Kini yang terjadi adalah kebalikannya. Pasca pensiun Xavi hernandez musim lalu dan musim terakhirnya Andres iniesta tahun ini, seolah Barcelona kehilangan kader untuk menggantikan keduanya sebagai pangeran lapangan tengah. Lain halnya dulu saat Xavi dan Iniesta muda dikader untuk mengisi posisi yang akan ditinggalkan Philipp Cocu dan Guardiola di lini tengah Barcelona.
Sampai dengan saat ini, rasanya sudah mulai sedikit akademi sepakbola yang bisa melahirkan calon pemain professional. Setiap tim berlomba-lomba untuk bersaing dalam bursa transfer pemain di musim panas. Bukan lagi berlomba-lomba untuk mencetak calon-calon pemain terbaik dari akademi mereka.
Bahkan mindset dari beberapa pemain sepakbola professional kini banyak yang berubah. Alih-alih mengerjar karir mereka dalam dunia sepakbola, mereka justru banyak yang pindah ke liga amatir namun gaji yang mereka dapat sangat besar. Seperti Oscar, Carlos Tevez, Pepe, dan Hulk.
Selain transfer besar-besaran tersebut, ada hal lain yang dicurigai mencoreng nilai sportifitas dalam dunia sepakbola, yaitu skandal pengaturan skor. Para penikmat sepakbola mungkin masih ingat bagaimana Juventus bisa terdegradasi ke Serie B pada tahun 2006 karena kasus suap dan pengaturan skor, atau yang lebih akrab disebut calciopoli.
Saya pernah membaca beberapa artikel tentang skandal pengaturan skor, tepat saat Juventus terkena kasus tersebut. Sebagai salah satu fans dari tim sepakbola asal kota Turin, Italia tersebut, saya hanya ingin mengetahui bagaimana proses yang terjadi di dalamnya sehingga hal ini bisa menimpa Juventus.
Pada skandal pengaturan skor, ada empat pihak yang terlibat. Satu pihak terlibat secara langsung, yaitu bandar judi, dan tiga lainnya terlibat secara tidak langsung, yaitu wasit, pelatih, dan pemain. Adapun hal yang melatar belakangi skandal pengaturan skor ini adalah uang. Sepakbola adalah olahraga yang paling diminati diseluruh penjuru dunia.Â
Minat yang tinggi tentu berkorelasi dengan angka bursa judi bola yang semakin melambung tinggi. Disini bandar judi mulai memainkan peran. Berbekal posisinya sebagai stakeholder pundi-pundi uang, bandar akan bekerja sama dengan beberapa pihak yang dirasa mampu mendukung visinya. Mereka adalah wasit, pelatih, dan pemain. Namun bukan berarti ketiganya akan mampu disuap.Â
Hanya ada segelintir yang mampu diajak kerjasama. Mereka adalah wasit, pelatih, dan pemain yang terlibat dalam liga-liga yang tidak terlalu terkenal. Sebab wasit-wasit di liga top eropa telah memiliki sertifikasi dari UEFA dan mayoritas bertindak professional.
Namun, melihat kasus yang terjadi pada Juventus tahun 2006. Bukan tidak mungkin skandal pengaturan skor yang saat itu sudah mewabah sampai ke Liga Italia, kini akan semakin mewabah ke liga-liga top eropa. Minimnya esensi akan sportifitas dalam sepakbola tentunya akan mempengaruhi kualitas dari suatu pertandingan sepakbola. Bukan tidak mungkin. Bisa jadi saat ini skandal pengaturan skor sudah menjamur sampai Liga Champions Eropa atau bahkan Piala Dunia yang saat ini sedang kita nikmati bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H