Secarik kain pentup wajah muslimah atau yang di dalam bahasa Arab disebut dengan niqab atau cadar yang dikenal dalam bahasa Indonesia, kian dibatasi dalam dunia akademisi. Bahkan ironisnya pelarangan tersebut dilakukan di kampus Islam negeri, padahal semestinya kampus Islam yang merupakan wadah atau institusi yang memberikan ruang bagi civitas akademikanya untuk menjalankan syariat agama yang menjadi prinsipnya sekaligus menjadi pusat peradaban Islam khususnya di negeri kita tercinta Indonesia ini.
Cadar sendiri merupakan pengamalan dari sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa dan juga termaktub dalam Pasal 29 ayat (1), Negara Berdasar Atas Ketuhanan Yang Maha Esa yaitu, ia mengamalkannya karena ia menjalankan sesuatu yang ada di dalam syariat Islam yang agung, terlepas dari perbedaan pendapat ulama apakah ia wajib ataupun sunnah yang diutamakan.
Dan ia juga merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia, yang mana seseorang diberikan kebebasan untuk menjalankan keyakinannya dan juga diatur dalam hukum positif negara, sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (2), Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Namun, keinginan seseorang untuk menjalankannya tidaklah serta merta dibatasi hanya dengan dalih kekhawatiran ditunggangi pemikiran radikalisme dan terorisme.
Penulis terlebih dahulu mengangkat dalil hukum positif mengenai kebebasan yang diberikan oleh negara untuk menjamin warganya dalam menjalankan keyakinan yang dianutnya, karena mereka senantiasa menuding bahwa orang yang menjalankan syariat Islam secara kaffah, mencoba menjalankan ketaatan kepada Rabb-Nya, Allah Rabbul ‘Alamin adalah orang-orang yang anti Pancasila dan NKRI.
Padahal Wallahi, kamilah ummat Islam yang paling terdepan dalam mengamalkan isi dari Pancasila tersebut dan tidak ada dari kelima poin di dalam ajaran Islam yang syamil wa kaamil ini yang tidak sejalan dengannya. Bahkan negara ini merdeka adalah buah dari perjuangan para syuhada pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raga dan hartanya untuk melepaskan negeri ini dari belenggu penjajahan.
Jikalau karena ulah segelintir orang yang bercadar melakukan aksi terorisme, tentu bukan sesuatu yang fair untuk menggeneralisir seluruh muslimah yang bercadar adalah pastilah seorang radikal dan teroris. Islam sendiri merupakan agama keselamatan, berasal dari kata salama yaitu, selamat, yang dapat dipahami bahwa Islam merupakan agama yang membawa jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
Pemeluk Islam yang disebut Muslim disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya No. 10 dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma bahwa,”seorang muslim adalah seorang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. Hal tersebut sudah cukup menunjukkan bahwa kekerasan atau yang familiar disebut dengan tindakan anarkis dan teror bukanlah ajaran Islam yang mulia ini dan aksi segelintir dari mereka tidaklah menjadi pembenaran untuk menjustifikasi Islam dan Muslim sebagai pelakunya.
Kembali ke pembahasan utama mengenai cadar, penulis akan membawakan dalil mengenai disyariatkannya penggunaan cadar bagi muslimah yang dibahas dalam kitab fikih empat imam madzhab, terlebih lagi keempatnya Rahimahumullah menganjurkan muslimah untuk memakai cadar bahkan ada yang sampai kepada anjuran wajib yan tentunya mereka berdalil dari al-Quran dan as-Sunnah. Kami khusus mengambil pendapat madzhab Syafi’i karena penduduk negeri ini yang mayoritas muslim mengaku bermahdzab dengannya. Terlebih dahulu kami bawakan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS. al-Ahzab: 59,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَن يُعۡرَفۡنَ فَلَا يُؤۡذَيۡنَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٥٩
59. Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Salah seorang tokoh ulama madzhab Syafi’i yang terkemuka, Jalaluddin al-Muhalli Rahimahullah mengatakan,