Mohon tunggu...
Husein Kurnia Hoetomo
Husein Kurnia Hoetomo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Husein is a Law Major Student at Brawijaya University.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kupas Pengaruh Lame Duck Session Terhadap Demokrasi di Indonesia

8 Juli 2024   11:31 Diperbarui: 8 Juli 2024   11:36 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Selama ada Negara maka ada dominasi satu kaum atas kaum lainnya, dan itu berarti ada perbudakan". Kutipan dari Mikhail Bakunin menunjukkan bahwa adanya hubungan antara keberadaan negara, dominasi suatu kelompok terhadap kelompok lain, dan perbudakan. Hal ini mencerminkan perspektif anarkisnya, yang menyatakan bahwa negara secara inheren mengarah pada struktur kekuasaan hierarkis dan penindasan. Mereka kelas berkuasa yang diuntungkan dari tatanan yang berdiri di atas penderitaan kelas yang dikuasai, menjalankan kebijakan-kebijakan yang melindungi oligarki ketimbang kepentingan rakyat.

Ini tentunya melahirkan narasi kritik atas dominasi yang terjadi atas peristiwa yang dijabarkan sebelumnya. Keadaan meluasnya relasi dominasi pun secara tidak langsung membentuk sistem dominasi yang dimana sebagian kelompok masyarakat sepakat bahwa negara dan demokrasi perwakilan adalah alat dominasi yang menjadi ladang keputusan dibuat di atas sehingga fungsi rakyat hanya untuk mematuhi dan pasif. 

Ciri dari sebuah negara demokrasi yang terdapat pemilihan umum, karena kedaulatan ada di tangan rakyat "Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat". Disaat terpilih presiden dan parlemen baru, kerap kali Lame Duck hadir menjadi sebuah problema pasca pemilihan umum. Kajian mengenai Lame Duck belum banyak dilakukan di Indonesia, sekalipun ada fenomena ini mungkin tidak dianggap serius. Akibat dari belum banyaknya kesadaran tentang masalah Lame Duck session ini mempengaruhi pengaturan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Istilah nya terdengar asing. 

Lame Duck (bebek lumpuh) merupakan istilah politis yang dimaknai sebagai kondisi pasca pemilihan umum yang artinya masa transisi dari presiden atau anggota parlemen yang lama belum berhenti bertugas atau masih aktif menjabat dan presiden atau anggota parlemen yang baru terpilih namun belum dilantik. Secara An Sich, Lame Duck merujuk pada bebek lumpuh yang sekarat tidak mampu merawat dirinya sendiri dengan menjalani sisa-sisa harinya. 

Awal mula nya di Amerika Serikat, ini menjadi contoh transisi pertama yang gagal, dimana waktu itu pada tanggal 3 Maret 1801 John Adams menunjuk Hakim Agung yaitu John Marshall, padahal keesokan harinya pada tanggal 4 Maret 1801 merupakan pergantian presiden dari John Adams ke Thomas Jefferson yang kemudian pengangkatan Hakim Agung John Marshall tersebut dicaci maki. 

Tindakan ini mengarah pada lahirnya kepuitisan Marbury vs Madison yang kemudian menjadi role model pengujian konstitusi di dunia (judicial review). Istilah Lame Duck dicatat di Amerika Serikat pada 14 Januari 1863 yang tercantum pada dokumen resmi Kongres Amerika sebagai peristiwa politik yang buruk. 

Mengapa demikian? Kerap kali momen ini menjadi ladang sirkus Abuse Of Power yang dilakukan oleh presiden atau anggota parlemen yang lama. Pemimpin yang sudah tidak mandat lagi untuk memimpin negara namun masih menjabat, dapat melakukan kebijakan yang kurang transparan dan tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. 

Selain itu kebijakan yang diambil oleh pemimpin pada Lame Duck Session sering kali dianggap tidak efektif dan tidak bisa direspon dengan cepat oleh pemerintahan yang baru. Tetapi, di sisi lain terdapat argumen yang menyatakan periode ini bisa dimanfaatkan oleh pemimpin yang menjabat untuk melakukan reformasi dan memperbaiki kebijakan yang kurang efektif. Pemimpin pada Lame Duck Session bisa memanfaatkan akhir periode nya dengan menyelesaikan masalah yang belum terselesaikan dan membuat rencana yang lebih matang untuk kedepannya. 

Periode Lame Duck tetap saja masih menuai banyak kritik karena dinilai sebagai hal yang tidak demokratis dan merugikan rakyat. Oleh karena itu beberapa pihak telah mengusulkan untuk mengubah Undang-Undang pemilihan presiden dan wakil presiden agar periode transisi menjadi lebih singkat dan efektif. 

Apabila ini terus dibiarkan, peristiwa ini bisa memicu dampak negatif seperti ketidakpastian hukum dan pengembalian kebijakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan, dan kurangnya legitimasi pejabat lama dalam membuat sebuah keputusan terutama keputusan yang strategis serta berpotensi mereduksi nilai-nilai demokrasi dalam penyelenggaraan negara akibat rendahnya partisipasi publik. 

Dengan menggunakan berbagai kekuatan yang tersedia, baik Presiden sebagai pejabat eksekutif maupun legislatif yang sedang menjabat dapat menggunakan masa transisi untuk mencoba mengamankan warisannya atau mempengaruhi perubahan kebijakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun