Mohon tunggu...
Rio Estetika
Rio Estetika Mohon Tunggu... Freelancer - Dengan menulis maka aku Ada

Freelancer, Teacher, Content Writer. Instagram @rioestetika

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Warna-Warni Sekolah Muhammadiyah

7 November 2023   00:26 Diperbarui: 7 November 2023   00:31 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Basis lembaga pendidikan Muhammadiyah seantero negeri ini begitu fantastis jumlahya. Bukan main dan bukan kaleng-kaleng, ekspansi pendidikan Muhammadiyah juga merambah pangsa pasar internasional. 

Cabang-cabang Istimewa Muhammadiyah di luar negeri mendirikan kampus-kampus dan pusat pendidikan, ini menggembirakan sekaligus menjadi semangat untuk terus menggelorakan nilai-nilai Islam berkemajuan, toleran, dan inklusif.

Namun demikian, lembaga pendidikan Muhammadiyah yang fantastis itu tidak serta-merta menggambarkan dan merepresentasikan pendidikan Muhammadiyah unggulan secara keseluruhan.  

Ada sekolah Muhammadiyah yang mampu tampil gemilang dan unggul berprestasi serta diminati masyarakat. Lalu, ada pula sekolah Muhammadiyah yang bahkan untuk berdiri mandiri saja terasa berat dan susah. 

Dalam satu wilayah pimpinan derah Muhammadiyah kota /kabupaten, disana akan terdapat beraneka ragam bentuk dan corak sekolah Muhammadiyah, padahal sama-sama Muhammadiyah dan mengusung cita-cita yang sama. Hingga muncul seloroh, "Sekolah Muhammadiyah itu komplit, mau melihat yang paling bagus dan unggul banyak, yang terpuruk juga ada". 

Hal menjadi pertanyaan besar, mengapa hal ini terjadi? Mengapa dalam satu tubuh persyarikatan yang telah mapan dan besar masih terdapat ketimpangan kualitas yang begitu besar?

Sekolah Akar Rumput

Notabennya sekolah Muhammadiyah lahir dan berkembang bukan atas komando dari pimpinan pusat Muhammadiyah. Melainkan, sekolah-sekolah Muhammadiyah banyak berdiri karena ghirah dan kepedulian warga Muhammadiyah di akar rumput.Mereka yang memiliki jiwa volunteerism yang tinggi, berkeinginan beramal ibadah dan mencerdaskan anak-anak bangsa mendirikan sekolah. Hingga diantara mereka rela untuk patungan demi operasional sekolah dan menggaji para guru. 

Agar mendapatkan legalitas dan kejelasan kelembagaan, sekolah-sekolah tersebut diprakarsai dan dikelola oleh cabang maupun ranting Muhammadiyah di wilayah setempat.

Oleh karena itu, sekolah Muhammadiyah tumbuh dengan perkembangan yang variatif menyesuaikan dengan kultur budaya dan potensi wilayah masing-masing. 

Maka, tidak heran jika sekolah-sekolah Muhammadiyah itu memiliki corak dan keunggulan yang berbeda antara daerah satu dengan yang lainnya kendati muatan pendidikannya sama. 

Garis besar tujuan sekolah-sekolah Muhammadiyah bukan mencetak tenaga kerja, melainkan dengan harapan yang lebih tinggi dan nilai plus yang dimiliki hasil didikan sekolah Muhammadiyah akan menjadi teladan dan pemimpin pada komunitas masing-masing. 

Dengan demikian, keunggulan sekolah Muhammadiyah ditentukan oleh pengurus dan stakeholdernya pada level ranting maupun cabang Muhammadiyah, khususnya kepala sekolah.

Sekolah-sekolah Muhammadiyah menjadi tidak unggul atau kesulitan maju dan bahkan gulung tikar disebabkan oleh beberapa hal yang memicunya, diantaranya:

1.Lemahnya Sinergitas Akar Rumput

Hal ini terlihat pada lemahnya pimpinan cabang maupun ranting dalam mengambil andil pengelolaan sekolah. Sering kali, sekolah mengatur urusannya sendiri dalam mengelola lembaga. Bahkan, ranting terkadang tidak tahu menahu bagaimana progress lembaga pendidikan dibawah naungannya. 

Jika kita mau membuka mata, hal ini banyak dijumpai. Ada guru yang tidak tahu siapa ketua rantingnya dan begitu sebaliknya. Hal ini, banyak faktor mempengaruhi. 

Kemungkinan pengurus ranting yang terlampau banyak urusan, minimnya pengurus ranting, visi-misi yang kurang dipahami dan lain sebagainya. 

