Dengan demikian, keunggulan sekolah Muhammadiyah ditentukan oleh pengurus dan stakeholdernya pada level ranting maupun cabang Muhammadiyah, khususnya kepala sekolah.
Sekolah-sekolah Muhammadiyah menjadi tidak unggul atau kesulitan maju dan bahkan gulung tikar disebabkan oleh beberapa hal yang memicunya, diantaranya:
1.Lemahnya Sinergitas Akar Rumput
Hal ini terlihat pada lemahnya pimpinan cabang maupun ranting dalam mengambil andil pengelolaan sekolah. Sering kali, sekolah mengatur urusannya sendiri dalam mengelola lembaga. Bahkan, ranting terkadang tidak tahu menahu bagaimana progress lembaga pendidikan dibawah naungannya.Â
Jika kita mau membuka mata, hal ini banyak dijumpai. Ada guru yang tidak tahu siapa ketua rantingnya dan begitu sebaliknya. Hal ini, banyak faktor mempengaruhi.Â
Kemungkinan pengurus ranting yang terlampau banyak urusan, minimnya pengurus ranting, visi-misi yang kurang dipahami dan lain sebagainya.Â
Sehingga, dalam kondisi ini sekolah menjalankan roda aktivitasnya sendiri dengan mengabaikan ranting Muhammadiyah setempat, seolah ranting hanyalah sebagai formalitas organisasi semata.
Maka, sebelum terlambat ranting-ranting Muhammadiyah perlu menegaskan kembali hirarkinya sebagai pengelola sekolah Muhammadiyah. Begitupun pihak sekolah, juga harus proaktif  bersinergi untuk menggeliatkan perkaderan dengan  jalur pendidikan.
2. Kepala Sekolah "Kader Karbitan"
Problem selanjutnya adalah tenaga pendidikan dan kependidikan yang kurang mendalami visi-misi pendidikan. Mereka adalah kepala sekolah dan guru Muhammadiyah "kader karbitan", kebanyakan mereka cenderung setengah hati berjuang di Muhammadiyah.Â
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa bergabung dalam amal usaha Muhammadiyah haruslah siap dengan "nambahi gawean" yaitu mengurusi hajat keperluan dan memudahkan urusan orang lain yang terkadanh balasan sisi materinya tak ada.Â
Alih-alih berjuang membesarkan lembaga Muhammadiyah, kader karbitan ini berjuang untuk kepentingannya sendiri dan zona nyamannya sendiri. Segala tindakannya yang terpenting fokus pada hasil, tidak peduli dengan prosesnya.
Kepala sekolah sebagai "kader karbitan" terlihat jelas dengan tidak punyanya visi-misi yang jelas dalam mengelola sekolah. Gagasan dan pandangan pengelolaan sekolah kerap asal jalan. Banyak sekali program-program yang menduplikasi sekolah lain tanpa analisis potensi sekolah sendiri.Â