Dua sekolah Muhammadiyah di atas nampaknya sudah cukup untuk menelusuri geneologi sekolah unggul Muhammadiyah dan mungkin dapat dipaparkan lebih jauh lagi dengan kisah sukses sekolah Muhammadiyah lainnya akan menjadi lebih banyak lagi. Tetapi, penggambaran dua sekolah Muhammadiyah menjelaskan kepada kita bahwa memang sekolah Muhammadiyah yang unggul dirintis dan dibangun dari bawah, setapak demi setapak, mulai dari kecil hingga bertumbuh melaju kencang. Tidak kalah dengan sekolah yang pembangunannya menghabiskan dana yang banyak, begitu berdiri langsung megah dan mutakhir fasilitasnya. Atau sekolah negeri yang seluruh operasionalnya dibiayai oleh pemerintah.
Jadi, jika hari ini masih terdapat sekolah Muhammadiyah dengan usia yang cukup tua namun tak kunjung menampakkan gaung kemajuannya. Maka, gerakan akar rumput (cabang dan ranting) harus segera mengoreksi diri. Begitupun kepala sekolah juga harus berbenah, apa yang sebenarnya yang kurang dan apa sebenarnya yang salah. Â Ranting dan cabang haruslah bersinergi satu sama lainnya, komunikasi harus mulai dihidupkan kembali. Jangan sampai, ranting atau cabang acuh pada sekolah naungannya begitu juga sebaliknya. Gerakan akar rumput harus tegas menghilangkan bibit-bibit manipulatif dan koruptif, hidupkan kembali pengajian-pengajian Muhammadiyah pada level cabang dan ranting sebagai media penguatan nilai-nilai luhur Muhammadiyah sekaligus sarana silahturahmi dan komunikasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H