Mohon tunggu...
Den Ciput
Den Ciput Mohon Tunggu... Penulis - I'm a writer...

Just Ordinary man, with the Xtra ordinary reason to life. And i'm noone without God.. http://www.youtube.com/c/ChannelMasCiput

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Intellegent Lockdown di Belanda, PSBB di Indonesia, Sami Mawon?

28 Mei 2020   03:15 Diperbarui: 28 Mei 2020   03:26 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertimbangan ekonomi dicantumkan pada ayat 2, masih pada pasal 49, yang berbunyi " Karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit atau pembatasan sosial berskala besar sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus didasarkan pada epidemilogis, besarnya ancaman, efektifitas, dukungan sumber daya, teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan.

Pembatasan sosial berskala besar adalah upaya maksimal yang dilakukan pemerintah. Harapannya, warga sadar diri, akan bahaya pandemi covid19 ini bagi dirinya secara pribadi, dan lingkungan sekitar.

Tapi apa yang terjadi?

Kalau di Belanda warga protes karena pemerintah terlalu longgar dalam menerapkan status lockdown, maka disini banyak yang protes dengan tindakannya, dengan tetap keluyuran untuk satu hal yang tak perlu, dan menganggap bahwa peraturan pemerintah ini sangat mengekang mereka.

Faktor lain yang membuat pemerintah tak berkutik menghadapi warga yang tetap keluar rumah adalah, karena mereka harus tetap bekerja. Karena mereka pekerja harian lepas, yang kalau tidak bekerja hari itu maka tidak dapat upah (nafkah), mereka yang memaksa diri keluar itu adalah pedagang-pedagang asongan keliling, tukang ojek online, sopir taksi online, pengamen, pengemis, dan saudara-saudaranya.

Kalau mereka tidak keluar mau makan apa? Kalau mereka tidak keluar siapa yang mau menganggung biaya hidup? Sedangkan konon bantuan pemerintah juga tidak merata dan sering tidak tepat sasaran.

"Kami mau taat pak! Kami mau patuh. Kami juga suka kalau kami diharuskan berdiam diri dirumah. Masalahnya kalau kami tidak bekerja mau makan apa? Bisa ambyarrrr kami sekeluarga karena kelaparan. Sedangkan bantuan pemerintah tidak pernah sampai kepada kami!!!" Teriakan itu sering kali terdengar dari pembelaan kaum marjinal yang akan membuat ambyarrr tentang segala aturan.

Buat orang-orang seperti ini, menantang bahaya tiap hari adalah soal biasa. Maut mengintai disetiap perjalanan abang Ojek pada saat mereka mengantarkan penumpang ketika satu ketika sepeda motor yang mereka kendarai bersenggolan dengan mobil dijalanan. Itu bahaya yang nyata!

Apalah arti bahaya Covid19 buat mereka ini? Apalah arti segala aturan dan ancaman pidana buat para pelanggar peraturan kekarantinaan kesehatan buat mereka-mereka ini. Yang jelas mereka berjuang, bahkan bila perlu sampai titik bensin penghabisan!

Ambyarrrr!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun