Mohon tunggu...
M Aan Mansyur
M Aan Mansyur Mohon Tunggu... -

Penyuka tomat. Sehari-hari bekerja sebagai relawan di Komunitas Ininnawa, di Makassar. Tulisan-tulisannya yang lain bisa dibaca di blog pribadinya: www.hurufkecil.net

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bertualang Menggunakan Sepatu Orwell

24 Januari 2014   12:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:31 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

GEORGE ORWELL sering kali diingat karena dua novelnya yang terkenal, Animal Farm dan 1984. Tidak banyak orang yang tahu, kira-kira 100 tahun setelah Cook memperkenalkan tur anehnya, Orwell melakukan wisata empatinya sendiri.

Sepulang bertugas di Burma sebagai polisi kolonial Inggris, Orwell bertekad mencari arti kehidupan bagi mereka yang tertindas di tepi-tepi pergaulan sosial.

“I wanted to submerge myself, to get right down among the oppressed,” kata Orwell.

Orwell mengenakan mantel dan sepatu lusuh seperti gelandangan dan hidup di jalan-jalan sebagai tuna wisma. Kadang dia mengenakan samarannya selama berhari-hari. Pada saat lain, dia menghilang selama berminggu-minggu. Dia sering tidur beralaskan kardus dan membiarkan dirinya tertangkap polisi sehingga bisa merasakan hidup di penjara.

Dua belas tahun sebelum Animal Farm terbit, Orwell menuliskan pengalaman yang dia sebut sebagai perjalanan terbesar dalam hidupnya itu dalam sebuah buku yang ditolak beberapa penerbit sebelum akhirnya terbit dengan judul Down and Out in Paris and London pada 1933.

Jangan membayangkan buku Orwell ini berisi kisah-kisah perjalanan yang lebay sebagaimana yang mungkin Anda sering baca di blog teman Anda. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Melarat. Saya kira, tidak banyak penulis catatan perjalanan di Indonesia yang pernah membaca buku ini.

Wisata empati tersebut membuat Orwell sadar bahwa para gelandangan bukan pemabuk atau bajingan yang meresahkan. Dia menjalin persahabatan dengan mereka dan mengubah pandangannya perihal ketidakadilan. Keluar dari kehidupan normal mengembangkan pikirannya. Selain itu, dia memiliki banyak bahan dan energi untuk menulis karya sastra.

KITA, sebagaimana Orwell, juga bisa melakukan wisata empati dan memulainya hari ini. Untuk sementara, lupakanlah tempat-tempat indah di brosur dan majalah wisata, juga foto-foto liburan yang disebarkan oleh orang-orang berduit banyak sebagai hiburan melalui Facebook dan Twitter. Singkirkanlah kerisauan Anda akibat mahalnya harga tiket pesawat dan kamar hotel.

Dalam bentuknya yang paling sederhana, kita bisa menciptakan percakapan, bukan sekadar basa-basi soal nama dan pekerjaan, dengan orang yang duduk di dekat kita di angkutan umum. Kita bisa menyisihkan beberapa menit waktu untuk berbincang mengenai kehidupan keluarga, politik, dan seni dengan tukang becak langganan kita. Jika merasa sebagai mahluk religius, tidak salah bagi kita untuk hadir di layanan agama yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keyakinan berbeda.

Penting untuk diingat bahwa kita harus bersiap membagi pikiran demi terciptanya pertukaran empati—dan tak meremehkan pengetahuan orang lain mengenai sesuatu hanya karena kita punya gelar akademik dan karir yang lebih baik. Bukankah kita sering melakukannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun