Mohon tunggu...
Hutri Cika Berutu
Hutri Cika Berutu Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada 2015

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Istana Maimun, Istana Tua di Abad 21

23 Oktober 2015   23:40 Diperbarui: 23 Oktober 2015   23:58 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak tahun 1946 sampai sekarang, Istana Maimun masih dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Pada waktu-waktu tertentu, keluarga Kesultanan sering mengadakan pertunjukan musik tradisional Melayu. Pertunjukan tersebut sudah menjadi tradisi bagi keluarga Kesultanan Deli yang menjunjung tinggi kebudayaan Melayu. Mereka mengadakan pertunjukan musik tradisional tersebut ketika ada anggota kesultanan yang menikah atau ketika ada acara sukacita lainnya, tak jarang masyarakat ikut diundang. Masyarakat juga mengatakan bahwa sampai saat ini, tradisi Sultan Deli yang mengadakan silaturahmi dengan sesama keluarganya masih berjalan sampai saat ini. Biasanya acara tersebut dilakukan dua kali setahun untuk menjaga keharmonisan keluarga.

Jika tadi dikatakan ada beberapa sumber memiliki pendapat yang berbeda tentang Istana Maimun, kali ini saya akan membahas dengan versi yang berbeda dari kedua versi sebelumnya.

Dalam hati kita mungkin bertanya, mengapa Belanda mau mendirikan istana yang sedemikian megah di Indonesia?

Perkembangan perkebunanan terutama perkebunan tembakau di Deli sangat pesat saat itu dan banyak investor asing yang berniat membuka lahan perkebunan di sana. Selain itu, banyak pula penduduk yang berdatangan dari daerah lain untuk mencari hidup yang lebih makmur, di antaranya adalah orang Cina dan Tamil. Karena banyak investor yang berminat, pemerintah Belanda mencoba menawarkan investasi yang terbaik untuk Kesultanan Deli.

Pemerinta Belanda kemudian membuat perjanjian pada tanggal 14 November 1875 agar Belanda dapat mengambil alih ‘pekerjaan’ di Kesultanan Deli untuk mengutip pajak dan bea cukai dari kerajaan Deli, dan Belanda akan memberi ganti rugi setiap tahunnya. Perjanjian yang terjalin antara pemerintahan Belanda dengan Kesultanan Deli tersebut resmi disetujui oleh pihak Sultan pada tanggal 14 November 1875 yang ditanda-tangani oleh Sultan Ma’mun Al Rasyid (sultan Deli ke IX), Tengku Sulaiman (Raja Muda), Datuq Setia Raja (Hamparan Perak), Datuq Abdul Rahman Sri Diraja (Sunggal), Datuq Ranta dan Datuq Rustam (Pejabat Suka Piring), dan kejuruan Muda dari Percut.

Sumber mengatakan bahwa Belanda mendirikan istana ini sebagai hadiah, karena Belanda merasa sangat berterima-kasih kepada Sultan Mahmud Al Rasyid atas ijin yang diberikan kepada Belanda untuk membuka lahan dan membuat perkebunan di wilayah Kerajaan Deli tersebut. Ketika Belanda menguasai Sumatera Timur, perkebunan tembakau dibuka secara luas. Tak ada yang menduga bahwa, dalam perkembangannya di kemudian hari, ternyata tembakau Deli ini sangat disukai di negeri yang menjadi jantung kolonialisme dunia, yaitu Eropa. Berkat perkebunan tembakau tersebut, sultan Deli yang berkongsi dengan Belanda dalam membuka dan mengelola lahan perkebunan kemudian menjadi kaya raya. Itulah sebabnya Belanda memberi hadiah kepada Kesultanan Deli.

Berdasarkan sumber yang diperoleh dari pemandu wisata yang bekerja di sana, dikatakan bahwa Istana Maimun sebenarnya dibangun oleh Belanda dengan membayar seorang arsitek dari Italia bernama T. H. Van Erp, bukan Ferrari. Jadi jelas bahwa T. H Van Erp ini bukanlah seseorang yang berkebangsaan Belanda, tetapi orang yang berkebangsaan Italia dan bekerja sebagai Konijnlijk Nederlands-Indische Leger (KNIL), atau tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Setelah Istana Maimun diresmikan, lalu seorang berkebangsaan Italia lain bernama Ferrari mendesainnya lagi agar bangunan ini menjadi lebih megah. Jadi, yang mendirikan Istana Maimun bukanlah Italia, tetapi Belanda dengan meminta bantuan arsitek asal Italia.

Jika kita masuk ke dalam istana, kita akan merasakan bahwa istana bernuansa Melayu tersebut memang kuat dengan pengaruh Islam. Ini terlihat di di beberapa bagian atap istana yang melengkung membentuk kurva atau arcade dengan ketinggian sekitar 5-8 meter. Lengkungan ini dikenal dengan sebutan pilar lengkungan Persia yang juga populer di Turki, Timur Tengah, sdan India. Pintu bergaya Spanyol juga menjadi bagian yang menambah daya tarik Istana Maimun. Selain itu, kita juga bisa melihat bahwa ada perpaduan budaya Belanda yang terlihat dari perabotan istana seperti kursi, meja, dan lemari Bahkan ketika memasuki bangunan induk, kita juga akan melihat prasasti berbahasa Belanda dan Melayu yang terdapat pada sekeping marmer di kedua tiang ujung tangga naik. Tulisan tersebut berisi : “De Eerste Steen Van Dit Gebouw, Is Gelegd Op Den 26 Augustus 1888 Door Z.H.Den Sultan Van Deli, Mahmoed El Rasjid Perkasa Alamsja.” Tulisan tersebut membuktikan, peletakan batu pertama pembangunan Istana Maimun dilakukan pada tanggal 26 Agustus 1888 oleh Sultan Mahmud Al-Rasyid Perkasa Alam.

Namun di balik kemegahan itu, ternyata Istana Maimun menyimpan sebuah legenda yang menyertai terbentuknya istana itu. Pernahkah kalian mendengar tentang kisah Meriam Puntung?

Meriam Puntung merupakan salah satu peninggalan unik dari Kesultanan Deli yang sampai sekarang masih menjadi teka-teki sebab adanya benda tersebut di sana. Benda bersejarah ini memiliki kisah yang sampai sekarang masih dipercaya masyarakat dan belum diketahui. Menurut cerita dari mulut ke mulut, Meriam Puntung juga erat kaitannya dengan Kerajaan Aceh (sebelum Kerajaan Aceh mendirikan Kesultanan baru, yaitu Kesultanan Deli). Suatu hari seorang raja dari Kerajaan Aceh mendengar kabar bahwa ada seorang putri yang cantik di Kerajaan Aru, yakni Putri Hijau. Ia memiliki dua saudara laki-laki.

Karena kecantikannya yang tersebar kemana-mana, Raja Aceh pun berniat untuk mempersunting Putri Hijau tersebut. Namun, ketika Raja Aceh datang melamarnya, sang putri pun menolak. Hal ini membuat Raja Aceh marah, tidak terima karena ia merasa harga dirinya terinjak-injak. Maka terjadilah perang. Ternyata, dalam perang tersebut kerajaan Aru kalah. Hal ini membuat adik dari Putri Hijau yang mempunyai kesaktian marah, lalu ia menjelma menjadi meriam. Ia menembak ke segala arah sampai akhirnya ia (meriam jelmaan adik Putri Hijau) meletus dan terbagi dua. Bagian depannya terpental ke Tanah Karo, sedangkan bagian sisanya terlontar ke Labuhan Deli, dan kini berada di halaman Istana Maimun Medan. Setelah meriam tersebut pecah, maka adik Putri Hijau yang lain berubah menjadi seekor naga, lalu membawa Putri Hijau pergi entah ke mana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun