Mohon tunggu...
Husen mulachela
Husen mulachela Mohon Tunggu... Penulis - Reporter/SEO content writer/scriptwriter

Pernah jadi wartawan untuk beberapa media. Aktif menyibukkan diri dalam penulisan skenario. Beberapa tulisan saya bisa ditemui di Play Stop Rewatch, Mojok, Tagar, Katadata, dan Hops.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Sosiodrama, Refleksi, dan Budi Pekerti: Korban Perundungan Daring dalam Pusaran Budaya Pengenyahan dan Ketidakberadaban Masyarakat Maya

30 Agustus 2024   18:20 Diperbarui: 30 Agustus 2024   18:24 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tahap ini, Wregas dengan segera memperkenalkan teknik refleksi kepada penonton. Urgensi refleksi terhadap penonton juga ditunjukkan lewat berbagai pantulan yang terjadi pada elemen mise en scene; cermin di belakang Bu Prani, live video Bu prani pada layar laptop.

Narasi refleksi ini secara perlahan menggiring penonton pada tahap incinting incident ketika Bu Prani melabrak salah seorang penyerobot antrean kue putu di pasar. Keributan yang terjadi di pasar antara Bu Prani dengan si penyerebot antrean direspons dengan tindakan merekam oleh masyarakat di Budi Pekerti. Rekaman tersebut nantinya menjadi materi framing masyarakat dalam realitas Budi Pekerti yang tak hadir dalam kejadian tersebut. Sementara masyarakat di luar realitas sinema (penonton) diberi kesempatan untuk mengetahui, menimbang, dan menilai apa yang sebenarnya terjadi.

Pasalnya, momen yang terefleksi dalam kamera handphone atas adegan tersebut hanyalah momen pasca pelaku melakukan aksinya menyerobot antrean, sehingga yang terbingkai hanyalah Bu Prani yang menuduh tanpa dasar dan memarahi pelanggan kue putu yang menyerobot antrean. Kamera handphone para pengunjung pasar secara subjektif menempatkan Bu Prani sebagai pembuat onar.

Hal itu diperparah lewat keterlibatan penjual putu, seorang nenek, yang ingin suasana tetap kondusif dan bersedia mendahului Bu Prani agar berhenti marah-marah. Ketika keadaan semakin kacau, Bu Prani memilih pergi sambil berkata; "ah suwi,", yang ke depannya, lewat kalimat singkat ini, semakin menyudutkan posisi Bu Prani di dunia internet.

Respons merekam masyarakat Budi Pekerti dapat dibaca sebagai upaya Wregas dalam menggambarkan masyarakat Indonesia yang 'candu internet', di mana setiap momen dapat memantik individu untuk mengabadikan dan ambil bagian dalam lalu lintas viralitas internet (semata gagap untuk menyampaikan informasi serba cepat).

Dalam alur keviralan itu, hidup Bu Prani, secara sepihak, dibingkai oleh masyarakat dan dijadikan konsumsi publik. Dan, hampir selalu ada yang dirugikan dalam keputusan sepihak. Begitupun keputusan sepihak masyarakat Budi Pekerti dalam merekam dan menyerbarluaskan video Bu Prani.

Budaya merekam (dan menyebarluaskan) subjek secara sepihak merupakan perilaku impulsif masyarakat Budi Pekerti. Perilaku impulsif ini beberapa ditampilkan dalam adegan teatrikal/karikatural, seperti ketika Tita (Prilly Latuconsina) melabrak kantor media Tunas (Ari Lesmana), atau ketika Uli (Annisa Hertami) merekam Bu Prani dari balik pintu rumahnya.

Tindakan impulsif ini (dengan treatment teatrikal) akan dengan mudah diidentifikasi sebagai suatu 'anomali', 'kelainan', atau 'penyakit' yang menjangkiti masyarakat. Dalam menegaskan 'penyakit' ini, Wregas memiliih warna kuning yang, dalam pustaka sinema, dapat diasosiaskan dengan 'kegilaan' atau 'penyakit' (contoh lain asosiasi itu bisa dilihat pada film lain, seperti Enemy (2013) atau The Shinning (1980)).

Di samping tindakan impulsif yang terbaca sebagai gejala penyakit, sebagian besar masyarakat maya dalam Budi Pekerti juga digambarkan memiliki kecenderungan hero complex atau kecenderungan untuk menjadi pahlawan; menyelamatkan korban dan mengadili pelaku. Dan, satu-satu senjata dalam menyokong tindakan kepahlawanan digital itu adalah melalui jejak digital. Sehingga merekam pun menjadi suatu 'keperluan'.

Melalui keviralan di internet, Bu Prani sontak mengalami bentuk-bentuk perundungan daring, di antaranya flaming atau ujaran penuh amarah di media sosial, harrassment atau pelecehan, cyber stalking atau penguntitan, penyebaran data pribadi, memanipulasi, dan dikeluarkan dari kelompok agar dikucilkan.

Dengan keviralannya di internet, Bu Prani kini dipandang oleh masyarakat sebagai objek kamera (internet) semata. Semenjak kejadian tersebut, Bu Prani kerap ditempatkan (blocking) di tengah bingkai kamera, baik saat sendiri maupun di tengah keramaian. Ia dijadikan semacam pusat perhatian oleh lingkungan masyarakat (realitas sinema) dan penonton.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun