Pengetahuannya tentang filosofi pendidikan Muhammadiyah begitu dangkal, hal ini dapat dilihat dari attitude-nya dan nilai moral dalam pergaulannya dengan guru, murid, dan rekan sejawat.Â
Ia kurang pandai menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan. Kemampuan manajerialnya sering kali banyak manipulatif demi keuntungan pribadi atau pun kerabatnya.Â
Tidak ada sama sekali besitan dalam kesadaran iman maupun akalnya untuk bagaimana memajukan lembaga yang dipimpinnya. Karakteristik kepemimpinannya cenderung otoriter dan tidak mau dikritik.Â
Kepala sekolah seperti inilah yang membuat sekolah Muhammadiyah sulit berkembang, karena pola dan aktivitas organisasi yang dijalankannya akan cenderung lebih banyak formalitas semu, yang penting sekolah jalan, proses KBM terealisasi dan ada input murid tiap tahunnya.
Model kepala sekolah "kader karbitan" juga akan mempengaruhi kinerja para guru. Sehingga, jika ada guru ataupun tenaga pendidik yang kerap seenaknya, kurang konsisten, tidak disiplin bisa dilihat bagaimana kepemimpinan kepala sekolahnya, bagaimana budaya yang subur di sekolahnya.
3.Guru "Kader Karbitan"
Sebutan untuk guru Muhammadiyah sebagai "kader karbitan" juga tidak jauh berbeda dengan  kepala sekolah "kader karbitan". Motivasi model guru Muhammadiyah seperti ini adalah zona nyaman.Â
Ghirah dan semangat juangnya di sekolah Muhammadiyah hanya demi kemudahan untuk menuju gerbang pintu pendaftaran PNS maupun PPPK. Hal tersebut memang menjadi hak -nya untuk terus berkarir demi kepastian financial.Â
Namun, yang menjadi permasalahan dan tidak bermoral secara etika agama maupun organisasi, yaitu ketika guru "kader karbitan" ini juga turut menyuburkan praktik-praktik manipulatif administrasi untuk menunjang karirnya. Sehingga hadirnya di sekolah Muhammadiyah bak penumpang bus yang mampir terminal.
Tiga point di atas merupakan renungan dan refleksi untuk kita para stakeholder perguruan Muhammadiyah, mengindikasikan sebuah peringatan bahwa jika lembaga pendidikan masih terdapat problem tersebut maka kemajuan sekolah, pendidikan yang menggembirakan, dan mencerahkan hanyalah kalkulasi serta angan semu.
 Sinergitas dan kejelasan visi-misi, perlu ditegaskan kembali demi arah sekolah Muhammadiyah. Sekolah dan stakeholder tanpa visi-misi yang jelas dan terukur hanyalah akan terombang -ambing oleh arus trend. Sementara sekolah, tanpa sinergitas ia akan kesulitan merealisasikan vis-misi nya.