Pada dasarnya memang keberadaan asas lex spesialist derograt legi genaralis (aturan khusus mengesampingkan aturan umum) diakui dalam sistem hukum pidana kita. Akan tetapi jika kita perhatikan lebih teliti bahwa bunyi pasal 310 UU LLAJ yaitu:
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).
- Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Dalam ketentuan umum pasal 1 angka 8 UU LLAJ menjelaskan bahwa Kendaraan Bermotor adalah setiap Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain Kendaraan yang berjalan di atas rel. sedangkan Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap Kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran (pasal 1 angka 10 UU LLAJ). Jadi menurut analisa penulis bahwa BUS termasuk jenis kendaraan bermotor umum bukan kendaraan bermotor seperti yang dimaksud dalam pasal 1 angka 8 jo pasal 310 UU LLAJ.
ANALISIS DALAM HUKUM PERDATA
setiap kecelakaan tentunya membawa akibat kerugian terhadap pengendara yang lain dan pengemudi mapun perusahaan pemilik PO bus harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pertanggung jawaban tersebut bisa di tuntut dari segi materiil maupun imateriil. dalam hal ini penulis rumuskan baik dalam aturan khusus (UU LLAJ) maupun aturan umum (KUHperdata). Di tinjau dari aspek perdatanya, dimana korban bisa menggugat dengan dasar Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ jo pasal 1366-1367 KUHperdata yg berbunyi:
Pasal 234 ayat 1 menyatakan “Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”
Pasal 1366 KUHPerdata menyatakan : “ setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena kelalaiannya atau kurang hati-hatinya”.
Pasal 1367 yg berbunyi “ Seorang tidak saja bertanggung-jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yg disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh orang-orang yang berada di bawah pengawasannya … dst”.