Pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bagi wilayah yang masuk dalam zona merah penyebaran massif Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia. Sebagaimana pernyataan Presiden Joko Widodo tertanggal 31 Maret 2020 bahwa “menghadapi wabah Covid-19 ini, pemerintah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat.
Untuk mengatasinya, opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, sesuai UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan”. Pelaksana UU tersebut ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar. Hal ini dilakukan dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 yang ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2020 dengan penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6487.
Adapun provinsi pertama yang diberlakukan kebijakan ini adalah DKI Jakarta. Hal ini menjawab teka-teki kebijakan apa yang akan diputuskan pemerintah untuk memutus mata rantai banyaknya kasus dan jatuhnya korban akibat virus tersebut di ibukota negara tersebut.
Alasan lainnya dikarenakan penyebaran dengan jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan dengan tindakan salah satunya melalui PSBB.
Sekedar mengingatkan wacana kebijakan sebelumnya yang muncul adalah karaktina wilayah. Karantina Wilayah lebih menekankan pada pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Sebaliknya PSBB sebagai pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.
Jadi, PSBB adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi dan mencegah kemungkinan penyebaran (Covid-19). Hampir sama dengan karantina wilayah bahwa kebijakan PSBB ini bertujuan untuk mencegah semakin meluasnya penyebaran penyakit yang tergolong dalam Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang sedang terjadi antar orang di suatu wilayah tertentu.
Meskipun ada pembatasan kegiatan dalam masyarakat, akan tetapi kebijakan ini harus tetap mempertimbangkan kebutuhan pendidikan, produktivitas kerja, dan ibadah penduduk.
Selain itu, pembatasan ini akan disertai dengan peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Sama halnya dengan kegiatan yang sudah dilaksanakan warga masyarakat selama ini, yakni Berdiam Diri di Rumah (Stay at Home) dengan belajar, bekerja, dan beribadah semuanya dari rumah.
Lalu, apa dampak dan istimewanya kebijakan PSBB bagi masyarakat? Sebab sebagian masyarakat mulai jenuh dengan aktivitas di rumah saja dan tidak ada pemasukan bagi pekerja serabutan, sedangkan masyarakat sangat perlu memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti pelayanan kesehatan, pangan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya.
Jika Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 sebagai salah satu dasar pemberlakuan PP tersebut, yakni pada Pasal 55 ayat (1) disebutkan bahwa “selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat”. Tanggung jawab dalam penyelenggaraan Karantina Wilayah dilakukan dengan melibatkan Pemerintah Daerah dan pihak yang terkait. Menjadi pertanyaan apakah PSBB ini juga mengatur hal yang demikian termasuk kebutuhan dasar warga masyarakat?
UKK dan PPDB Terdampak PSBB
Sebagaimana diketahui bahwa Covid-19 telah dinyatakan WHO sebagai penyakit pandemi sehingga pemerintah perlu melakukan upaya penanggulangan agar tidak terjadi peningkatan kasus.
Pertimbangan pemberlakuan PSBB di sutau wilayah tentu harus memenuhi kriteria, yakni jumlah kasus dan/ atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah dan terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain. DKI Jakarta termasuk di dalamnya, sebab lebih dari setengah kasus dan korban meninggal dunia terjadi di sana.
Bagaimana dengan provinsi Sumatera Selatan dan lainnya? Berdasarkan rencana pemberlakuan PSBB di ibukota tersebut akan dimulai tanggal 10 April 2020. Sehingga diperlukan penegakan tegas dengan kekuatan mengikat bagi seluruh warga masyarakat yang akan ditingkatkan untuk mengendalikan merebaknya virus ini.
Pemberlakuan PSBB ini nantinya akan berdampak pada penutupan fasilitas dan akses umum, seperti tempat hiburan, taman kota, balai pertemuan, ruang terbuka hijau, sarana rekreasi, gedung olahraga, museum, transportasi dan sebagainya.
Terkait kegiatan sosial seperti pernikahan pemerintah tidak melarang tetapi hanya akad nikah yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama dan meniadakan resepsi atau sedekah untuk sementara. Namun, ada juga pengecualian dari pemberlakuan kebijakan ini, antara lain sektor kesehatan, sektor pangan makanan minuman, sektor energi (air, listrik, SPBU), sektor komunikasi, sektor keuangan, sektor logistik distribusi barang, dan sektor keseharian (warung/toko kelontongan), terakhir sektor industri strategis.
Sektor lain terutama sektor kesehatan dan organisasi sosial tetap diizinkan beroperasi seperti biasa. Hal ini juga berdampak pada bidang pendidikan, terutama kegiatan belajar mengajar yang selama ini telah dialihkan dari sekolah ke rumah akan dilanjutkan atau diperpanjang kembali dalam dua pekan ke depan.
Berarti aktivitas pembelajaran dan penilaian kemungkinan besar tahun ini akan diselesaikan semuanya melalui sistem jarak jauh dalam jaringan (online). Setelah UN dibatalkan akankah Ujian Kenaikan Kelas juga ikut dibatalkan? Ahh tentu itu tidak.
Selanjutnya, harus dilihat pula apa dampak yang akan ditimbulkan setelah pemberlakuan PSBB terhadap proses pendidikan di Indonesia. Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19) tertanggal 24 Maret 2020.
Hal ini berkenaan dengan semakin massifnya penyebaran virus corona yang terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tujuannya adalah demi menjaga kesehatan lahir dan bathin para siswa, guru, kepala sekolah, dan seluruh warga sekolah, akhirnya pemerintah membatalkan Ujian Nasional Tahun 2020.
Konsekuensi kebijakan ini adalah UN tidak menjadi syarat kelulusan atau UN tidak menjadi syarat seleksi masuk jenjang pendidikan lebih tinggi, misalnya lulusan SD masuk ke SMP dan seterusnya sampai ke pendidikan tinggi. Hal ini juga berdampak pada pelaksanaan Ujian Kenaikan Kelas (UKK) jenjang SD/SMP/SMA/SMK sederajat yang akan dilaksanakan pada akhir Mei dan awal Juni.
Berdasarkan edaran Mas Menteri untuk kenaikan kelas akan dilaksanakan dengan ketentuan bahwa:
(1) Ujian akhir semester dalam bentuk tes untuk kenaikan kelas tidak boleh dilakukan kecuali yang telah dilaksanakan sebelum terbitnya edaran Mendikbud;
(2) Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dapat dilakukan dalam bentuk portofolio nilai raport dan prestasi siswa lainnya yang diperoleh sebelumnya, pemberian penugasan jarak jauh, tes atau ujian daring, dan/atau bentuk asesmen/penilaian jarak jauh lainnya;
(3) Ujian akhir semester untuk kenaikan kelas dirancang untuk mendorong aktivitas belajar yang bermakna dan tidak perlu mengukur ketuntasan capaian kurikulum secara menyeluruh. Belajar daring dari rumah tetap dilaksanakan.
Selain itu, ada pergeseran jadwal Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini. Mengingat tidak semua sekolah dapat melaksanakan proses PPDB daring (online) melalui website masing-masing, maka harus datang langsung ke sekolah yang dituju tersebut. Kemendikbud melalui Pusat Data dan Informasi telah menyediakan bantuan teknis bagi daerah yang memerlukan mekanisme PPDB secara daring.
Jika memang PSBB ini berdampak baik untuk memutus penyebaran massif Covid-19 dan keberlangsungan proses pendidikan di Indonesia, maka tentu kebijakan ini perlu didukung dan dilaksanakan bersama seluruh masyarakat. Mengenai sanksi PSBB terdapat pada Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 dengan ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Kita tetap berdiam di rumah. (HK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H