keseimbangan, kebersamaan, dan kesucian, yang mengajarkan nilai-nilai universal seperti rasa hormat dan kedamaian batin. Penting bagi masyarakat Hindu di Bali untuk memelihara dan mewariskan tradisi ini, serta mengambil manfaat dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya untuk menjaga identitas budaya dan keberlangsungan warisan leluhur.
Key Words:
Perayaan hari raya Kuningan dan Nyepi
PENDAHULUAN
Indonesia, dengan kekayaan budaya yang luas dan beragam, menjadi tempat di mana tradisi dan perayaan seperti Kuningan dan Nyepi di Bali menjadi salah satu ciri khas. Perayaan ini tidak hanya merupakan ritual keagamaan, tetapi juga representasi dari kekayaan spiritual dan budaya yang memperkaya kehidupan masyarakat Hindu di Bali serta menginspirasi pengunjung dari seluruh dunia. Perayaan Kuningan dan Nyepi adalah dua peristiwa penting dalam budaya dan tradisi Hindu di Indonesia, terutama di Pulau Bali. Keduanya memiliki makna yang mendalam dan memberikan gambaran unik tentang kehidupan spiritual dan kebudayaan masyarakat Hindu Bali. Kuningan dan Nyepi menunjukkan kedalaman filosofis dan praktik spiritual yang diwariskan dari generasi ke generasi, memperkaya identitas budaya Indonesia.
METODE
Untuk artikel ini, kami mengumpulkan data dari sumber-sumber terpercaya, termasuk literatur ilmiah, riset, dan panduan resmi yang terkait dengan perayaan Kuningan dan Nyepi. Kami juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh agama dan budayawan Hindu Bali untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna dan praktik-praktik yang terlibat dalam perayaan ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perayaan Kuningan
Kuningan adalah salah satu hari suci dalam tradisi Hindu Bali yang jatuh pada akhir pekan pertama setelah Galungan. Hari Kuningan ditandai oleh upacara dan ritual yang bertujuan untuk menghormati para leluhur,serta memperkuat hubungan spiritual antara dunia manusia dan alam roh. Selama perayaan Kuningan,masyarakat Bali mengunjungi pura atau tempat ibadah, membawa sesajen, dan berdoa kepada leluhur mereka. Salah satu praktik yang dilakukan adalah menyiapkan 'banten', yaitu aneka jenis sesaji yang disiapkan dengan penuh kecermatan dan kesucian.
Hari Raya Kuningan mempunyai arti tersendiri yaitu Kuning dalam kata Kuningan berarti kuning dan Wuku yang ke 12. Wuku adalah penanggalan Bali dimana 1 wuku sama dengan 7 hari. Dalam 1 tahun pada penanggalan Wuku terdapat 420 hari. Perayaan Hari Raya Kuningan dilaksanakan setiap 210 hari sekali pada hari Saniscara Kliwon Wuku Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya Galungan. Sejarah dimulainya perayaan Galungan dan Kuningan adalah kemenangan kebaikan atas kejahatan. Dikisahkan dalam sejarah terjadi perang antara Bhatara Indah dan Mayadenawa. Bhatara Indah melambangkan dharma (kebenaran) sedangkan Mayanadewa melambangkan adharma (kejahatan). Pertempuran ini dimenangkan oleh Bhatara Indah, sehingga perayaan Galungan dan Kuningan dimaknai sebagai perayaan kemenangan.
Hari Raya Kuningan merupakan hari raya memperingati kebesaran Sang Hyang Widhi berupa Sang Hyang Parama Wisesa. Sang Hyang Parama Wisesa adalah roh suci dan pahlawan dharma yang berperan dalam membentuk akhlak manusia menjadi mulia. Pada Hari Kuningan, umat Hindu berdoa kepada para dewa dan leluhur. Doa ini dilakukan dengan menyiapkan sesaji yang diisi dengan ajengan nasi kuning. Ajengan kuning mempunyai arti lambang kemakmuran. Hal ini dimaknai sebagai wujud rasa syukur karena telah melimpahkan rahmatnya untuk kesejahteraan di dunia ini. Sehari menjelang Hari Raya Kuningan, umat Hindu memperingati Hari Penampahan Kuningan sebagai bentuk persiapan menyambut Hari Raya Kuningan. Hari Penampahan Kuningan dilaksanakan setiap Sukra Wage Wuku Kuningan. Persiapan penyambutan dilakukan dengan menyembelih hewan ternak dan melakukan persembahan sebagai persiapan doa di Hari Kuningan keesokan harinya. Pada hari raya ini, umat Hindu biasanya melakukan persembahan kepada leluhurnya, memohon kesejahteraan, perlindungan, keselamatan dan bimbingan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Perayaan Nyepi
Hari raya Nyepi merupakan salah satu hari raya besar keagamaan bagi umat Hindu di Indonesia. Hari raya Nyepi dilaksanakan untuk menyambut tahun baru saka yang jatuh pada penanggal Apisan Sasih Kedasa sehari setelah Tilem Kesanga, secara etimologi bahwa kata Nyepi yang artinya “sunyi”, jadi perayaan hari raya Nyepi diperingati dengan sepi (hening). Tujuan hari raya Nyepi adalah untuk menyambut Tahun Baru Saka yang dilandasi dengan kesucian lahir batin, baik pada Bhuana Alit maupun pada Bhuana Agung, serta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Shang Hyang Widhi, manusia dengan sesamanya dan makhluk ciptaanya, serta manusia dengan lingkungannya. Nyepi adalah hari raya Hindu Bali yang ditandai dengan diam total dan pertapaan selama 1 hari penuh. Nyepi juga dikenal sebagai "Tahun Baru Saka" dalam kalender Hindu Bali. Pada hari ini, masyarakat Bali mengamalkan 'Catur Brata Penyepian' atau empat aspek pertapaan, yaitu :
1. Amati Geni yaitu tidak menyalakan api, baik pada siang hari maupun malamnya, tidak memasak, tidak menyalakan lampu penerangan, berpuasa dan tidak menikmati makanan maupun minuman.
2. Amati Karya, yaitu tidak melaksanakan kerja fisik sebagai upaya untuk melaksanakan tapa, brata, yoga, semadhi, Amati karya bagi umat yang awam dapat dialihkan untuk membaca kitab-kitab suci agama Hindu berupa Weda dan susastra Hindu lainnya.
3. Amati Lelanguan yaitu tidak menikmati keindahan (keasikan menonton TV atau jenis hiburan lainnya), pikiran itu dipusatkan untuk mengingat atau membayangkan keagungan pencipta (Hyang Widhi), atau Amulatsarira (introspeksi diri), mendengarkan suara alam tanpa kegiatan (aktivitas) manusia.
4. Amati Lalungaan, yaitu tidak melakukan bepergian, tidak pergi dari tempat area brata itu dilaksanakan.
Selama Nyepi, Bali tampak sunyi dan sepi, dengan kegiatan publik minimal dan lampu di rumah-rumah serta tempat umum dimatikan. Pada saat Nyepi umat Hindu melakukan pengekangan/menahan diri (Tapa), dapat melakukan pantang (Brata), melakukan pemujaan dan mengucapkan doa suci sesuai dengan sikap mulia dalam kesusilaan (Yoga), juga melakukan renungan yang mendalam serta upaya meditasi (Samadhi).
Makna dan Filosofi
Kedua perayaan ini memiliki makna dan filosofi yang dalam. Kuningan mengingatkan manusia akan pentingnya menjaga hubungan harmonis antara manusia dan alam roh, sementara Nyepi menekankan pentingnya introspeksi diri dan pertapaan sebagai bagian dari proses pemurnian spiritual. Kedua perayaan ini menjadi cerminan dari nilai-nilai kehidupan Hindu Bali yang mengajarkan tentang keseimbangan, kebersamaan, dan kesucian.
KESIMPULAN
Perayaan Kuningan dan Nyepi merupakan bagian penting dari tradisi dan kepercayaan masyarakat Hindu di Bali yang mengandung makna filosofis, nilai budaya, dan relevansi yang besar dalam kehidupan masyarakat Hindu di Bali. Oleh karena itu, perayaan Kuningan dan Nyepi tidak hanya menjadi simbol keagungan tradisi Hindu, tetapi juga menjadi landasan kehidupan spiritual dan sosial masyarakat Hindu di Bali. Kedua perayaan ini tidak hanya menunjukkan keindahan tradisi dan ritual, tetapi juga mengajarkan nilai-nilai universal tentang rasa hormat, pertapaan, dan kedamaian batin. Masyarakat Hindu di Bali perlu terus memelihara tradisi perayaan Kuningan dan Nyepi tidak tergerus oleh modernisasi dan globalisasi, melalui melibatkan generasi muda dalam upacara tradisional dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam perayaan tersebut.
Dengan menjaga tradisi perayaan Kuningan dan Nyepi serta mengambil manfaat dari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, masyarakat Hindu di Bali dapat terus memperkokoh identitas budaya mereka serta menjaga keberlangsungan dan kelestarian warisan leluhur.
DAFTAR PUSTAKA
Gateri, N. W. (2021). Makna Hari Raya Nyepi Sebagai Peningkatan Spiritual. Tampung Penyang: Jurnal Ilmu Agama dan Budaya Hindu, 19(2), 150-161. IAHN Tampung Penyang Palangka Raya. p-ISSN: 1907-0144; e-ISSN: 2776-1452. Retrieved from https://ejournal.iahntp.ac.id/index.php/tampung-penyang
Atmadja, A. T., & Atmadja, N. B. (2016). Kontestasi Penjor Galungan – Kuningan di Bali: Visualisasi Doa Petisi secara Demonstratif untuk Kemakmuran pada Era Masyarakat Tontonan. Jurnal Kajian Bali, 6(2), 159-176.
Widiawati, K. (2020). Persepsi Umat Hindu Tentang Hari Raya Kuningan Di Dusun Lumbung Sari Lemo Desa Kasimbar Palapi Kecamatan Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong. Widya Genitri: Jurnal Ilmiah Pendidikan, Agama dan Kebudayaan Hindu, 11(1), 71-78. P-ISSN: 2302-9102; E-ISSN: 2685-7198; DOI: 10.36417/widyagenitri.v11i1.332.
Direktorat Jenderal Kebendaharaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2024). Hari Raya Kuningan Penuh Makna. Diakses dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-balinusra/baca-artikel/16350/Hari-Raya-Kuningan-Penuh-Makna.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H