Sehingga, dalam kondisi ini sekolah menjalankan roda aktivitasnya sendiri dengan mengabaikan ranting Muhammadiyah setempat, seolah ranting hanyalah sebagai formalitas organisasi semata.

Maka, sebelum terlambat ranting-ranting Muhammadiyah perlu menegaskan kembali hirarkinya sebagai pengelola sekolah Muhammadiyah. Begitupun pihak sekolah, juga harus proaktif  bersinergi untuk menggeliatkan perkaderan dengan  jalur pendidikan.

2. Kepala Sekolah "Kader Karbitan"

Problem selanjutnya adalah tenaga pendidikan dan kependidikan yang kurang mendalami visi-misi pendidikan. Mereka adalah kepala sekolah dan guru Muhammadiyah "kader karbitan", kebanyakan mereka cenderung setengah hati berjuang di Muhammadiyah. 

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa bergabung dalam amal usaha Muhammadiyah haruslah siap dengan "nambahi gawean" yaitu mengurusi hajat keperluan dan memudahkan urusan orang lain yang terkadanh balasan sisi materinya tak ada. 

Alih-alih berjuang membesarkan lembaga Muhammadiyah, kader karbitan ini berjuang untuk kepentingannya sendiri dan zona nyamannya sendiri. Segala tindakannya yang terpenting fokus pada hasil, tidak peduli dengan prosesnya.

Kepala sekolah sebagai "kader karbitan" terlihat jelas dengan tidak punyanya visi-misi yang jelas dalam mengelola sekolah. Gagasan dan pandangan pengelolaan sekolah kerap asal jalan. Banyak sekali program-program yang menduplikasi sekolah lain tanpa analisis potensi sekolah sendiri. 

Pengetahuannya tentang filosofi pendidikan Muhammadiyah begitu dangkal, hal ini dapat dilihat dari attitude-nya dan nilai moral dalam pergaulannya dengan guru, murid, dan rekan sejawat. 

Ia kurang pandai menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan. Kemampuan manajerialnya sering kali banyak manipulatif demi keuntungan pribadi atau pun kerabatnya. 

Tidak ada sama sekali besitan dalam kesadaran iman maupun akalnya untuk bagaimana memajukan lembaga yang dipimpinnya. Karakteristik kepemimpinannya cenderung otoriter dan tidak mau dikritik. 

Kepala sekolah seperti inilah yang membuat sekolah Muhammadiyah sulit berkembang, karena pola dan aktivitas organisasi yang dijalankannya akan cenderung lebih banyak formalitas semu, yang penting sekolah jalan, proses KBM terealisasi dan ada input murid tiap tahunnya.

Model kepala sekolah "kader karbitan" juga akan mempengaruhi kinerja para guru. Sehingga, jika ada guru ataupun tenaga pendidik yang kerap seenaknya, kurang konsisten, tidak disiplin bisa dilihat bagaimana kepemimpinan kepala sekolahnya, bagaimana budaya yang subur di sekolahnya.

3.Guru "Kader Karbitan"

Sebutan untuk guru Muhammadiyah sebagai "kader karbitan" juga tidak jauh berbeda dengan  kepala sekolah "kader karbitan". Motivasi model guru Muhammadiyah seperti ini adalah zona nyaman. 

Ghirah dan semangat juangnya di sekolah Muhammadiyah hanya demi kemudahan untuk menuju gerbang pintu pendaftaran PNS maupun PPPK. Hal tersebut memang menjadi hak -nya untuk terus berkarir demi kepastian financial. 

Namun, yang menjadi permasalahan dan tidak bermoral secara etika agama maupun organisasi, yaitu ketika guru "kader karbitan" ini juga turut menyuburkan praktik-praktik manipulatif administrasi untuk menunjang karirnya. Sehingga hadirnya di sekolah Muhammadiyah bak penumpang bus yang mampir terminal.

Tiga point di atas merupakan renungan dan refleksi untuk kita para stakeholder perguruan Muhammadiyah, mengindikasikan sebuah peringatan bahwa jika lembaga pendidikan masih terdapat problem tersebut maka kemajuan sekolah, pendidikan yang menggembirakan, dan mencerahkan hanyalah kalkulasi serta angan semu.

 Sinergitas dan kejelasan visi-misi, perlu ditegaskan kembali demi arah sekolah Muhammadiyah. Sekolah dan stakeholder tanpa visi-misi yang jelas dan terukur hanyalah akan terombang -ambing oleh arus trend. Sementara sekolah, tanpa sinergitas ia akan kesulitan merealisasikan vis-misi nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun