Mohon tunggu...
Husnaini Novitasari
Husnaini Novitasari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswa

Maju kedepan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Konflik Agama dalam Kehidupan Sosial Masyarakat

19 Juni 2019   15:13 Diperbarui: 28 Juni 2021   08:16 14700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konflik Agama dalam Kehidupan Sosial Masyarakat | Satu Harapan

Pada dasarnya, apabila merujuk pada al-Qur'an, banyak indikasi yang menjelaskan adanya faktor konflik yang ada di masyarakat. Secara tegas al-Qur'an menyebutkan bahwa faktor faktor konflik itu sesungguhnya berawal dari manusia. Misalnya dalam surat yusuf ayat 5, sebagai berikut:

5.  Ayahnya berkata: "Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan)mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia" (Kahmad, 2002:148).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa ada sesuatu didalam diri manusia yang selalu berusaha menarik dirinya untuk menyimpang dari nilai-nilai dan norma agama. Atau secara lebih tegas disebutkan bahwa kerusakan bisa berbentuk kerusuhan, demonstrasi, dan lain-lain diakibatkan tangan manusia. 

Maka dapat disimpulkan bahwa penyebab konflik agama adalah penganutnya bukan agamanya, untuk mengidentifikasikan timbulnya konflik. Penganut agama tentu manusia, dan manusia adalah bagian dari masyarakat. Maka masyarakat akan menjadi lahan konflik dalam tataran kehidupan sosial. Anggapan bahwa dirinya paling berkuasa dan kaum mayoritas yang menguasai kaum minoritas, ini juga berlaku dalam bidang agama baik antar agama ataupun antar aliran.

Dibawah ini unsur-unsur yang mempertajam konflik, sebagai berikut:

Konflik ideologis yang mendasar karena rasa tidak senang terhadap nilai-nilai kelompok lain.

Sistem stratifikasi sosial yang berubah dan mobilitas satatus yang cederung untuk memaksakan adanya kontak diantara individu-individu dan kelompok-kelompok yang secara sosial dulunya sedikit banyak terpisah.

Perjuangan mencapai kekuasaan politik yang semakin tajam untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial yang cenderung mencapur-aduk perbedaan-perbedaan agama dengan kepentingan politik.

Kebutuhan mencari kambing hitam untuk memusatkan ketegangan akibat perubahan sosial yang begitu cepat (Robertson, 1995:214).

Menurut Heiler, orang yang mengakui kesatuan agama, harus memegangnya dengan serius dengan toleransi dalam kata-kata dan perbuatan. Disini Heiler melihat betapa dekatnya agama-agama itu satu sama lainya, dengan membandingkan strukturnya, keyakinan, dan amalan-amalanya, dia dibawa pada suatu yang melampaui semua namun tetap imanen dalam hati manusia. 

Baca juga: Rusuh Aceh Singkil Bukan Semata Konflik Agama, Ada Yang Memukul Gendang Agar Kita Menari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun