Pertanyaan awam kita, kenapa berani-beraninya mereka dengan serta merta membakar hutan dengan cara membabibuta? Kenapa tidak sedikitpun takut, bukankah sebelumnya pemerintah telah mengancam mereka-mereka yang membakar hutan akan dikenakan hukuman? Tetapi kenapa itu terjadi berulang-ulang terjadi setiap tahunnya. Bahkan dalam satu tahun bisa terulang sampai dua kali.
Lalu tidak salah bila banyak orang yang spekulasi bahwa mereka tidak takut karena mereka memiliki beking yang kuat. Bukankah saat ini, karena ada beking, anak kemarin sore berani menampar polisi lalu lintas yang berseragam.
Bila spekulasi itu bukan, lantas kenapa bisa terjadi berulang-ulang. Akhirnya kita khwatir, jangan-jangan memang mereka berani karena mereka tahu bahwa dalam hutan tidak hadir negara. Karena dalam hutan tidak hadir negara, lantas kepada siapa mereka takut.
Paling kurang, mereka tahu meskipun negara hadir dalam hutan tetapi negara masih sangat lemah dihadapan mereka. Bisa jadi negara lemah karena: Pertama, personil penjaga hutan masih sangat minim.
Kedua, meskipun (mungkin) personil penjaga hutan banyak. Namun (maaf) mental-mental mereka belum begitu mantap (masih cepat goyah), sedikit gertakan apalagi digertak pakai duit mereka takut atau diam-diam saja pura-pura tidak tahu menahu.Â
Ketiga, berkaitan dengan sanksi atau hukuman yang diberikan tidak membuat mereka pembakar hutan tidak merasa jera atau takut. Mungkin mereka menganggap, membayar denda atau masuk bui masih masih untung dibandingkan rugi. Karena itu mereka tidak takut dengan hukuman atau sanksi yang diberikan. Bahkan (mungkin) mereka yang memiliki banyak uang punya cara untuk menghindari dari jeratan hukuman.
Karena itu, untuk menghentikan asap tidak mengempul lagi di atas wilayah dimana yang korban adalah anak-anak bangsa negara harus hadir dengan sebenar-benarnya dalam hutan. Personil-personil yang diturunkan juga diberi bekal yanglebih. Bukan hanya mental tetapi juga kesejahteraan. Jangan sampai gaji yang diterima personil penjaga hutan, untuk membeli obat nyamuk saja tidak cukup. Apalagi untuk mencegah munculnya penyakit malaria.
Negara juga harus berani menghadapi perusahaan-perusahaan nakal yang beroperasi apalagi perusahaan-perusahaan itu bukan milik anak bangsa. Bila pemiliknya anak bangsa, kalau hanya untuk mencari untung sendiri harus dihilangkan sampai tidak ada jejak lagi. Apalagi milik asing, hapus, kalau bisa injak-injak hingga tidak membekas lagi dan lenyap dimuka ibu pertiwi. Jangan sampai, mereka kemudian datang lagi dengan warna berbeda.....
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H