Hari-hari terakhir ini, Dugal begitu semangat datang ke madrasah, tempat ia bekerja. Pagi-pagi sekali ia sudah berangkat dari rumah, naik sepeda motor butut kesayangan. Dugal rela melakukan itu untuk kebaikan bersama, dan kebaikan semuanya.
"Apa yang saya lakukan ini agar seluruh komponen yang ada di madrasah senang. Setidaknya mereka bisa tersenyum dan bangga dengan madrasahnya, " ujar Dugal kepada Dihaw rekannya.
Dengan kesederhanaan Dugal bisa dibilang dalam berpenampilan tidak seperti orang-orang. Malah bisa dikatakan kere. Pakaian yang dikenakan ke tempat kerja maupun di kampung itu-itu saja. Bukan apa-apa karena memang tidak bisa membeli. Gaji bulanan tak seberapa. Hanya cukup untuk biaya keseharian dalam beberapa hari.
Setelahnya Dugal rela apa adanya. Â Baik untuk makan minum maupun keperluan lainnya. Semisal beli BBM untuk motornya yang lumayan irit, karena memang jarang kemana-mana, hanya untuk ke tempat kerja, yang jaraknya hanya sekitar satu kilometer saja dari rumahnya.
"Mensyukuri apa yang sudah ada, lebih baik ketimbang mengharap banyak dari yang belum ada, " ujar Dugal.
Sudah lama Dugal tak jalan-jalan ke luar daerah. Biasanya Dugal dalam sebulan ada satu kali pergi jauh ke tempat lain untuk sekedar refresing, mengusir kejenuhan. Tapi bukan jalan-jalan biasa.
Sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui. Selain untuk mengusir jenuh Dugal juga bisa mendapatkan ilham menulis lewat jalan-jalan yang ia lakukan.
Suasana di ruang Tata Usaha hari ini. Staf TU asik dengan tugas masing-masing di kursi dan meja kerjanya. Asik dan konsentrasi dengan tugasnya. Kadang pula asik dengan ponselnya. Entah buka WA atau pula bermain game.
Dugal juga tengah asik dengan tugasnya. Ditemani kipas angin kecil yang sudah butut, namun masih bisa digunakan mengusir gerah di tubuh Dugal.
Masih diingat oleh Dugal kala ia pergi dengan temannya ke sebuah air terjun di kabupaten tetangga. Pagi-pagi mereka sudah berangkat dari rumah. Jarak jauh mesti ditempuh.