Berbeda lagi dengan Rachel yang menggambarkan diri sebagai akar pohon. Akar berusaha berkembang hingga pohon menghasilkan buah yang baik. Pertumbuhan selalu membutuhkan proses. Rachel ingin menjadi akar agar bisa berkembang, berproses, dan menghasilkan buah yang baik.
"Kasih Tuhan begitu besar kepada kita anak-anaknya. Kehadiran orang tua dan saudara memberikan kebahagiaan dan sukacita. Itu menjadikan kita sempurna dan berharga di mata Tuhan," ucap Frater Leo.
Selain tentang keluarga, para frater juga menyampaikan materi tentang pendidikan. Menurut Frater Aloy, keluarga dan sekolah memiliki kaitannya, "Keluarga sebagai awal pendidikan kemudian disambung dengan pendidikan di sekolah dengan para guru, teman-teman, dan para karyawan."
"Pendidikan itu membebaskan. Ketika sudah belajar banyak hal, kita bebas berekspresi dan menentukan banyak hal. Dengan belajar kita bisa menyalurkan ilmu kepada orang lain," tambah Frater Lumen.
Para frater membawakan rekoleksi dengan banyak selingan sehingga anak-anak tidak jenuh, di antaranya menyanyi bersama, memutar video tentang motivasi dan makna orang tua yang sangat berharga bagi anak-anak, dan juga menampilkan video orasi dari Keisha yang telah memenangkan Juara II Lomba Orasi Se-Jawa Bali. Orasi Keisha menjadi penyemangat teman-temannya untuk mencintai budaya sopan santun.
"Hidup ini suatu pilihan. Apa yang kamu putuskan menentukan masa depanmu. Hidup ini bukan melulu tentang hasil, tetapi tentang proses. Apapun hasilnya, yang terpenting adalah menghargai proses. Who Am I? Bagaimana diriku dan aku ingin menjadi seperti apa?," demikian closing statement dari Frater Aloy saat menutup rekoleksi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H