Pilihannya jelas: kita seharusnya menekankan dimensi masa depan, dimensi yang menghadapkan esensi masa lampau yang masih aktual hingga kini kepada tantangan yang akan kita hadapi di masa datang. Bagaimana menyikapi ekologi di hari esok. Benturan tidak bisa dihindari bila para perusak memotret ekologi dalam perspektif masa kini, sebaliknya kita memotret ekologi dalam perspektif masa depan. Jelas, selalu ada yang tidak benar dan relevan: jatuh dalam ekstrim yang memprihatinkan. Yang satu, menoleh dan mengagungkan masa kini demi melayani kepentingan sesaat, tanpa berpikir tentang masa depan. Yang lain berupaya mengisi, menyiasati masa depan.
Kualifikasi yang Dituntut
Berhadapan dengan tantangan atau krisis ekologi yang sekian berat, kaum muda harus memiliki kualifikasi-kualifikasi yang diandalkan demi meneruskan esensi ekologi yang bermartabat. Di sini, penguasaan dan pemahaman tentang ekologi mutlak diperlukan, malah menjadi kualifikasi vital yang dituntut. Kualifikasi ini penting karena ekologi adalah ideologi sekaligus masa depan. Ekologi memuat orientasi pada tindakan. Ia merupakan pedoman kegiatan untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Pemahaman tentang ekologi juga memberikan persepsi yang menyertai orientasi, pedoman dan komitmen yang berperanan penting dalam mewarnai sikap dan tingkah laku, ketika melakukan tindakan, kegiatan atau perbuatan dalam rangka mewujudkan atau merealisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ekologi itu sendiri.
Kualifikasi vital lain yang dituntut adalah pemilikan etos kerja. Etos kerja adalah sikap kehendak, sikap yang dikehendaki seseorang terhadap kegiatannya atau bagaimana ia menentukan sikapnya sendiri terhadapnya. Etos kerja juga merupakan suatu ekspresi sikap moral, sikap yang mutlak atau wajib. Etos juga merupakan sikap yang sudah mantap dan menjiwai orang atau sekelompok melakukan sesuatu secara tepat dan benar. Lantas, etos manakah yang harus dimiliki oleh kaum muda? Terdapat beberapa sikap yang diandalkan dan perlu dikembangkan antara lain: efisiensi, kerajinan, sikap tepat pada waktunya, kesederhanaan, kejujuran, sikap mengikuti ratio dalam mengambil keputusan dan tindakan, kesediaan untuk berubah, kegesitan, siap bekerja secara energetis, sikap bersandar pada kekuatan sendiri, sikap mau bekerja sama, kesediaan untuk memandang jauh ke depan (Myrdal, 1991).
Akhirnya, komunikasi menjadi kualifikasi terakhir yang perlu mendapat perhatian. Komunikasi ini terjalin baik di antara komunikasi kaum muda sendiri dan dengan pemerintah. Landasan komunikasi yang dipakai ialah komunikasi sebagai keterbukaan. Sebagai sebuah keterbukaan, maka komunikasi dituntut untuk bersikap terbuka kepada diri sendiri dan orang lain. Keterbukaan kepada diri sendiri mengandaikan adanya kepedulian terhadap kehidupan dan pertumbuhan ekologi dan juga perkembangan insaninya. Sedangkan keterbukaan kepada orang lain hadir secara nyata dalam keikutsertaan dalam pengalaman orang lain. Â Di sini, komunikasi mesti dilandaskan pada fakta dan kebenaran.Â
Fakta dan kebenaran mengantar setiap orang pada cita-cita bersama sebagai manusia di alam ini. Satu hal yang khas lagi adalah telah adanya management of differences (managemen perbedaan-perbedaan). Hal ini mengandaikan terdapat perbedaan antara kaum muda yang satu dengan lainnya. Maka, kepandaian generasi kaum muda untuk berbeda, harus disertai juga kepandaian untuk bersatu. Ketegangan-ketegangan di antara dua kepandaian itu adalah lumrah demi suatu dinamika integrative-konvergen. Pusat perhatiaan hendaklah berdasar bukanlah pada perbedaan-perbedaan dan konflik-konflik, justru sebaliknya dasar kita adalah penerimaan akan selalu tampilnya perbedaan dan munculnya perselisihan-perselisihan dan bagaimana mengatasinya.
Epilog
Ekologi adalah warisan. Dan kaum muda adalah pelaku sejarah bagi kelangsungan manusia. Persoalan akan menjadi serius ketika sebuah generasi merusak tatanan ekologi yang sebenarnya diperuntukkan bagi generasi mendatang. Apabila hal ini terjadi, ekologi menjadi slogan dari masa ke masa yang pada dasarnya kabur. Oleh karena itu berhadapan dengan krisis ekologi yang semakin kompleks, cara penyelesaiannya tidak cukup hanya melibatkan satu atau dua aspek dan disiplin ilmu. Penyelamatan ekologi memerlukan kerjasama antar komponen kaum muda, masyarakat dan antar para ahli dari berbagai latar belakang disiplin keilmuan. Dalam konteks ini keterlibatan para ahli hukum memiliki arti yang sangat strategis, karena untuk meningkatkan martabat ekologi tidak mungkin tanpa pengaturan hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H