Kedua, menghubungkan beberapa media misalnya situs atau blog nasional dan internasional. Di dalam jaringan yang sudah ada, kita dapat men-share pendidikan bersistem focus on subject dan mengupayakan keterlibatan semua media dalam bentuk sumbangsih pemikiran dan donasi yang mendukung keberhasilan sistem ini.
Ketiga, mengupayakan sebuah lembaga yang bergerak di dunia maya dengan sistem yang akuntabel dan transparan. Lembaga ini berupaya untuk memberi pemahaman baru sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi tenaga pengajar yang ingin bergabung. Dengan memakai sistem donasi bersama baik yang digalang melalui media dan jejaring sosial, misalnya Rp 5000/bulan untuk anggota dan Rp 3000/bulan bagi para pemerhati, lembaga ini meyakinkan orang bahwa pendidikan adalah arena perjuangan dan bukan soal pengeluhan bahwa pendidikan hanya melulu soal uang dan segalanya harus dirupiahkan. Sistem pembayaran dilakukan dengan menunjukkan laporan hasil kegiatan penerapan sistem focus on subject sesuai dengan bidang tenaga pendidik. Hal ini memungkinkan setiap pendidik selalu terlibat aktif dalam tugasnya sebagai pendidik.
Mungkin ini sedikit mirip dengan program Indonesia Mengajar yang sudah diprakarsai Anies Baswedan dengan berfokus pada wilayah-wilayah terpencil Indonesia. Namun perbedaannya ialah bahwa sistem ini tidak mengikuti kurikulum karena sesuai dengan visi dan misi sistem focus on subject. Selain itu, para pendidik tidak harus pergi ke tempat terpencil, tetapi berfokus pada lingkup tempat tinggalnya saat ini. Sehingga para pendidik yang berada di kampung-kampung tidak khawatir dengan penghasilan mereka, asalkan dilaporkan secara berkala. Sistem ini juga diprakarsai oleh kita dan untuk kita. Oleh karena itu jangkauan untuk mengenali lembaga dan sistem ini perlu digalakkan secara lebih dinamis. Tentunya dengan transparansi keuangan dan evaluasi berkala, lembaga ini dapat menjadi cara baru dalam mengembangkan pendidikan bersistem focus on subject.
Pada akhirnya, manifestasi teknologi informasi dalam sistem focus on subject bukan hanya sekadar sosialisasi melalui jejaring sosial, melainkan juga tentang cara meyakinkan seluruh kalangan masyarakat dan stakeholder bahwa pendidikan bersistem focus on subject menjadi jawaban terciptanya sumber daya manusia yang siap dalam menghadapi tantangan dunia khususnya dalam menciptakan generasi baru yang tangguh.
Tantangan Pendidikan Bersistem Focus on SubjectÂ
Pendidikan bersistem focus on subject sebagai sistem baru pastilah terdapat benturan dengan hal lain. Salah satunya ialah benturan dengan generasi tua karena perbedaan persepsi dalam menyikapi tantangan pendidikan dewasa ini. Generasi muda lebih dekat dengan cita-cita, dan generasi tua lebih dekat dengan realitas. Maka kadang-kadang terjadi benturan-benturan karena yang satu terpesona oleh cita-cita, yang lain repot menghadapi realita. Problem pun berdatangan misalnya kekerdilan pandangan bahwa setiap menteri selalu memunculkan program baru semau gue, dan hanya berlaku ketika ia menjabat dan selesai ketika turun jabatan. Semua itu adalah tantangan yang perlu dijawab sedari awal. Maka sebelum sistem ini menjadi mata baru dalam wajah pendidikan kita, sistem ini perlu mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya ada di perkotaan melainkan juga di kampung-kampung, sebab di sanalah tolok ukur keberhasilan pendidikan tanah air.
Epilog
Kompleksnya permasalahan pendidikan Indonesia pada umumnya dan di Papua pada khususnya memerlukan sebuah upaya yang bukan hanya sekadar intensif melainkan juga integral. Tantangan pendidikan terus berputar pada siklus mendasar seperti ketersediaan tenaga guru, fasilitas sekolah, transportasi dan teknologi informasi yang minim. Persoalan ini terjadi antara orang berpendidikan dan orang yang belum tersentuh pendidikan yang layak. Orang berpendidikan ada di berbagai tempat, begitupun dengan orang yang tidak berpendidikan. Maka pendidikan adalah sebuah pertemuan di antara keduanya.
Sudah saatnya momen ini menjadi ajang kebangkitan generasi muda. Bukan saatnya lagi para generasi muda bertengkar dalam media sosial ketika mempersoalkan politik yang carut marut. Kita membutuhkan generasi muda yang peduli untuk berbondong-bondong memperbaiki pendidikan di kampung-kampung mereka sendiri. Persyaratan utama bagi generasi muda adalah turut terlibat. Sayangnya, banyak generasi muda yang lebih senang menjadi penonton dan hanya berharap. Ada keengganan kolektif untuk terlibat dan membantu. Keengganan dan skeptisisme  sering dilandasi  pandangan bahwa pendidikan adalah urusan kalangan atas, para menteri dan jajarannya. Padahal pendidikan adalah milik kita dan untuk kita. Semoga generasi muda menjadi kreator dan penerus sistem pendidikan focus on subject yang lebih mengena.
Referensi
Phoenix, Philip H. 1966. Philosophy Of Education. Holt, Rinehart And Winston: New York.