Kembang api, Bom, Hujan, Asap, Es, Darah, Api, dan Puing
Apalagi yang kurang dari karya senimu itu, tuan?
Senyuman anda sudah saya rasakan terlalu manis
Seakan anda hendak menambahkan kata “Tangisan dan kematian”
Saya tak yakin esok saya bisa pulang saat pameran ini selesai
Anda membekali saya dengan satu kantong penuh keputus asaan untuk dibagikan pada dunia.
Saya menolaknya,
Anda tahu kami punya segudang penuh Harapan.
Tapi kapan peperangan ini akan berhenti, tuan?
Kolega dan karsa mengalun dalam dalam tenang, tentu mereka tak melihatku datang
Sibuk tertawa kencang dengan anggur dan jamuan malam
Meskipun saya telah menarik kerah, merobek jas, bahkan mencengkram kaki,
“Sepatu yang indah” itu yang saya pikirkan saat melihat kebawah, sambil berdarah,
“Sepatu yang mengkilap hitam, seperti hatinya.”
Kapan anda akan menengok ke sini, tuan?
Tidak, saya sebenarnya tinggi, melambung jauh diatas anda yang sibuk mempertimbangkan “Bagaimana kalau?”
Saya sudah diatas, saat itu dan saat ini.
Silahkan kembali nikmati roti panggang dan kopi hangat anda itu, sambil kembali mempertimbangkan “Bagaimana kalau?”
Seribu kalipun jika dipikirkan, tidak mengantikan setiap detik penderitaannya.
Terima kasih, saya sudah pergi jauh-jauh hari
Peperangan sudah selesai, pameran sudah selesai.
Katakan nanti pada Tuhan nanti bahwa kini andalah yang membawa sekantung keputus asaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H