Penerpaan Keadilan pada Tragedi Kanjuruan Perspektif Sila Ke-2 Pancasila Dan Teori Keadilan John Rawls
Oleh: Humaira Zulfa Mardhatilla
Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), meskipun tantangan dalam melaksanakannya masih ada. Hal ini berbanding lurus dengan sila ke-2 pancasila yang berbunyi "kemanusiaan yang adil dan  beradab". Sila ini menekankan pentingnya setiap orang untuk menghormati harkat dan martabat orang lain, setiap orang harus diperlakukan dengan hormat dan memiliki hak yang sama tanpa adanya diskriminasi. Sila ini menekankan pentingnya menghormati dan memperlakukan setiap individu dengan adil, serta menjunung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Namun, keadilan di Indonesia masih mengalami banyak tantangan sehingga sistem keadilan di Indonesia masih belum terealisasi dengan baik, salah satunya keadilan dalam kasus tragedi kanjuruan. Tragedi kanjuruan merupakan tragedi yang menewaskan 135 orang dan menyebabkan 500 orang lainnya luka-luka.
Tragedi kanjuruan ini terjadi di Stadion Kanjuruan Malang pada tanggal 1 Oktober 2022 setelah pertandingan tim sepakbola Arema FC melawan Persebaya dengan skor 2-3 untuk kemenangan Persebaya, tragedi ini terjadi karena kekecewaan para penonton yang menyaksikan tim kesayangannya mengalami kekalahan setelah 23 tahun mempertahankan kemenangannya di kandang sendiri.
Pada saat itu para penonton turun ke Lapangan untuk menemui para pemain dan official  untuk  melampiaskan kekecewaanya. Oleh karena itu petugas keamanan menembakkan gas air mata. Tujuh tembakan diarahkan ke Tribun Selatan, satu tembakan ke arah tribun utara, dan tiga tembakan ke arah Lapangan. Tentu hal ini mengakibatkan penonton merasa pedih di mata, panik, dan berusaha meninggalakn arena. Namun, pintu stadion yang seharusnya sudah dibuka beberapa menit lalu masih terkunci rapat yang mengakibatkan para penonton yang berusaha keluar terjebak.
Tragedi ini merupakan tragedi paling mematikan dalam sejarah sepak bola indonesia dan menjadi tragedi mematikan kedua di Dunia setelah pertandingan kualifikasi olimpiade 1964 anatara Argentina melawan Peru di stadion Nasional Peru.
Tetapi sayangnya proses penegakan hukum dalam kasus ini dinilai belum mampu menegakkan keadilan bagi korban dan keluarganya, dengan para pelakunya divonis dengan hukuman ringan dan sebagian bebas. Juga terdapat banyak kejanggalan dalam proses hukum tragedi kanjuruan ini salah satunya minimnya melibatkan saksi korban dan keluarga korban. Pernyataan Kapolda Jawa Timur tentang pengamanan pertandingan Arema FC dan Persebaya saat itu sudah sesuai dengan prosedur, padahal berbagai lembaga negara yang melakukan investigasi menyimpulkan ada penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh aparat keamanan.
Jika dikaitkan dengan sila ke-2 pancasila, tragedi kanjuruan ini tidak mencerminkan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Seharusnya dalam pancasila terutama sila ke-2 setiap individu atau kelompok berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan dari negara, apalagi dalam situasi publik seperti pertandingan sepak bola seperti ini. Kemudian dalam hal penegakkan hukum yang telah terjadi juga tidak mencerminkan pengamalan pancasila sila  ke-2.
Jika dipandang dari prinsip-prinsip keadilan yang digagas oleh John, kasus kanjuruan ini juga mencerminkan kegagalan dalam menciotakan keadilan. Rawls mengembangkan prinsip-prinsip keadilan dengan menggunakan konsep ciptaannya yang dikenal dengan "posisi asali" (original position) dan "selubung ketidak tahuan" (veil of ignorance).
Posisi asali menurut John Rawls adalah memosisikan secara sama dan setara seseorang di dalam masyarakat serta tidak ada pihak yang memiliki posisi lebih tinggi antara satu dengan yang lainnya seperti kedudukan, status sosial, kecerdasan, kemampuan, dan lain sebagainya. Kondisi demikian dapat terwujud jika didasari dengan rasionalitas (rationality), kebebasan (freedom), dan persamaan (equality).
Sementara itu konsep selubung ketidaktahuan diterjemahkan oleh Rawls bahwa setiap orang dihadapkan pada tertutupnya fakta dan keadaan dengan dirinya sendiri, termasuk pada posisi sosial dan donktrin tertentu, sehingga membutakan konsep atau pengetahuan tentang keadilan yang tengah perkembang. Melalui dua teori tersebut, Rawls berusaha mengantarkan masyarakat untuk memperoleh prinsip kesamaan yang adil yang disebut dengan "justice as faieneness".
Rawls menjelaskan bahwa orang yang berada pada posisi asali akan mengadopsi dua prinsip keadilan utama. John Rawls membagi prinsip keadailan menjadi dua, pertama prinsip kebebasan setara (equal liberty principle), bahwa setiap pribadi memiliki hak yang setara terhadap kebebasan-kebebasan dasar yang sistemnya sama dengan kebebasan untuk semua, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berpolitik, kebebasan beragam dan lain sebagainya. kedua prinsip perbedaan menyangkut sosial ekonomi, yang disusun agar memberikan keuntungan bagi pihak yang tidak beruntung atau biasa disebut dengan prinsip perbedaan (difference principle). Pada prinsip perbedaan dapat dikatakan adil melalui kebijaksanaan terkontrol sepanjang menguntungkan kelompok masyarakat yang lemah.
Dari kasus kanjuruan ini menunjukkan kegagalan dalam menjaga hak atas keselamatan dan keamanan publik yang seharusnya dijaman oleh negara. Selain itu jika dikaitkan dengan prinsip perbedaan seharusnya perhatian diberikan kepada korban dan keluarga korban, yang dalam kasus ini merekalah yang dianggap sebagai pihak yang paling tidak beruntung.
Keduanya, pancasila dan teori keadilan John Rawls menegaskan bahwa pentingnya menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan menegakkan keadilan dalam menghadapi kasus seperti tragedi kanjuruan ini. Hal ini menuntut evaluasi dan perbaikan dalam sistem keamanan dan proses penegakan hukum yang terjadi di Indonesia agar kejadian yang sama tidak akan terulang kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H