Mohon tunggu...
Hyunjin Dhowear
Hyunjin Dhowear Mohon Tunggu... Lainnya - PELAJAR

Siswa sekolah menengah atas negeri di surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Patah

23 November 2023   15:08 Diperbarui: 23 November 2023   15:16 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namaku Alina, seorang siswi tingkat 2 di bangku SMA negeri yang sejujurnya, yah, biasa-biasa saja. Aku tidak rajin-rajin sekali, tidak pula malas. Aku juga masih sering merasa ketinggalan juga tidak paham akan materi yang diajarkan di sekolah. Walau ada juga materi yang aku bisa pahami. Hari-hariku berjalan seperti kebanyakan anak SMA zaman sekarang. Sekolah dari pagi hingga pukul 3 sore, lalu tambahan atau les di bimbingan belajar swasta hingga pukul setengah 8 malam. Juga ekskul di hari Jumat sebelum akhir pekan tiba. Tidak ada yang spesial. Rutinitas monoton yang terus berlangsung sejak aku duduk di bangku kelas 1 SMA. Membosankan. Jenuh. Meletihkan. Hal-hal yang lumrah muncul di kepalaku disaat sedang melaksanakan rutinitas monontonku. 

Hari ini pun sama saja. Rutinitas yang sama dengan rasa bosan dan letih yang sama. Tidak pernah berkurang, tidak pula bertambah. Bangun pukul 5 pagi aku melaksanakan kebiasaan pagiku sebelum sekolah. Beribadah, membersihkan diri, juga sarapan. Tidak lupa dengan kebiasaan kecilku untuk minta dimudahkan walau sedikit saja dalam menjalani aktivitas di hari ini. Tepat pukul 5 lebih 40 menit aku diantar ibu naik motor memulai perjalanan ke sekolah. Lewat jalan yang selalu sama. Membosankan. Sampai di sekolah, berbicara dengan teman sekelas sambil menunggu bel masuk berbunyi. Sama saja. Tidak ada yang berubah. 

Well, mungkin ada sedikit perubahan. Tidak tahu kenapa sejak tadi kepalaku berdenyut sakit, badanku; spesifiknya pundakku juga rasanya dibebani dengan beban super berat yang jika beban itu sungguhan kupikul di dunia nyata, kemungkinan pundakku akan memar atau malah lebih parah lagi, langsung patah. Ditambah lagi, entah mengapa, teman sebangku-ku terasa menyebalkan. Apapun yang dia lakukan membuat aku terusik dan merasa jengkel. Ugh, ada-ada saja. 

"Ting!" Terdengar notifikasi aplikasi telekomunikasi dari ponsel pintar milikku. Dengan ogah-ogahan kubuka pesan tersebut, siapa tahu penting. 

Kayla kakel sma : gimana progres materi ekskul ?

Begitulah kira-kira isi pesannya. Melelahkan. Aku sudah berusaha mengingatkan anggota ekskulku tentang materi ini sejak minggu lalu. Tidak ada yang menggubris. Sampai lelah dan jengkel aku dibuatnya. 

"Ting!" Terdengar kembali suara notifikasi aplikasi tersebut. Ternyata dari grup lain. Masih topik yang sama. Membosankan. 

Nara: Guys! Gimana nih? Acaranya tinggal 2 hari lagi!

Lila: Yah, mau gimana lagi, kita ngebut ya, Guys!

Rizal : Butuh apa aja?

Huft! Pembicaraan yang harusnya sudah dilakukan dari seminggu lalu juga baru dilakukan sekarang. Sangat menjengkelkan. Aku memutuskan untuk hanya membaca pesan tersebut dan lanjut belajar. Apalagi dengan denyutan kepalaku ini. Benar-benar membuat tidak nyaman. Suasana hatiku semakin memburuk.

Tiba-tiba aku didatangi oleh Nara yang memang sekelas denganku. "Lin, gimana nih, bantuin dong!". Lihat dia, dengan seenaknya sekarang meminta bantuan, padahal seminggu kemarin pesan-pesanku dihiraukan pun tidak. "Aku sudah coba bilangin kalian dari seminggu kemarin, kalian tidak dengarkan. Yaudah, aku bantuin, daripada kena evaluasi, bisa mampus!" balasku dengan bersungut-sungut. "Duh jangan ngomel aja, iya-iya," balas Nara lagi. 

Semakin membujuk suasana haiku dengan kabar ini. Kepalaku semakin berdenyut tidak nyaman, pun pundakku terasa semakin sakit. Ditambah sekarang tiba-tiba perutku terasa mual. Benar-benar hari yang buruk. 

Dengan segala kekesalan itu, aku lanjut belajar dan mengerjakan tugas di sekolah. Semua berjalan lancar, hingga datang pelajaran yang paling tidak kusukai, fisika. Tiba-tiba, guru pengajar fisika memutuskan untuk melakukan ulangan mendadak. Sorak-sorakan Terdengar di seluruh penjuru kelas. Tapi, mau tidak mau mereka semua mengeluarkan selembar kertas dan mempersiapkan diri untuk ulangan. Begitu juga aku, sambil bersungut-sungut kurobek 1 lembar kertas dari buku tulisku. 

Soal mulai dibacakan, dan kami diberi waktu 5 menit untuk menjawab. Selama hampir 30 menit ulangan berjalan, kami diberi 5 soal. Dan dari 5 soal tersebut, hanya 1 yang dapat kujawab. Tidak terkira perasaan kecewa di dalam hatiku. Aku merasa bodoh. Tidak dapat diandalkan. Juga amat sedih. Kulihat teman-temanku dapat menjawab 3-4 soal. Semakin merasa rendah diriku dibuatnya. Semakin buruk juga suasana hatiku sepanjang hari. 

