Mohon tunggu...
I. Addi Wisudawan
I. Addi Wisudawan Mohon Tunggu... Pengacara - beginner writer

motorcycle traveller

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Dimana Etika Kepala Daerah?

18 Juni 2023   11:25 Diperbarui: 18 Juni 2023   11:40 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namun ada satu kesamaan yakni dalam penyediaan instrumen-instrumen penegakkan kode etik DPRD dan Kode etik ASN. Dalam PP Nomor 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS dan Permendagri Nomor 15 tahun 2020 tentang Kode Etik ASN jelas diatur mengenai mekanisme dugaan pelanggaran, mekanisme pemeriksaan, mekanisme penjatuhan sanksi hingga kepada mekanisme pemberhentian PNS. Artinya, baik DPRD maupun PNS selaku pelaksana perangkat daerah yang merupakan salah satu dari unsur penyelenggaraan pemerintahan diatur secara tegas mengenai instrumen penegakkan jika terjadi pelanggaran kode etik bagi keduanya.

Kode Etik bagi Kepala Daerah

Dalam pembahasan di atas, dapat kita lihat bagaimana peraturan perundang-undangan mencoba memberikan batasan di luar larangan dan kewajiban terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government) dengan mengikat etika yang bersumber dari nilai-nilai di masyarakat dengan membentuk kode etik bagi ASN dan DPRD melalui produk hukum masing-masing.

Namun berbeda halnya dengan kepala daerah. Dalam konteks kode etik ternyata tidak ada aturan hukum yang mengatur secara konkret mengenai kode etik kepala daerah. Kepala daerah hanya diikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan kepentingan terselenggaranya pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government). Hal-hal yang menilai etis atau tidak etis yang dapat atau tidak dapat dilakukan oleh Kepala Daerah hanya dituangkan dengan klausa dalam kewajiban Kepala Daerah untuk menjaga etika dan norma dalam pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Selain tidak ada ketentuan materiilnya, ketentuan formilnya pun tidak diatur sama sekali. Berbeda dengan regulasi kode etik DPRD yang memberikan kewenangan kepada Badan Kehormatan DPRD untuk melaksanakan kode etik dan mengatur hingga penerapan mekanisme penjatuhan sanksi. Artinya ada instrumen khusus yang diberikan amanat dan kewenangan dalam hal menjaga kode etik anggota dan Pimpinan DPRD.

Sama halnya dengan aturan yang mengikat tentang kode etik ASN, dalam Permendagri sebagaimana tadi disebutkan diatur mengenai sanksi dan pemberian kewenangan bagi pejabat-pejabat tertentu (tergantung dengan subyek yang diduga melakukan pelanggaran) untuk melaksanakan ketentuan baik dari pemeriksaan hingga kewenangan dalam menjatuhkan sanksi terkait dengan kode etik.

Contoh sebuah kegaduhan yang terjadi beberapa waktu lalu adalah poligami yang dilakukan salah satu oknum Bupati di Jawa Barat beberapa waktu lalu, secara ketentuan etika kepala daerah tidak diatur. Sebagaimana keyakinan masyarakat kita bahwa kepala daerah merupakan sosok yang dapat memberikan tauladan kepada masyarakat seharusnya juga harus diikat dengan ketentuan-ketentuan dalam menjaga etika dan norma sebagaimana DPRD dan ASN diikat dengan kode etik. Walaupun pada akhirnya pada kasus Kepala Daerah tersebut diberhentikan melalui Keputusan Presiden berdasarkan Surat Keputusan DPRD kabupaten tersebut. Dengan adanya kondisi tersebut, instrumen penegakkan etika hanya dapat dilakukan secara politis melalui DPRD.

Kesimpulan

I Nyoman Sumaryadi dalam seorang sosiolog pemerintahan dalam salah satu bukunya menyampaikan bahwa Etika pemerintahan merupakan ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Etika pemerintahan tersebut mengacu pada kode etik profesional khusus bagi mereka yang bekerja dan untuk pemerintahan.

Jika saja ada aturan yang mengatur secara materiil maupun secara formil tentang etika kepala daerah, maka parameter tindakan yang dilakukan oleh kepala daerah dapat menjadi jelas. Tolok ukur boleh atau tidaknya, pantas atau tidaknya hal-hal yang dilakukan oleh kepala daerah menjadi jelas. Masyarakat secara umum juga dapat diuntungkan dengan adanya regulasi yang mengatur sedemikian rupa, misalnya masyakat dapat dengan mudah menagih janji-janji politiknya. Karena memenuhi janji dalam masyarakat kita juga diyakini sebagai adab yang baik, sehingga dapat dijadikan sebuah nilai untuk dapat diserap menjadi sebuah norma dan etika. Sehingga konklusinya dalam hal pemerintahan seorang kepala daerah dalam menepati janji-janji politiknya adalah sebuah etika yang harus dilaksanakan.

*artikel sudah pernah ditayangkan di: bantennews.com  pada tanggal 23 februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun