Mohon tunggu...
I Ketut Suar Adnyana
I Ketut Suar Adnyana Mohon Tunggu... Dosen - Dosen pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah, FKIP Universitas Dwijendra Denpasar

Lahir pda tanggal 15 Mei 1967 Menamatkan S1 Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia, Tahun 1992 pada FKIP Universitas Udayana Menyelesaikan S2 bidang Linguistik di Universitas Udayana pada tahun 2008 Menyelesaikan S3 bidang Linguistik di Universitas Udayana tahun 2012

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Belajar: Memerdekakan Siswa dalam Pembelajaran

7 Februari 2021   20:22 Diperbarui: 7 Februari 2021   20:58 5611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penilaian yang berdasar pada penilaian otentik belum berjalan maksimal dan cenderung menyimpang dari esensi penilaian otentik. Penilaian yang dilakukan selama proses pembelajaran dan pada akhir pembelajaran seolah tidak berguna karena penentu kelulusan siswa adalah ujian nasional(UN). Hal ini  merupakan sebuah kontradiktif. Siswa setelah sekian lama menempuh pendidikan pada satuan pendidikan kelulusannya hanya ditentukan oleh UN. Hal ini merupakan sebuah ironi pendidikan di Indonesia. UN dijadikan tolak ukur kualitas pendidikan.

Hasil kajian berkaitan dengan fenomena tersebut pemerintah telah telah menerbitkan surat edaran berkaitan dengan merdeka belajar. Merdeka belajar memberikan kesempatan kepada siswa dan guru lebih leluasa untuk mengembangkan kreativitas pembelajaran. Merdeka belajar tidak dimaknai sebagai kebebasan tanpa aturan.

  • Kiat Memerdekakan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran

Memerdekakan guru dan siswa dalam pembelajaran bukan berarti memberikan keleluasaan tanpa batas kepada guru dan siswa dalam pembelajaran. Adapun kiat untuk memerdekakan guru dan siswa dalam pembelajaran seperti 1) memposisikan guru sebagai learning manager dalam pembelajaran, 2) Sekolah diberi kewenangan dalam menentukan kelulusan siswa, 3) Guru diberikan berkreasi dalam mengembangkan rencana pembelajaran, dan 4) Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) lebih fleksibel.


  • Guru sebagai Learning Manager dalam Pembelajaran 

Perkembangan teknologi memberikan kemudahan untuk mengakses informasi dari berbagai sumber. Dunia ibarat tidak bersekat dan tak terpisah oleh waktu. Kemajuan teknologi komunikasi selain berdampak positif tentu juga mempunyai dampak negatif. Kemampuan mengakses internet bukan merupakan kebutuhan orang dewasa tetapi juga merupakan kebutuhan bagi siswa.

Siswa tidak dapat dilepaskan dari penggunaan handphone. Handphone tidak hanya digunakan untuk bermain game tetapi juga digunakan mencari jawaban Pekerjaan Rumah (PR) yang diberikan oleh guru.  Tanpa bertanya pada google, PR tidak dapat diselesaikan. Yang menjadi permasalahan, siswa hanya mencari materi dengan melakukan brosing. Setelah mendapat jawaban dari google, siswa hanya melakukan salin dan rekat (copy paste). Apa isi hasil perburuannya dari google tidak dipahami siswa.

Yang lebih memprihatinkan, siswa tidak mau membaca teks yang berhubungan dengan PR. Seharusnya siswa membaca teks dalam buku teks siswa, setelah itu siswa mencari   jawaban jawabannya dalam teks tersebut. Siswa dibuat malas membaca buku teks. Siswa menginginkan jawaban instan tanpa mau memahami jawaban yang diperoleh dari google.

Fenomena ini akan terus terjadi. Peran orang tua sangat penting untuk membatasi penggunaan handphone. Ketika anak membuat PR, orang tua hendaknya menyediakan dan meluangkan waktu mendampingi anak dalam membuat PR. Cara instan yang dilakukan siswa memberikan dampak negatif bagi siswa. Siswa tidak melatih keterampilan membaca tetapi siswa hanya terampil berburu informasi tanpa memahami apa yang dibuat. 

Orang tua perlu menjelaskan kepada anak apa efek negatif penggunaan hand phone. Orang tua sebagai pendamping, bisa memberikan bagaimana memanfaat hand phone dengan baik. Orang tua perlu membuat "kontrak" kepada anak berkaitan penggunaan hand phone. Apabila tidak dilakukan kesepakatan, anak dengan leluasa menggunakannya. Banyak hiburan dan  aplikasi game yang ada pada handphone. Dikhawatirkan tanpa kontrol orang tua, anak akan menghabiskan waktu hanya berkutat dengan game.

Disamping peran orang tua, peran guru juga sangat penting untuk memberi arahan bagaimana cara menggunakan handphone dengan baik sehingga handphone dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di rumah memang sangat penting untuk mengembangkan kompetensi siswa tetapi peran guru harus berubah. Guru berperan sebagai learning manager. Guru mampu memposisikan diri sebagai manajer dalam pembelajaran.

Keterampilan guru dalam melakukan fungsi sebagai manajer berupa keterampilan guru dalam memanfaatkan smartphone sebagai sumber belajar. Guru melatih dan meningkatkan kemampuan siswa mengarah pada kemampuan berpikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Tentu tingkatan berpikir siswa disesuaikan dengan perkembangan psikologis dan umur siswa. Tuntutan berpikir tingkat tinggi  siswa SD berbeda dengan siswa SMP. Hal ini perlu mendapat perhatian guru sehingga proses berpikir kritis siswa terlatih sejak usia Sekolah Dasar.

Cara yang bisa dilakukan guru untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan cara melatih kemampuan siswa berargumentasi. Siswa mampu menggali lebih dalam terhadap infomasi yang diperoleh dari internet. Hal ini penting dilakukan karena selama ini ranah yang dominan dikembangkan adalah ranah kognitif siswa. Seharusnya porsi yang lebih besar dikembangkan adalah ranah psikomotor dan memadukan dengan ranah afektif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun