Mohon tunggu...
SITI HUMAYROH
SITI HUMAYROH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya suka membaca, menggambar, melukis, dan bermain bulu tangkis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tugas Narasi (Siti Humayroh BPI 1 A)

14 Oktober 2022   07:18 Diperbarui: 15 Oktober 2022   20:55 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Perjalanan Menuju Ikhlas

Aku bersyukur ada di sini, di Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, di Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Bohong rasanya kalau aku bilang aku tidak senang. Aku senang. Tak pernah terbayangkan, aku bisa melanjutkan pendidikanku di sini.

            29 Maret 2022, hari dimana aku ditolak di Universitas impianku. Aku bercita-cita menjadi seorang Guru Bimbingan Konseling, aku mendaftar di Universitas Negeri yang ada di Jakarta. Tetapi aku ditolak di jalur seleksi tersebut, aku ditolak di prodi yang sangat aku inginkan, Prodi Bimbingan Konseling.

            “Bagaimana kak? Lolos seleksinya?” ucap bundaku. Di rumah ini beliau memanggilku dengan sebutan ‘kakak’ karena aku anak pertama di keluargaku.

            Aku diam. Aku hanya bisa menangis ketika bundaku bertanya seperti itu. Posisiku saat itu masih duduk diam di depan layar laptop yang menyatakan bahwa aku gagal.

            “Bunda, kakak tidak lolos seleksinya.”

            “Semangat ya, kita coba di jalur tes SBMPTN.” Ucap bunda sambil tersenyum hangat seperti biasanya.

            Aku tenggelam dalam kesedihan, butuh waktu untuk diriku agar bisa bangkit dan semangat lagi. Tidak mudah. Itu yang kurasakan. Karena aku sangat berharap untuk lolos di jalur SNMPTN ini. Aku berhasil bangkit, aku membeli beberapa buku yang bisa aku pakai dalam proses belajar untuk mengikuti tes ini. Aku belajar dengan sungguh-sungguh.

            Aku sakit. Aku terkena penyakit lambung. Aku bolak-balik ke Klinik terdekat yang ada di rumahku. Aku juga sempat masuk IGD karena penyakit lambung ini. Waktu belajarku jadi terganggu karena penyakit ini. Hari-hari aku jalani dengan belajar dan meminum obat.

            15 April 2022, aku diterima di UIN Syarif Hidayatullah prodi Bimbingan dan Penyuluhan islam. Aku bimbang. Aku bingung, aku tidak ingin kuliah di sini. Aku mendaftar di Universitas ini hanya sebagai plan keduaku.

            “Udahlah kak, ambil aja. UIN itu bagus lho. Ayah malah senang kalau kamu kuliah di situ. Itukan Universitas islam, kamu pasti aman disana.” Ucap ayahku, beliau adalah orang yang religius.

            “Tapi ayah, kakak tidak pengen kuliah disini. Kakak mau kejar prodi impian kakak, ayah.”

            “Lho, itu Universitas bagus kak. Kamu harus ambil itu. Sayang lho, kan sudah lolos juga. Pokoknya ayah mau kamu kuliah disana Kak!”

            “Ayah, aku daftar di UIN hanya supaya aku ada plan kedua. Aku mau kejar prodi impianku ayah.”

            “Astagfirullahalazim, terserah kamu lah kak, ayah maunya kamu kuliah di UIN.”

            23 Juni 2022, hari dimana aku tertolak yang kedua kalinya. Aku masih mendaftar di Universitas dan prodi yang sama di seleksi ini, ternyata memang bukan jalanku. Memang bukan rezekiku. Aku hanya bisa menangis, pasrah terhadap keadaan yang terjadi. Aku tidak tau harus melakukan apa.

            “Bagaimana? Lolos tidak kak?” ucap ayahku ketika melihat aku menangis.

            “Tidak ayah. Kakak tidak lolos lagi.”

            “Yasudah,  ambil saja UINnya. Kemarin kan sudah ayah transfer biaya pendaftaran ulangnya. Ayah justru senang kamu kuliah di UIN.”

            Memang benar, pendaftaran ulangku di UIN sudah ayah urus. Aku hanya tinggal menunggu waktu kuliah saja. Menunggu kapan aku harus berangkat.

            “Ikhlas ya kak, jalani saja dulu. Barangkali itu memang yang terbaik kak. Ingat bahwa boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik buat kamu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah maha mengetahui kak, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Ucap bundaku. Beliau menasihatiku. Apa yang bundaku bilang itu memang benar.

            Aku ikhlas, aku bahkan tidak mengikuti seleksi mandiri di Universitas impianku. Alasannya adalah aku tidak di izinkan oleh ayahku. Ayahku menyarankan agar aku melanjutkan pendidikanku di UIN, di prodi yang sebetulnya aku juga tidak paham.

            Inilah aku sekarang, aku sudah 1 bulan kuliah di UIN. Hari-hari kujalani dengan mencoba ikhlas, ya memang aku belum ikhlas sepenuhnya. Aku masih berada di tahap mencoba. Tetapi aku sangat amat bersyukur, aku bertemu dengan banyak sekali orang-orang yang baik. Terutama teman-temanku. Aku bersyukur bertemu dengan mereka, aku bersyukur takdirku ada di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun