Mohon tunggu...
Humas UMKT
Humas UMKT Mohon Tunggu... Dosen - Humas

UMKT Merupakan Perguruan Tinggi Swasta No 1 di Kaltim-Kaltara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru dalam Sorotan: Antara Kriminalisasi, Disiplin, dan Kesejahteraan

26 November 2024   21:14 Diperbarui: 26 November 2024   21:18 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis: Khusnul Khatimah, S.Pd., M.Pd (Ketua Prodi Pend. Bahasa Inggris, UMKT)

Samarinda - Belakangan ini ramai kasus kriminalisasi pada salah satu Guru di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Setelah adanya kasus tersebut ramai muncul kekhawatiran terutama dari Guru atau Pendidik akan terjadi hal yang sama. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa saja terjadi pada Guru-Guru atau Pendidik di lembaga pendidikan manapun. Mendisiplinkan siswa akan dianggap sebagai perbuatan kekerasan, padahal hal tersebut merupakan salah satu tugas tenaga pendidik.

Tentu saja kasus di atas bukan hanya satu-satunya kasus yang membuat 'merinding' tenaga pendidik. Pasalnya banyak 'kesalahpahaman' antara guru dan orang tua siswa perihal mendisiplinkan siswanya. Saat ini banyak bermunculan opini-opini para guru yang menyatakan lebih memilih melakukan pembiaran pada siswa yang melakukan kenakalan daripada harus mengalami kriminalisasi.

Disiplin, Bukan Berarti Kekerasan

Salah satu bagian dari proses belajar yaitu mengajarkan disiplin pada siswa. Sekolah memiliki kewajiban untuk membentuk/mendidik karakter anak. Pendidikan berkarakter ini tetap diajarkan dengan nilai kasih sayang, keteladanan, moralitas, perilaku dan kebhinekaan. Selain itu, prinsip perlindungan terhadap anak juga harus tetap diperhatikan. Pada hakikatnya guru sebagai orang dewasa memiliki peran untuk melindungi anak-anak. Sehingga mendidik/mendisiplinkan siswa dengan maksud kekerasan tentu bukan hal yang dibenarkan.

Cara guru mendisiplinkan siswa harus bebas dari unsur kekerasan, dan jika terjadi dugaan kekerasan, perlu dilakukan pembuktian secara objektif. Namun, berbeda halnya jika tidak ada kekerasan yang terjadi, tetapi upaya guru untuk mendisiplinkan siswa justru dikriminalisasi. Situasi semacam ini perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam konteks ini, peran orang tua menjadi sangat penting. Orang tua perlu memahami bahwa sekolah tidak hanya menjadi tempat untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk karakter anak. Dalam proses pembentukan karakter, setiap anak membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda, sesuai dengan sifat, sikap, dan perilakunya. Kolaborasi yang baik antara guru dan orang tua menjadi kunci untuk mendidik anak secara holistik tanpa menimbulkan kesalahpahaman.

Selanjutnya, Bagaimana Nasib Guru?

Ada trend di masyarakat yang menyebutkan, jika orang tua memiliki kedudukan yang lebih tinggi maka akan lebih mudah guru dikriminalisasi, padahal orang tua tidak menyadari bahwa anak mereka juga perlu dididik. Perlu dibangun relasi antara guru dan orang tua untuk saling percaya dan saling menghormati dalam proses mengajar.

Sistem peraturan perundang-undangan kita tentu sudah mengatur semuanya, baik perlindungan terhadap anak maupun perlindungan terhadap guru atau tenaga pendidik. Namun pada praktiknya masih perlu dikaji kembali penegakan hukum terhadap kriminalisasi guru.

Perlu adanya revisi regulasi yang melindungi guru dari ancaman kriminalisasi dalam menjalankan proses belajar mengajar. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian kolektif yang melibatkan peran aktif pemerintah, sekolah, maupun orang tua siswa itu sendiri.

Kesejahteraan Guru, Masalah Lain yang Terus Menerus

Selain masalah kriminalisasi, masalah penting yang tidak kunjung selesai yaitu kesejahteraan guru. Glorifikasi bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa sering digaungkan. Namun, glorifikasi ini terkadang justru melanggengkan persepsi bahwa pengabdian guru sudah sewajarnya tanpa pamrih, mengabaikan pentingnya kesejahteraan material dan emosional mereka. Padahal, profesi guru tidak hanya membutuhkan keahlian mendidik, tetapi juga menghadapi beban emosional yang besar. Mengelola siswa dengan latar belakang dan sifat yang beragam jelas menguras energi mental. Ungkapan "guru juga manusia" bukan sekadar candaan belaka---itu adalah realitas yang sering diabaikan.

Selain itu, masalah kesejahteraan guru masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Hingga saat ini, banyak guru di Indonesia, khususnya guru honorer, hidup dengan penghasilan jauh di bawah layak. Berita tentang guru yang digaji kurang dari Rp2 juta, bahkan di bawah Rp1 juta, menjadi tamparan keras bagi kita semua. Ironisnya, glorifikasi guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa terus digaungkan tanpa diiringi langkah nyata untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Kesejahteraan guru tidak hanya soal gaji. Screening kesehatan mental bagi para guru juga harus menjadi prioritas. Dengan beban kerja yang besar dan tuntutan pencapaian target pendidikan, banyak guru mengalami tekanan yang jarang diungkapkan. Perhatian pada kesejahteraan emosional mereka adalah kunci untuk memastikan kualitas pengajaran tetap terjaga.

Dalam konteks ini, sudah saatnya pemerintah dan masyarakat bergerak bersama mewujudkan guru yang sejahtera, baik secara material maupun emosional. Langkah ini tidak hanya menjadi bentuk penghormatan nyata, tetapi juga penyemangat bagi para guru dalam menjalankan tugas mulianya.

Pada akhirnya, tidak semua guru hebat, tetapi setiap orang hebat pernah belajar dari seorang guru. Di Hari Guru ini, mari kita memberikan penghargaan tulus kepada mereka yang tanpa lelah membangun masa depan bangsa. Selamat Hari Guru! Semoga penghargaan kepada guru tidak hanya sekadar kata-kata, tetapi diwujudkan dalam kebijakan dan tindakan nyata yang membuat profesi ini benar-benar dihormati dan dimuliakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun