Mohon tunggu...
Husein Kurnia Hoetomo
Husein Kurnia Hoetomo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Husein is a Law Major Student at Brawijaya University.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kupas Pengaruh Lame Duck Session Terhadap Demokrasi di Indonesia

8 Juli 2024   11:31 Diperbarui: 8 Juli 2024   11:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang Presiden terpilih, setelah menjabat, dan bersemangat untuk menetapkan agenda kebijakannya dan mengisi pemerintahan dengan orang-orang yang ditunjuk, akan terlibat dalam sejumlah keputusan dan kegiatan, beberapa di antaranya mungkin mengubah atau membatalkan tindakan Pemerintahan sebelumnya.

Pada tahun 2014 silam, pemilihan umum legislatif dilaksanakan penghitungan suara pada 9 April 2014, ditetapkan perolehan suara dan calon terpilih pada 9 Mei 2014 dan dilantik pada tanggal 1 Oktober 2014. Di saat Lame Duck tersebut DPR masih menyelenggarakan sidang dan memutuskan belasan Undang-Undang, salah satu nya yang menggemparkan berita nasional adalah Undang Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang cara pemilihan pimpinan DPR dan MPR yang terkesan berat sebelah karena ada pihak yang dirugikan dari perubahan tersebut dan hanya menguntungkan pihak-pihak yang menyetujui pengesahan RUU tersebut. 

Selain itu, yang tidak kalah mengundang demo dan aksi adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang mengubah pemilihan kepala daerah melalui DPRD dan tidak lagi melalui pemilihan langsung oleh rakyat. Anehnya, undang-undang tersebut kemudian diubah oleh Presiden SBY dengan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tepat keesokan harinya selepas disahkan. 

Dengan demikian, kedua undang-undang diatas dapat disimpulkan sebagai salah satu bukti kecenderungan penyimpangan atau "kartelisasi/pengaturan" pembahasan undang-undang di masa Lame Duck Session di Indonesia. Peristiwa ini kerap terjadi lagi pada tahun 2019, penetapan hasil rekapitulasi suara yang diumumkan pada tanggal 21 Mei 2019 sampai dengan dilaksanakannya pelantikan anggota DPR terpilih, yakni pada tanggal 1 Oktober 2019, memiliki jeda waktu sekitar 4 bulan dengan jumlah masa sidang yang tersisa sekitar 4 kali. 

Menjelang akhir masa sidang terakhir, frekuensi pembahasan Rancangan Undang-undang meningkat tidak hanya RUU yang memerlukan pembicaraan tingkat II, tetapi juga peningkatan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam paripurna guna diputus sebagai Rancangan Uindang-Undang inisiatif dari Dewan Perwakilan Rakyat. 

Selain itu , dalam periode masa sidang 2019-2020 (hingga tanggal 30 September 2019), terdapat 7 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Prolegnas. Hal ini tentu sangat tinggi jika dibandingkan dengan masa sidang 2018-2019 sebelumnya yang hanya terdapat 4 Rancangan Undang-Undang yang masuk dalam Prolegnas. 

"Power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely" merupakan pernyataan Lord Acton yang mengimplikasikan bahwa suatu jabatan mengandung kekuasaan didalamnya bagi pengemban jabatan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan terhadap kekuasaan seorang pejabat agar segala tindakan dan perbuatan pejabat tersebut dapat dipertanggung-jawabkan dan juga pada masa transisi ini harus dipastikan berjalan secara transparan dan akuntabel, baik dari pra-pemilu dan berlanjut pada saat pelaksanaan. 

Transisi presidensial memfasilitasi pembentukan administrasi baru dan mempersiapkannya untuk memerintah. Selain itu untuk merencanakan transisi, presiden membantu memastikan keamanan dan ketertiban negara. Perpindahan kekuasaan yang lancar dan teratur pada umumnya merupakan ciri transisi pemerintahan republik, dan merupakan bukti legitimasi dan daya tahan proses pemilu dan demokrasi. 

Oleh karena itu, perlu ditemukan titik keseimbangan antara aspek pelemahan pejabat petahana dengan aspek penyalahgunaan kekuasaan. Dengan adanya polarisasi ini pada masa lame-duck, maka perlu dilakukan pembentukan regulasi terhadap masa transisi pemerintahan secara singkat di Indonesia untuk meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan yang dapat terjadi pada sistem pemerintahan yang sedang berjalan agar tidak terjadi The ends justify the means (menghalalkan segala cara). 

Seperti contoh yang terjadi di Amerika Serikat silam pada tahun 1935, menjelang kongres amerika George Norris , anggota kongres dari partai Republikan begitu getol mengajukan usul perubahan atau amandemen Konstitusi Amerika Serikat agar mengakomodasi pengaturan dan menyelesaikan masalah lame-duck session. 

Usaha dan jerih payah Norris terbayar dengan sempurna dengan disetujuinya Amandemen ke-20 Konstitusi Amerika Serikat pada 1935 yang secara khusus dilakukan untuk menyelesaikan masalah lame-duck session, yakni dengan cara mengurangi jarak waktu atau jeda antara pelaksanaan pemilu di minggu pertama dengan waktu pelantikan. Sebagaimana diketahui bahwa pemilu Amerika Serikat dilaksanakan pada bulan November, tetapi pelantikan anggota kongres dan presiden terpilih baru akan diajukan pada awal Maret. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun