Mohon tunggu...
Edi Swastawan
Edi Swastawan Mohon Tunggu... Petani - Pelajar Agribisnis

Selalu penasaran pada Kopi dan Jeruk Kintamani

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik, Pertanian, dan Soekarnoisme

4 Juli 2021   14:34 Diperbarui: 7 Juli 2021   06:53 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pernyataan sikap BEM Universitas Mahendradatta (sumber: ig@bemmahendradatta)

Mengenai kebijaksanaan, besar kemungkinan muncul pertanyaan bagaimana jika kritik yang dilontarkan oleh rakyat sebaliknya tidak bijaksana? Dalam kasus kritik GmnI Denpasar pada forum audiensi di Kantor DPRD Provinsi Bali dan forum diskusi Bulan Bung Karno, sepertinya tidak ada persoalan terkait hal ini. Namun dalam kasus kritik BEM UI, kebijaksanaannya sangat relatif. Sejauh ini, yang dengan lantang menyatakan kritik BEM UI disampaikan secara tidak bijaksana adalah pendukung-pendukung militan Presiden Joko Widodo. Presiden pun bahkan dalam keterangan yang diunggah Sekretariat Presiden di Youtube, menyatakan bahwa itu hanya bentuk ekspresi mahasiswa di negara demokrasi.

Jika kendati memang kritik BEM UI tidak bijaksana, maka tidak serta merta boleh dipandang sebagai hal negatif, karena itu hanya sebuah taktik. Bung Karno dalam tulisannya berjudul "Jawab Saya pada Saudara Mohammad Hatta" jelas membedakan antara taktik dan asas-asas perjuangan. Antara taktik dan asas bisa berbeda, bahkan bisa berseberangan. Asas perjuangan BEM UI tiada lain adalah menginginkan Negara Republik Indonesia yang lebih baik. Sepertinya bukan tanpa alasan BEM UI menggunakan taktik kritik melalui postingan "The King of Lip Service". Misalnya dalam beberapa hal, mahasiswa telah menyuarakan kritik kepada pemerintah namun faktanya inkonsistensi itu masih terjadi, sehingga mahasiswa memilih taktik-taktik alternatif.

            Intinya, taktik-taktik alternatif mahasiswa dipilih agar kritik yang disuarakan bisa didengar oleh stelsel (sistem) pemerintahan yang sudah terlanjur nyaman dalam kemapanannya. Mengadopsi cara berfikir Bung Karno tentang pola antara sosialisme dan kapitalisme. Sekali lagi, hanya mengadopsi cara berfikir, bukan substansinya. Pola antara kritik dan pemerintah dalam suatu negara, serupa dengan pola antara sosialisme dan kapitalisme. Bahwa kritik adalah reaksi, kritik tidak berdiri sendiri, kritik adalah anak kandung dari kesalahan pemerintah. Selama pemerintah masih melakukan kesalahan, selama itu juga kritik akan tetap ada. Kritik akan ada bila dibiarkan, namun kritik akan semakin menjadi-jadi bila ditekan. Merdeka!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun