Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan. Kita sebagai masyarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai moralitas yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh membiarkan hal-hal melenceng seperti ini terjadi. Walaupun praktik nepotisme dalam perekrutan dapat memiliki dampak yang positif, kita harus aware bahwa melakukan praktik nepotisme ini dapat membawa ketidakadilan bagi masyarakat yang lain. Jangan sampai kita malah jadi menormalisasi hal-hal yang tidak seharusnya untuk dilakukan.Â
Meningkatkan kualitas diri tetap menjadi fokus utama bagi seluruh insan di dunia agar bisa terhindar dari perlakuan-perlakuan curang yang kurang adil yang dapat dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak mementingkan moralitas dan keadilan. Lagipula, ketersediaan lapangan kerja juga masih terbuka lebar. Tidak perduli apapun gendernya, yang dipentingkan tetaplah kualitas diri, latar belakang pendidikan, dan kemampuan yang dimiliki.Â
Gender sudah tidak berpengaruh karena sekarang ini di seluruh dunia sudah mulai menyadari akan pentingnya kesetaraan gender. Tidak terkecuali untuk Indonesia yang pada berita resmi statistik No. 37/05/XXVII, 6 Mei 2024 menyatakan bahwa Indeks Ketimpangan Gender Indonesia setiap tahunnya mengalami penurunan.
Oleh karena itu, didukung dengan fasilitas digital dan internet yang kian canggih, tingkat kesetaraan gender yang kian naik, sudah tidak terdapat lagi alasan untuk kita semua hanya bersandar pada satu pintu untuk mendapatkan pekerjaan melalui proses nepotisme. Apalagi nepotisme yang didasari oleh unsur keserakahan pada kekuasaan yang secara praktis marak terjadi di kalangan masyarakat.Â
Mari kita sama-sama menjunjung tinggi moralitas dan tanggung jawab sosial terhadap sesama dengan melakukan praktik rekrutmen kerja dengan didasarkan oleh proses kompetisi yang sehat.
#statisticsdatacamp2024 #pojokstatistik #hsn2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H