Kucoba untuk tetap tenang. Mungkin mendengarkan music bisa membenarkan sedikit suasana hatiku. Ting! Belum sempet kurogoh earphone di kantong, ada notifikasi dari aplikasi komunikasi di ponsel genggamku. Masih masalah ekskul rupanya. 

Rina kakel sma : Kalian punya waktu 2 minggu, kan ? Kenapa sampai h-2 masih Belum ada progres ? Kalian mau bagaimana ? 

Kayla kakel sma : Kalian sudah di kasih amanat sebagai pengurus ekskul. Tapi kalian tidak lakukan dengan sungguh-sungguh. Jika sudah seperti ini kita semua juga yang akan kena akibatnya kan. 

Perasaan bersalah dan rendah diri menyeruak ke seluruh penjuru pikiran dan perasaanku. Benar-benar menyesakkan. Memuakkan. Rasa-rasanya seluruh ketenanganku luruh lantak, digantikan oleh perasaan Maluku dan juga rendah diri. Merasa bertanggung jawab dengan semua masalah ini. 

Ding dong deng dong! 

Terdengar bel pulang menggelegar ke seluruh penjuru sekolah. Dengan segera kubereskan barangku lalu bergegas aku keluar dari area sekolah untuk pulang ke rumah. Beruntung hari ini tidak ada kelas reguler di bimbingan belajar, sehingga aku bisa langsung pulang. 

Pulanglah aku ke rumah dengan perasaan berkecamuk. Sungguh merasa lelah dengan semua tanggung jawab dan tuntutan yang ditaruh diatas pundakku. Di perjalanan pulang naik motor, aku mendengarkan music sambil menahan air mata yang rasa-rasanya ingin bergerak bebas keluar dari bawah mataku. 

Sampai di rumah, dengan segera tanpa bicarbonate dengan siapapun, aku masuk ke kamar. Langsung lepas segala tangisanku. Susah payah kutahan suara sesenggukan agar tidak terdengar dari luar kamar. Rasa pilu yang sejak tadi kutahan mengguncang seluruh tubuhku. Bersamaan dengan terus mengalirnya air mata dari mataku. Semuanya terasa melelahkan. Menyakitkan. Aku lelah sekali. Tidak terasa aku menangis hingga malam tiba. 

Pukul 7 malam, ibuku membangunkanku untuk makan malam. Perutku mual. Tidak berselera makan. Aku tolak dengan alasan aku akan makan nanti. Aku lanjutkan tidur. Karena itu satu-satunya hal yang dapat kutoleransi untuk saat ini. Tidak terasa sudah tengah malam. Aku terbangun karena kedinginan. Setelah kebenaran selimutku aku mengecek hp untuk memeriksa apakah ada pesan penting. Ternyata percakapan di forum online ekskul masih berlanjut. Membacanya membuat suasana hatiku kembali terjun bebas. Satu dua tetes air mata kembali terasa di pipiku. Kembali Terdengar is akan tertahanku untuk kedua kakinya hari ini. Aku benar-benar merasa lelah. Aku ingin semuanya segera berakhir. Di malam itu aku kembali menangis hingga tertidur. 

Aku dibangunkan mamaku tepat pukul 5 pagi esok harinya. Dan aku tetap merasa buruk. Aku merasa super lelah. Ingin rasanya aku kembali menangis. Aku hanya bisa menggeleng lelah saat disuruh mamaku untuk segera mandi. Aku benar-benar tidak berminat untuk melakukan apapun selain istirahat sekarang. Saat disuruh mamaku untuk makanpun aku menolak karena tidak nafsu makan. Tenggorokanku terasa terbakar. Perutku mual. 

Hal ini berlangsung berlangsung sampai 3 hari ke depan. Aku tetap makan setiap hari walau hanya 3-4 sendok makan. Lebih dari itu perutku menolaknya dan dengan segera membuatku memuntahkannya. Aku pun tidak masuk sekolah. Hanya tidur atau melamun di kamar. Orang tuaku juga bingung dan hanya menganggap aku hanya kelelahan, jadi aku dibiarkan. 

 

Sambil melamun kadang tanpa sadar aku menangis lagi hingga aku tertidur. Siklus itu terus berulang. Melamun-menangis-tidur-bangun-melamun-menangis-tidur. 

Hingga pada hari ke-4 aku merasa apa yang aku lakukan benar-benar tidak berarti dan aku bisa melakukan yang lebih daripada hanya tidur dan menangis. Aku sudah memikirkan ini dari hari ke 3 namun pikiranku masih dikonsumsi dengan rasa sedih dan lelah. Baru di hari ke 4 aku merasa bangun dan ingin berubah. Aku ingin kembali menjadi produktif dan bertemu dengan teman-temanku. Mungkin ini Terdengar seperti alasan yang sederhana. Tapi tidak dapat dipungkiri alasan sederhana inilah yang menyelamatkanku. Aku yang menyelamatkan hidupku. Mulai dari situ aku pelan-pelan kembali ke rutinitas normalku. Ada kemungkinan aku akan kembali merasa lelah dan menghentikan semua aktivitasku seperti sekarang ini lagi di masa depan. Namun aku yakin disaat itu, kemauan dari diriku sendirilah yang akan kembali menyelamatkanku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun