" Harus banyak-banyak bersabar. Kenyataan hidup tak seperti yang diharapkan. Semua sudah ditentukan Allah SWT. Kita tinggal menjalani saja. Mudahan kita bisa meraih hasil bagus. Tak perlu banyak keinginan. Jalani dan syukuri yang sudah ada, " ujar seorang Tuan Guru dalam Tausyiahnya yang didengarkan Dugal beberapa waktu lalu.
Pengalaman Dugal yang paling berkesan hingga sekarang, kala ia bisa bertemu orang yang penting dan yang jadi idolanya. Itu semua berkat bakat menulisnya. Dugal senang menulis puisi, cerpen, berita, dsb.
Tulisannya diposting di blog pribadi, media cetak, dan media online. Di daerahnya Dugal termasuk orang yang disegani di dunia kepenulisan. Karyanya kerap dijadikan bahan rujukan.
Dugal butuh suasana tenang. Ia selalu pergi ke tempat yang sunyi senyap. Ada semacam kesenangan bila melakukan semua itu. Sungguh ini hal yang teramat menyenangkan dan membahagiakan baginya.
Jejak perjalanan Dugal penuh dengan lika-liku. Perjalanan panjang memberi banyak arti. Harus berjalan memanggul kekuatan. Terus berjalan menuang sugesti. Jalan kebenaran menebar suara penuh bakti. Dugal ingin semua bisa dinikmati sepenuh senang dan bahagia.
Bersama rombongan sastrawan HSS, Dugal mengikuti Aruh Sastra di Pagatan, Tanah Bumbu. Berjarak ratusan kilometer dari tempat tinggal Dugal. Berangkat pagi hari, tiba di sana sore usai shalat Ashar. Mereka menginap di rumah warga yang sudah disiapkan panitia Aruh Sastra.
Selama di Pagatan Dugal lebih banyak berada di penginapan, karena saat itu ia dalam kondisi tidak prima. Ketika rekan-rekanya tengah mengikuti rangkaian kegiatan Aruh Sastra, Dugal di rumah penginapan berbaring sambil main HP.
Dugal memang menyukai sastra. Terutama puisi dan cerpen. Sehingga saat melihat ada buku yang memuat keduanya Dugal buru-buru mencari cara bagaimana mendapatkannya. Sepanjang jalan halal. Bisa dengan membeli. Tak terhitung puisi Dugal yang dinuat di media cetak lokal maupun nasional.
Kemungkinan terbaik yang dihadapi Dugal, banyak teman dan bisa pergi ke tempat jauh. Menemui hal-hal yang tak terduga. Bisa menambah pengalaman baru. Saling bertukar pikiran. Saling berbagi ilmu menulis.
Namun setelah menggeluti dunia sastra sekitar puluhan tahun, ada juga titik jenuhnya. Muncul rasa bosan. Tak ingin lagi mengikuti kegiatan sastra. Soal menulis tetap saja, cuma kegiatan sastranya saja yang ia hindari. Berusaha menjauh setiap ada even sastra. Entah kenapa hal itu bisa terjadi.
Dugal berusaha untuk tetap eksis berkarya lewat tulisan. Ia akan terus menulis, menulis, dan menulis. Menghasilkan atau tidak menghasilkan, tetap menulis. Karena memang itu sudah dunianya. Berharap kemungkinan terbaik akan hadir sebagai ganjarannya.