Bisa jadi, BPOM mengeluarkan izin dalam jangka waktu tertentu. Bila dalam waktu tertentu tersebut masih berlaku maka tidak ada pemeriksaan lagi.Â
Sehingga kode sudah ada pemeriksaan BPOM masih tercantum pada obat tersebut. Bila seperti ini yang terjadi maka sangat disayangkan. Semestinya setiap saat produk tetap secara kontinyu sebelum diedar diujikan dulu oleh BPOM sebagai Lembaga yang memiliki otoritas tersebut. Apalagi menyangkut obat anak-anak.
Bila kemudian, memang setiap saat diproduksi ada dilakukan pemeriksaan oleh BPOM dan ternyata dalam obat anak yang beredar masih mengandung zat berpotensi toksik yang sudah dilarang justru oleh BPOM sendiri.Â
Maka dapat dinyatakan ada kelalaian yang perlu pertanggungjawaban. Meskipun kemudian, BPOM sendiri yang menyatakan untuk menarik semua obat seperti yang diberitakan oleh semua media saat ini. Arti ada something wrong disini.
Kedua, bisa jadi tanpa sepengetahuan BPOM perusahaan farmasi yang memperoduk sejumlah obat anak yang bermasalah itu meningkat kjonsentrasi pelartut yang berbahaya itu untuk memudahkan larutan zat-zat obat. Sebab, ada informasi bahwa pengunaan etil glikol dalam konsentrasi rendah tidak berbahaya.Â
Meskipun sebenarnya sedikit saja tidak boleh digunakan bila sifat sebuah pelarut atau zat tambahan berpotensi toiksit atau membahayakan atau mmeberi efek samping yang fatal bagi penggunanya apalagi untuk anak-anak yang secara metabolisme tubuh masih lemah.
Ketiga, tidak mengunakan zat-zat yang sudah dinytakan dalam kategori berbahaya namun ketika digunakan berpotensi bereaksi menghasilkan zat beracun. Kemungkinan semacam ini mungkin bisa saja terjadi karena sebuah reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk konsentrasi zat yang digunakan.
Bila kemudian memang ada sesuatu yang salah dalam produksi obat anak-anak memang perlu kita sesalkan. Apalagi ini menyangkut nyawa anak-anak yang notabenenya adalah generasi muda bangsa.
Sesungguhnya sebelum ada penelitian yang akurat kita tidak tahu apa yang sedang terjadi di negeri yang kita cintai ini (**dj).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H