Kau tolak
Aku sesak
Kau hadang
Aku berang
Kau benci
Aku mengerti
Meski kata katamu bening
Tapi dadaku terlanjur merinding
Meski ujaranmu berbunga cantik
Entah mengapa aku terusik
Di depan meja
Pernahkah kita bercakap tatap muka
Kau seolah paham aku
Mengenalku hingga mengira telah menguliti profilku
Bolehlah kau tidak sadar lebat Surai daguku
Aku heran, kotor hatiku engkau tahu
Muasal kita tidak berbeda
Ciptaku, ciptamu, sama
Engkau melagukan kuÂ
Di depan ribuan pasang mata
Untuk kemudian melirikku sadis
Sebenarnya, aku sudah heran dari dulu
Kemana makhluk bernama toleranÂ
Padahal kemarin kulihat kau bawa jajakan ia pada pucuk hidung tetanggaku,Â
Berlainan rahim, selalu sedia belati belakang punggungnya,
Tak kau lihat, karena ditabiri lengkung sabit antara dua pipi menyambutmu depan teras
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H