Mohon tunggu...
Hyunjin Dhowear
Hyunjin Dhowear Mohon Tunggu... Lainnya - PELAJAR

Siswa sekolah menengah atas negeri di surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Patah

23 November 2023   15:08 Diperbarui: 23 November 2023   15:16 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sampai di rumah, dengan segera tanpa bicarbonate dengan siapapun, aku masuk ke kamar. Langsung lepas segala tangisanku. Susah payah kutahan suara sesenggukan agar tidak terdengar dari luar kamar. Rasa pilu yang sejak tadi kutahan mengguncang seluruh tubuhku. Bersamaan dengan terus mengalirnya air mata dari mataku. Semuanya terasa melelahkan. Menyakitkan. Aku lelah sekali. Tidak terasa aku menangis hingga malam tiba. 

Pukul 7 malam, ibuku membangunkanku untuk makan malam. Perutku mual. Tidak berselera makan. Aku tolak dengan alasan aku akan makan nanti. Aku lanjutkan tidur. Karena itu satu-satunya hal yang dapat kutoleransi untuk saat ini. Tidak terasa sudah tengah malam. Aku terbangun karena kedinginan. Setelah kebenaran selimutku aku mengecek hp untuk memeriksa apakah ada pesan penting. Ternyata percakapan di forum online ekskul masih berlanjut. Membacanya membuat suasana hatiku kembali terjun bebas. Satu dua tetes air mata kembali terasa di pipiku. Kembali Terdengar is akan tertahanku untuk kedua kakinya hari ini. Aku benar-benar merasa lelah. Aku ingin semuanya segera berakhir. Di malam itu aku kembali menangis hingga tertidur. 

Aku dibangunkan mamaku tepat pukul 5 pagi esok harinya. Dan aku tetap merasa buruk. Aku merasa super lelah. Ingin rasanya aku kembali menangis. Aku hanya bisa menggeleng lelah saat disuruh mamaku untuk segera mandi. Aku benar-benar tidak berminat untuk melakukan apapun selain istirahat sekarang. Saat disuruh mamaku untuk makanpun aku menolak karena tidak nafsu makan. Tenggorokanku terasa terbakar. Perutku mual. 

Hal ini berlangsung berlangsung sampai 3 hari ke depan. Aku tetap makan setiap hari walau hanya 3-4 sendok makan. Lebih dari itu perutku menolaknya dan dengan segera membuatku memuntahkannya. Aku pun tidak masuk sekolah. Hanya tidur atau melamun di kamar. Orang tuaku juga bingung dan hanya menganggap aku hanya kelelahan, jadi aku dibiarkan. 

 

Sambil melamun kadang tanpa sadar aku menangis lagi hingga aku tertidur. Siklus itu terus berulang. Melamun-menangis-tidur-bangun-melamun-menangis-tidur. 

Hingga pada hari ke-4 aku merasa apa yang aku lakukan benar-benar tidak berarti dan aku bisa melakukan yang lebih daripada hanya tidur dan menangis. Aku sudah memikirkan ini dari hari ke 3 namun pikiranku masih dikonsumsi dengan rasa sedih dan lelah. Baru di hari ke 4 aku merasa bangun dan ingin berubah. Aku ingin kembali menjadi produktif dan bertemu dengan teman-temanku. Mungkin ini Terdengar seperti alasan yang sederhana. Tapi tidak dapat dipungkiri alasan sederhana inilah yang menyelamatkanku. Aku yang menyelamatkan hidupku. Mulai dari situ aku pelan-pelan kembali ke rutinitas normalku. Ada kemungkinan aku akan kembali merasa lelah dan menghentikan semua aktivitasku seperti sekarang ini lagi di masa depan. Namun aku yakin disaat itu, kemauan dari diriku sendirilah yang akan kembali menyelamatkanku. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun