Penulis: Khusnul Khatimah, S.Pd., M.Pd (Ketua Prodi Pend. Bahasa Inggris, UMKT)
Samarinda - Belakangan ini ramai kasus kriminalisasi pada salah satu Guru di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Setelah adanya kasus tersebut ramai muncul kekhawatiran terutama dari Guru atau Pendidik akan terjadi hal yang sama. Tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa saja terjadi pada Guru-Guru atau Pendidik di lembaga pendidikan manapun. Mendisiplinkan siswa akan dianggap sebagai perbuatan kekerasan, padahal hal tersebut merupakan salah satu tugas tenaga pendidik.
Tentu saja kasus di atas bukan hanya satu-satunya kasus yang membuat 'merinding' tenaga pendidik. Pasalnya banyak 'kesalahpahaman' antara guru dan orang tua siswa perihal mendisiplinkan siswanya. Saat ini banyak bermunculan opini-opini para guru yang menyatakan lebih memilih melakukan pembiaran pada siswa yang melakukan kenakalan daripada harus mengalami kriminalisasi.
Disiplin, Bukan Berarti Kekerasan
Salah satu bagian dari proses belajar yaitu mengajarkan disiplin pada siswa. Sekolah memiliki kewajiban untuk membentuk/mendidik karakter anak. Pendidikan berkarakter ini tetap diajarkan dengan nilai kasih sayang, keteladanan, moralitas, perilaku dan kebhinekaan. Selain itu, prinsip perlindungan terhadap anak juga harus tetap diperhatikan. Pada hakikatnya guru sebagai orang dewasa memiliki peran untuk melindungi anak-anak. Sehingga mendidik/mendisiplinkan siswa dengan maksud kekerasan tentu bukan hal yang dibenarkan.
Cara guru mendisiplinkan siswa harus bebas dari unsur kekerasan, dan jika terjadi dugaan kekerasan, perlu dilakukan pembuktian secara objektif. Namun, berbeda halnya jika tidak ada kekerasan yang terjadi, tetapi upaya guru untuk mendisiplinkan siswa justru dikriminalisasi. Situasi semacam ini perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam konteks ini, peran orang tua menjadi sangat penting. Orang tua perlu memahami bahwa sekolah tidak hanya menjadi tempat untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga untuk membentuk karakter anak. Dalam proses pembentukan karakter, setiap anak membutuhkan pendekatan yang berbeda-beda, sesuai dengan sifat, sikap, dan perilakunya. Kolaborasi yang baik antara guru dan orang tua menjadi kunci untuk mendidik anak secara holistik tanpa menimbulkan kesalahpahaman.
Selanjutnya, Bagaimana Nasib Guru?
Ada trend di masyarakat yang menyebutkan, jika orang tua memiliki kedudukan yang lebih tinggi maka akan lebih mudah guru dikriminalisasi, padahal orang tua tidak menyadari bahwa anak mereka juga perlu dididik. Perlu dibangun relasi antara guru dan orang tua untuk saling percaya dan saling menghormati dalam proses mengajar.
Sistem peraturan perundang-undangan kita tentu sudah mengatur semuanya, baik perlindungan terhadap anak maupun perlindungan terhadap guru atau tenaga pendidik. Namun pada praktiknya masih perlu dikaji kembali penegakan hukum terhadap kriminalisasi guru.
Perlu adanya revisi regulasi yang melindungi guru dari ancaman kriminalisasi dalam menjalankan proses belajar mengajar. Tentunya hal ini harus menjadi perhatian kolektif yang melibatkan peran aktif pemerintah, sekolah, maupun orang tua siswa itu sendiri.