Masih terbayang oleh Dugal, setahun silam bersama rekan-rekannya di tempat bekerja melakukan perjalanan ke Kalimantan Timur. Dalam rangka ziarah ke makam para ulama dan para raja Islam. Juga sekaligus rekreasi ke tempat wisata yang ada disana.
Setahun kemudian giliran Kalimantan Tengah yang dituju. Tujuannya ke Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur. Ziarah ke makam keturunan Datu Kalampayan. Juga ke Pantai Ujung Pandaran yang tak jauh dari lokasi makam.
Dugal punya mimpi, ia ingin jalan-jalan lagi. Mudahan ada langkah yakni ke Kalimantan Barat dan daerah lain di Nusantara. Ia ia menikmati keindahan alam dan potensi lain yang dimiliki daerah   itu.
Hari-hari setelah lebaran Idul Fitri, Dugal berdiam diri di rumah saja. Libur masih panjang. Laku hidupnya teramat monoton. Setelah bangun pagi, membaca dan menulis. Lalu menonton televisi. Hidup sesuka hati. Kadang jemu juga berada di rumah seharian.
Dugal padahal ingin sekali jalan-jalan. Lihat suasana  usai lebaran. Ajak teman ke tempat wisata. Bisa seharian karena jaraknya cukup jauh. Bahkan pulangnya sampai malam. Ada semacam kepuasan bathin dan ketenangan jiwa yang ia rasakan.
Tinggal di Kampung Hangkinang Dugal cukup dikenal dan disegani. Walau hanya anak petani dan pendidikan Madrasah Aliyah, tapi Dugal jago menulis . Ia sudah menerbitkan banyak buku. Terutama yang berbau sastra.
Saat open house ke pejabat daerah di kabupaten ia tinggal tak lupa memberi hadiah buku kepada mereka. Ada tiga buku dalam tas kecil dari kain. Dugal memberi Bupati, Wakil Bupati dan Ketua DPRD. Dengan harapan buku tersebut dibaca dan diapresiasi. Karena memang isinya banyak mempromosikan tentang daerahnya.
Dugal memang hobi menulis. Tulisannya kerap menghiasi halaman koran yang terbit di Banua. Jugatulisannya bisa ditemukan di blog, facebook dan  media online. Adapun yang ditulis Dugal berupa berita, puisi, cerpen, esai, dsb. Lewat menulis Dugal bisa menambah teman, rejeki dan pengalaman baru.
Di rumah Dugal terlihat berantakan. Kabel listrik kada karuan. Pakaian kesana kemari. Tas bergelantungan. Dugal merasakan saja hal itu. Ia sudah terbiasa dengan ketakteraturan. Memang seperti itulah gambaran hidup. Tapi kelakuan dan akhlaknya tetap terjaga dengan bagus.
Soal ibadah Dugal sungguh luar biasa. Shalat lima waktu dikerjakan secara berjamaah dengan rutin. Langgar tak jauh dari rumah, hanya seratus meter dengan menyeberang jalan.
Kampung Hangkinang tanah kelahiran, tempat tinggal dan meraup rejeki keseharian. Menyimpan banyak kenangan waktu kecil dulu. Dugal kini sudah dewasa. Ia ingin mengulang masa lalu. Sawah dan sungai tempat bermain paling mengasyikkan. Bermain dengan teman selalu menghiasi hari-hari.