Kegiatan Advokasi Kebijakan dan Pendampingan Layanan Perlindungan Perempuan Kewenangan Provinsi, Selasa (21/6/2022)
Pangkalpinang - Dr. Asyraf Suryadin, M.Pd Kepala DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengharapkan ke depan perempuan mendapatkan tempat lebih banyak di legislatif. Sehingga dapat meningkatkan indeks pemberdayaan gender di Bangka Belitung.
"Indeks pemberdayaan gender di provinsi kita menduduki urutan ke 33 dari 34 provinsi se-Indonesia," paparnya saat Kegiatan Advokasi Kebijakan dan Pendampingan Layanan Perlindungan Perempuan Kewenangan Provinsi, Selasa (21/6/2022).
Sebelumnya, kegiatan yang digelar di Hotel Soll Marina, Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah ini dibuka Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Yanuar, SH, MH.
Pada kesempatan ini dilakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara DP3ACSKB Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB tentang Penyusunan Perencanaan Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan serta Peningkatan Kualitas Keluarga.
Jika terjadi tindakan kekerasan terhadap perempuan, Asyraf menyarankan agar melaporkan ke pihak terkait. Jika kasus terjadi di kabupaten/kota, maka bisa dilaporkan ke dinas yang menangani urusan perlindungan perempuan setempat.
"Namun untuk kasus lintas kabupaten/kota atau lintas provinsi, maka bisa ditangani dinas kita. Dalam penanganan kasus, kita menyediakan bantuan visum secara gratis. Selain itu, kita juga menyediakan bantuan hukum dan tenaga psikolog," ungkapnya.
Tahun 2021, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan berusia di atas 18 tahun, untuk Kota Pangkalpinang tercatat ada 15 kasus, Kabupaten Bangka Tengah sembilan kasus dan Kabupaten Bangka Barat empat kasus.
Sedangkan di Kabupaten Bangka Selatan tercatat enam kasus, Kabupaten Bangka sebelas kasus, Kabupaten Belitung 23 kasus dan Kabupaten Belitung Timur ada lima kasus.
"Kita harap dengan meningkatnya indeks pemberdayaan gender, angka kekerasan terhadap perempuan menurun," harapnya.
Sementara Iche Margareth Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan  KemenPPPA RI mengatakan, pemerintah pusat hingga kabupaten/kota dapat menyediakan layanan bagi perempuan korban kekerasan.
"Layanan tersebut dapat diberikan melalui perangkat daerah yang membidangi urusan perempuan dan perlindungan anak," jelasnya.
Lebih jauh ia menambahkan, pemerintah daerah hendaknya dapat ikut mengawal dan memastikan dana alokasi khusus non fisik pelayanan perlindungan perempuan dan anak dapat dimanfaatkan dan dipertanggungjawabkan.
"DAK non fisik ini merupakan langkah awal untuk melakukan tanggung jawab dalam menyediakan layanan yang berkualitas bagi perempuan korban kekerasan," ungkapnya.
Saat sesi diskusi, Alta Fatra salah seorang peserta menanyakan mengenai tindak lanjut untuk melakukan perjanjian kerja sama mengacu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Menjawab pertanyaan tersebut, Iche Margareth mengatakan, sudah bisa melakukan MoU atau perjanjian kerja sama mengacu undang-undang tersebut.
"Diharapkan kerja sama jangan hanya bersifat dokumen, namun membuat perjanjian kerja sama bersifat aplikatif," sarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H