Pagi-pagi Dugal sudah berangkat menuju tempat kerja. Jarak tempat kerjanya, sekitar satu kilometer dari rumahnya. Untuk pergi ke sana Dugal naik sepeda butut, yang sudah setia menemani sejak belasan tahun silam.
Seperti biasa Dugal setibanya di tempat kerja, sebuah madrasah yang ada di Angkinang, menata parkir yang ada di halaman depan. Yakni parkir untuk siswa, sepeda biasa dan sepeda listrik.
"Jangan sering mengeluh, jalani saja apa yang kamu hadapi sekarang, " ujar Ibu Dugal, setiap kali ingin berangkat kerja.
Hal itulah yang selalu diingat Dugal kala menjalankan tugas sebagai honorer di sebuah madrasah di kampungnya. Karena pendidikan Dugal rendah, hanya tamatan Aliyah saja, jadi ia bekerja di bagian Tata Usaha di madrasah itu.
Biasanya Dugal berangkat dari rumah sekitar pukul 06.00 WITA. Saat tiba di madrasah, masih lengang suasananya. Para guru dan siswa belum berdatangan. Dugal memarkir sepeda motornya di area depan ruang Tata Usaha.
Aktivitas pagi di tempat Dugal bekerja mulai berdenyut. Satu persatu siswa mulai berdatangan. Dugal mulai beraksi, menata parkir sepeda biasa dan sepeda listrik siswa. Untuk sepeda biasa ada di bagian dalam, belakang ruang Tata Usaha. Sementara untuk sepeda listrik ada di samping ruang TU.
Saat di tempat kerja, usai menata tempat parkir Dugal beranjak menuju ruang TU. Mulai mengerjakan tugas lain. Rekannya yang lain mulai berdatangan. Suasana di ruang TU tampak ramai. Dugal lebih fokus dengan tugasnya.
"Bapak Kamad datang, ambilkan kopi, " ujar Wahid, rekan Dugal.
Lantas Dugal beranjak dari tempat duduknya. Pergi ke warung depan, membelikan kopi untuk Bapak Heri, Kepala Madrasah (Kamad), tempat Dugal bekerja. Usai membelikan kopi untuk Bapak Heri, Dugal kembali ke ruang TU.
Dugal termasuk orang yang pendiam, tidak banyak bicara. Tidak suka dengan suasana hiruk-pikuk. Jadi saat ada kegaduhan di ruang TU, semisal rekan perempuannya ngobrol ngalur ngidul, Dugal memilih pergi. Bisa ke warung atau pulang ke rumah. Tak betah kalau suasana ramai melingkupi.
Belasan tahun sudah Dugal mengabdi di madrasah itu. Namun Dugal masih saja menyandang status pegawai tidak tetap atau honorer. Ia sudah pasrah, entah sampai kapan ia akan menjalaninya.
"Sepanjang masih mampu hadir ke tempat kerja setiap hari, " ujar Dugal.
Setiap bulan mengharapkan gaji yang tak seberapa. Namun Dugal selalu berusaha untuk terus bersyukur. Dugal memilih jadi penonton ketimbang jadi pemain dalam hidup ini.
Dugal kerap merasa minder dengan keadaannya. Sampai sekarang Dugal masih jomblo. Sementara rekan seangkatan sudah berkeluarga, punya anak, bahkan sudah punya cucu.
Memakai payung, Dugal menuju Langgar Al Kautsar, yang berjarak sekitar puluhan meter dari rumahnya dengan menyeberang jalan. Ia akan menunaikan shalat fardhu Maghrib berjamaah. Hujan cukup lebat. Air menggenangi tanah yang ia lewati. Payung diletakkan Dugal di teras Langgar Al Kautsar.
Shalat Maghrib dimulai. Yang jadi Imam H Mastur. Jamaah ada sekitar sepuluh orang. Kali ini Dugal mengenakan pakaian baju muslim warna hijau, sarung putih, dan kopiah hitam. Usai wirid dan do'a Dugal kembali ke rumah. Hujan masih turun, tapi tidak lebat. Dugal berharap hujan kali ini membawa berkah.
Tak bisa dipungkiri orang yang ulet dan gigih akan menuai hasil. Sukses dalam menjalani kehidupan. Kalau sudah berhasil, akan muncul keinginan lainnya.
"Itu wajar saja, dan cukup manusiawi," ujar Dugal.
Yang penting keperluan mereka terpenuhi. Kebutuhan hidup sehari-hari bisa dibeli. Lalu bisa ini itu. Segenap impian yang pernah dicetuskan bisa jadi kenyataan. Semua nyata di depan mata.
Dugal pernah melakoni sebagai pemberi banyu tawar. Untuk menyembuhkan penyakit. Ia semakin terkenal kala seorang rekannya di Barabai, memposting cerita kesembuhan penyakit anaknya setelah diberi banyu tawar oleh Dugal. Anak rekan Dugal itu sudah beberapa kali berobat ke berbagai tempat, tapi tak kunjung sembuh.
Saat Dugal ke rumah temannya, ingin silaturrahmi, mengetahui anak temannya sakit, Dugal memberi air mineral. Sebelumnya Dugal berwudhu, lalu membaca bacaan khusus dan berdo'a. Lalu ditiupkan ke air mineral yang sudah dibuka tutupnya.
Botol itu diserahkan kepada temannya, untuk kemudian airnya diminumkan ke anaknya yang sakit. Dengan berserah diri kepada Allah SWT, anak segera sembuh. Esok harinya Dugal mendapatkan kabar kalau anak temannya itu sudah sehat kembali, sudah bisa beraktivitas seperti biasa.
Merasa senang dan bahagia, Dugal diajak temannya untuk ziarah ke makam Ulama / Aulia Allah yang ada di Banua. Adapun upaya dan do'a untuk banyu tawar penyakit adalah diawali dengan berwudhu dulu.
Lantas dilanjutkan dengan membaca Basmalah, Istighfar, Shalawat, Ayat Kursi, dan wirid harian Imam Al Ghazali. Lewat perantara air minum itulah, penyakit yang diderita Insya Allah bisa disembuhkan.
Beruntung Dugal bekerja di madrasah. Walau hanya sebagi honorer di bagian Tata Usaha. Tapi Dugal punya bakat lain, suka membaca dan menulis. Dugal memanfaatkan keberadaan siswa di madrasahnya sebagai sarana menyalurkan bakat menulisnya.
Salah seorang siswa perempuan membuat tulisan berupa cerita singkat lalu diserahkan kepada Dugal untuk diberi koreksi. Berikut isi tulisannya.
"Saya bangun tidur pukul 05.00 WITA. Setelah itu saya mandi, shalat Subuh, sarapan pagi, dan bergegas untuk berangkat ke madrasah. Sampai di madrasah saya masuk ke kelas, tak lama kemudian bel tanda masuk pelajaran pertama berbunyi. Saya dan teman-teman menunggu guru datang, " tutur siswa itu.
" Tidak lama guru yang akan mengajar di kelas kami tiba. Kami membaca doa, setelah itu guru meminta mengumpulkan tugas, lalu membuka buku pelajaran. Saya disuruh untuk membacakan dengan keras dihadapan teman-teman, " lanjutnya.
" Guru kami itu lalu menerangkan pelajaran kali ini. Setelah semua pelajaran usai, bel jam pulang berbunyi. Kami merapikan buku-buku dan kembaki memasukkan ke dalam tas. Kami membaca do'a, " terang siswa tersebut.
" Setelah bersalaman kepada guru, lalu kami pulang ke rumah masing-masing. Besok kami kembali akan hadir ke madrasah untuk mengikuti pembelajaran. " begitu akhir tulisan anak murid di madrasah tempat Dugal bekerja.
Dugal amat senang melihat siswa di madrasahnya berbakat dalam bidang tulis-menulis. Walau ia bukan guru, hanya pegawai honorer di Tata Usaha, tapi Dugal kemampuannya dalam bidang literasi, melebihi keberadaan guru yang berkompeten, yakni guru Bahasa Indonesia.
Malah Dugal paling aktif menulis, karena memang sudah bakat alami mungkin, hingga kemudian Kamad menunjuk Dugal mengurusi masalah publikasi kegiatan madrasah untuk di sebarluaskan ke dunia luar, melalui akun youtube dan blog yang ia kelola.
Kamad yang ada sekarang cukup perhatian dengan Dugal. Apa saja keinginan Dugal untuk melancarkan tugasnya, selalu dipenuhi, sepanjang itu untuk kebaikan dan kemajuan madrasah. Dugal cukup semangat. Ia tak ingin mengecewakan Kamad dan komponen lain di madrasah.
Dugal ingin membuktikan kepada semuanya, dengan keterbatasan pendidikan, tidak sarjana, mampu memberikan yang terbaik kepada madrasah, lewat bakat menulis. Dugal berharap semua dapat ia jalani dengan keikhlasan, kesabaran, dan kesyukuran. Semoga berkah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H