Mohon tunggu...
Humas UMKT
Humas UMKT Mohon Tunggu... Dosen - Humas

UMKT Merupakan Perguruan Tinggi Swasta No 1 di Kaltim-Kaltara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Transformasi Pendidikan Inklusif: Menyongsong Masa Depan Ramah Diversitas

19 Februari 2024   11:11 Diperbarui: 19 Februari 2024   11:22 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Khusnul Khatimah S.Pd.,M.Pd.

Oleh: Khusnul Khatimah S.Pd.,M.Pd.
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, UMKT

umkt.ac.id, Samarinda- Pendidikan menjadi landasan pembangunan suatu bangsa. Konstitusi kita menjamin bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Saat ini upaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang inklusif menjadi semakin mendesak. Secara global melalui SDGs (Sustainable Development Goals), praktik pendidikan inklusif terus digaungkan sebagai harapan untuk semua anak tanpa terkecuali dipenuhi hak sosial dan pendidikan yang bermutu di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan, dan juga menjadi agenda utama dalam pendidikan pada semua satuan pendidikan reguler. 

Berbagai riset menujukan bahwa presentasi anak berkubutuhan khusus yang menempuh pendidikan masih sangat minim. Hal tersebut artinya dibutuhkan upaya konferhensif dari berbagai elemen baik pemerintah dan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesataraan akses dalam pendidikan. Perlu dipahami juga bahwa Inklusif berarti memberikan hak pendidikan kepada semua anak tanpa terkecuali tanpa memandang latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Tulisan ini akan mencoba menelisik tantangan, kemajuan, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk merumuskan pendidikan inklusif yang lebih baik di Indonesia.

  • Kondisi Pendidikan Inklusif di Indonesia

Di Indonesia sendiri sebenarnya terdapat beberapa Sekolah Luar Biasa (SLB) yang diklasifikasikan menjadi 6 (enam) jenis diantaranya SLB-A (dikhususkan untuk penyandang tuna netra), SLB-B (dikhususkan untuk penyandang tuna rungu), SLB-C (dikhususkan untuk penyandang tuna grahita), SLB-D (dikhususkan untuk penyandang tuna daksa), SLB-E (dikhususkan untuk penyandang tuna laras), SLB-G (dikhususkan untuk penyandang tuna ganda). SLB juga terbagi menjadi dua berdasarkan penyelenggaranya yaitu SLB Negeri dan SLB Swasta. Tidak dipungkiri bahwa pendidikan bagi anak dengan kebutuhan khusus memang harus disesuaikan dengan keadaan/keterbatasan yang dimiliki. Hal ini untuk membantu anak-anak agar dapat dengan maksimal menerima dan memahami pembelajaran yang mereka terima. 

Namun demikian, masih banyak juga kekurangan pada SLB seperti kurangnya ketersediaan sekolah luar biasa itu sendiri, kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan dan kurangnya dukungan masyarakat. Belum meratanya SLB di seluruh daerah di Indonesia menjadi suatu kendala terhadap pemerataan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Masyarakat juga masih memiliki stigma negatif terhadap SLB. Masih banyak pandangan bahwa memasukkan anak mereka di sekolah khusus merupakan suatu hal yang memalukan dan asing bagi mereka. 

Adanya pendidikan inklusi sebenarnya dapat menjadi solusi yang efektif bagi orang tua yang menginginkan anak mereka tetap dapat bersosialisasi dengan anak-anak reguler. Konsep pendidikan inklusi yang dilaksanakan di sekolah reguler menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa anak dengan kebutuhan khusus tidak boleh dibeda-bedakan dalam memperoleh pendidikan, mereka juga memiliki hak untuk berkehidupan sosial bersama anak-anak lainnya. Namun tentunya hal tersebut juga masih memiliki tantangan dan hambatan dalam pelaksanaannya. Akan tetapi, hal tersebut harus menjadi semangat untuk terus meningkatkan pendidikan inklusi yang efektif bagi seluruh anak di Indonesia. 


  • Tantangan Pendidikan Inklusif

Stigma terhadap anak-anak dengan kebutuhan khusus atau anak disabilitas masih menjadi kendala serius. Masyarakat cenderung mengisolasi anak-anak dengan kebutuhan khusus, yang pada gilirannya memperburuk kondisi mereka dan membuatnya sulit untuk mengakses pendidikan yang layak. Harus diakui bahwa kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan inklusif masih rendah. Sebagian besar masyarakat belum memahami secara utuh bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan, tanpa memandang latar belakang atau kondisi fisik dan mentalnya. 

Hal yang perlu dipahami bersama adalah pendidikan inklusi bukanlah sekadar program untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, melainkan suatu bentuk pendidikan yang memperhatikan dan menghargai keberagaman setiap individu, sehingga pada taraf ini masyarakat dapat melihat bahwa pendidikan inklusi bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga tanggung jawab bersama untuk menciptakan lingkungan yang inklusif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun