Bagi penduduk kawasan perkotaan, mungkin yang dibayangkan saat mendengar kata desa adalah keterbelakangan dalam taraf hidup, teknologi, dan pendidikan.Â
Hal-hal itu pula yang saya bayangkan saat mendengar kabar bahwa akan diadakan kegiatan "Live In" di suatu desa di daerah provinsi Yogyakarta. Namun ternyata hal-hal tersebut tidaklah benar dan sangat jauh dari kenyataan yang ada.
Pada tanggal 19 Oktober 2018, kami mahasiswa program studi manajemen Unika Atma Jaya berangkat dari Jakarta dan BSD menuju ke desa Sendang Mulyo yang berada di daerah Sleman. Kami berangkat pada pukul 14.00 WIB. Perjalanan kami memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 14 jam.
Kami sampai di desa Sendang Mulyo pada tanggal 20 Oktober 2018 pukul 04.05 WIB. Saat kami sampai, langit masih gelap dan banyak mahasiswa yang masih dalam keadaan mengantuk.
 Sesampainya di desa Sendang Mulyo, agenda kami yang pertama adalah mengikuti acara penyambutan di balai desa. Kami 'pun dibuat menunggu cukup lama sampai sekitar pukul 06.00 di balai desa.Â
Pada sekitar jam 6 pagi, pak kepala desa datang dengan beberapa kepala dukuh untuk memberi kata sambutan dan menerima kunjungan kami secara simbolik. Setelah rangkaian acara penyambutan selesai, kami semua pergi ke pedukuhan masing-masing.
Kami pergi dengan menggunakan mobil pick up. Kelompok saya ditempatkan di dukuh Sembuhan Lor. Di dukuh ini, ternyata kebanyakan penduduknya beragama Katolik. Kelompok saya sampai di rumah tempat kami singgah pada pukul 8 pagi. Sesampainya di depan rumah persinggahan, kami disambut ramah oleh pemilik rumah tersebut. Namanya adalah Mbah Suwar. Beliau merupakan seorang nenek yang bisa dibilang cukup tua namun masih sangat ramah dan memiliki semangat yang tinggi. Kami memanggil beliau dengan sebutan "Mbah".Â
Di rumah tersebut, Mbah tidak tinggal sendiri. Beliau ditemani oleh anaknya yaitu Ibu Sutarmi. Karena Mbah Suwar tidak bisa berbicara Bahasa Indonesia, maka Ibu Sutarmi bertindak sebagai penerjemah. Hal ini sangat membantu kami dalam berkomunikasi dengan Mbah Suwar.
Pada sekitar jam 9 pagi, kami sudah selesai beres-beres dan bersiap untuk berkegiatan. Namun ternyata pada hari tersebut Ibu Sutarmi tidak bekerja, maka kami menggunakan waktu yang ada untuk beristirahat setelah perjalanan panjang.Â
Pada sekitar pukul 12 siang, Ibu Sutarmi menawarkan kami untuk makan siang bersama. Saat makan siang, beliau mengajak kami untuk berkeliling desa pada sore hari.
Sekitar jam 3 sore, kelompok saya dan Ibu Sutarmi berjalan berkeliling dukuh Sembuhan Lor. Ternyata Ibu Sutarmi memiliki dua petak sawah yang cukup luas. Beliau mempekerjakan dua orang buruh untuk menanam padinya.
 Di sepanjang jalan, kami melewati banyak rumah warga yang dipenuhi oleh orang-orang dengan beragam mata pencaharian. Kami mampir di rumah pengrajin keranjang bambu, pembuat minyak kelapa sawit, dan peternak binatang. Hal ini sangat menarik bagi kami. Tidak banyak kesempatan kami untuk bisa melihat proses pekerjaan semacam ini di Jakarta.
Setelah berkeliling, kami mampir sebentar ke pinggir jalan raya untuk melihat rombongan merti deso yang berkeliling desa dengan gunungan yang terdiri dari hasil panen masyarakat desa Sendang Mulyo.
Kegiatan kami pada hari itu ditutup dengan menonton pertunjukan wayang di balai desa yang dimulai pada pukul 10 malam. Kami memang tidak menonton sampai selesai, tetapi kami sempat merasakan kemeriahan dan semangat yang ditunjukan para penduduk desa terhadap acara yang dilaksanakan. Setelah selesai menonton pewayangan tersebut, kami kembali ke rumah Mbak Suwar dan beristirahat.
Pada keesokan harinya yaitu tanggal 21 Oktober 2018, kami mengikuti kegiatan senam yang dimulai sekitar jam 3 atau 4 sore. Acara senam tersebut dilakukan seminggu sekali. Peserta senam tersebut kebanyakan merupakan lansia.Â
Namun, mereka tetap penuh semangat dalam mengikuti kegiatan senam dan membuat kami ikut bersemangat pula. Kegiatan tersebut cukup menyenangkan dan menghibur kami.
Pada malam harinya, kelompok-kelompok yang singgah di Sembuhan Lor berkumpul di rumah Pak Kepala Dukuh untuk berbincang-bincang dengan beliau tentang dukuh Sembuhan Lor.Â
Kami bertanya tentang sejarah desa Sendang Mulyo, sejarah Sembuhan Lor, cerita wayang yang ditampilkan di hari sebelumnya, dan kisah-kisah yang ada di desa Sendang Mulyo maupun dukuh Sembuhan Lor.Â
Kegiatan tersebut berlangsung dengan teratur dan diikuti pula oleh para dosen pembimbing kami. Kami mendapatkan banyak informasi yang sangat menambah wawasan kami dari kegiatan tersebut. Setelah itu, kami pulang ke rumah singgah masing-masing dan tidur malam.
Keesokan harinya, saya dibangunkan oleh teman-teman kelompok lain pada pukul 5 pagi. Mereka mengajak saya untuk jalan pagi berkeliling Sembuhan Lor. Saya langsung terbangun dan ikut berkeliling dengan mereka sementara teman kelompok saya tinggal di rumah karena masih terlelap. Keadaan pada jam 5 pagi di desa ini sudah terasa seperti jam 7 pagi di Jakarta.Â
Langit sudah terang dan orang-orang sudah memulai kegiatannya pada hari itu. Kami berjalan cukup lama dan melihat banyak anak-anak yang menuju ke sekolah karena hari itu merupakan hari Senin. Setelah berjalan kira-kira satu jam, kami kembali ke rumah singgah masing-masing dan bersiap untuk beres-beres karena kami akan pulang pada hari itu.
Pada pukul 11 pagi, kelompok saya berpamitan dengan Mbah Suwar dan Ibu Sutarmi. Sangat berat bagi kami untuk pergi karena 3 hari ke belakang sangat menyenangkan. Tetapi kami tidak bisa tetap tinggal di situ.Â
Setelah berpamitan, kami menuju ke rumah kepala dukuh untuk menunggu mobil jemputan yang akan mengantar kami menuju ke balai desa. Setelah menunggu kira-kira satu setengah jam, akhirnya mobil tersebut datang dan kami menuju ke balai desa.
Sesampainya di balai desa, kami dikumpulkan untuk mengikuti kegiatan pelepasan dan penutupan acara. Pak Kades memberikan kata-kata perpisahan kepada kami dan menerima bingkisan dari Atma Jaya sebagai kenang-kenangan. Setelah acara penutupan tersebut selesai, kami naik ke bis masing-masing dan pulang ke BSD. Kami sampai di BSD pada tanggal 23 Oktober 2018 sekitar pukul 6 pagi.
Kegiatan Live In ini benar-benar mengubah perspektif saya tentang kehidupan pedesaan. Ternyata masyarakat pedesaan 'pun sudah maju dan tidak kalah dengan orang-orang kota. Bahkan, mereka cenderung lebih ramah dan hangat daripada orang-orang yang tinggal di perkotaan. Kegiatan Live In ini merupakan kegiatan yang sangat seru dan berarti bagi saya maupun teman-teman yang lainnya.Â
Saya sangat berterima kasih kepada Unika Atma Jaya karena telah mengadakan kegiatan ini. Jika ada kesempatan, saya sangat tertarik untuk bisa kembali mengikuti kegiatan yang serupa di masa depan. Sungguh pengalaman yang sangat menyenangkan.
-Derion Yesaya   Â
2018-0151-0059
2018-0151-0059
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H