Strategi implementasi PIT adalah memaksimalkan pemanfaatan energi setempat, tidak dengan mendatangkan listrik dari luar desa. Energi setempat dapat berupa energi surya, angin, biomasa, pasang surut laut, gelombang laut, air (sungai), dsb; semuanya bersifat terbarukan sehingga mendukung target 23% energi terbarukan secara nasional pada tahun 2025. (Sambil menyelam minum air...)
Dengan memanfaatkan energi setempat itu, pembangkit listrik dapat dibangun secara lokal (off-grid), berbasis desa atau pulau, sesuai dengan kondisi geografis sebagian besar wilayah timur Indonesia. Tidak perlu kuatir kekurangan sumber energi terbarukan, karena potensinya lebih dari 300.000 MW, yang sudah dimanfaatkan baru 3%. (Artinya sebagian besar potensi ini telah lama tersia-siakan.)
Pemerintah menugaskan PLN Regional Maluku dan Papua, serta Regional Nusa Tenggara untuk mewujudkan PIT. Tapi swasta juga sangat welcome untuk terlibat. Jika pihak swasta menyediakan energinya, PLN akan membelinya, dan pemerintah akan memberikan subsidi bagi masyarakat agar harganya terjangkau.
***
Untuk mengadakan listrik di 10.300 desa tersebut, pemerintah mengalokasikan dana Rp 40 triliun. Biaya ini tidak bisa dianggap mahal, karena selama 10 tahun terakhir, pemerintah sudah mengeluarkan dana subsidi BBM sebanyak Rp2.600 triliun, yang penerimanya sebagian besar masyarakat yang relatif lebih mampu seperti Anda. Anggaran ini belum tertampung dalam APBN 2016 (mungkin karena persiapannya belum matang), jadi baru akan diajukan dalam APBN Perubahan 2016. Jika DPR setuju, maka Kementerian Keuangan akan menggelontorkan dananya, apakah melalui dana alokasi khusus (DAK) bidang energi, atau dana bagi hasil migas, atau dana desa.
Untuk mempercepat program ini pemerintah daerah dapat ikut terlibat, yaitu melalui badan usaha milik daerah, bahkan badan usaha milik desa. Sebagai model, PLN di Batam dan Tarakan, membentuk perusahaan bersama dengan pemda, dan DPRD menentukan tarifnya serta besaran subsidi yang dibiayai dengan anggaran APBD.
(Sebetulnya kalau pemerintah mau, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dapat melaksanakan program elektrifikasi desa seperti ini sejak dulu. Tetapi mungkin karena banyak satuan kerja yang masing-masing memerlukan anggaran untuk melaksanakan aktivitas stafnya, maka kegiatannya menjadi tidak fokus, dan tersebar di berbagai daerah sehingga hasilnya kurang terlihat. Tetapi hal ini sudah dikoreksi dengan menetapkan kebijakan anggaran berbasis program, bukan berbasis satuan kerja. Bravo Presiden Jokowi.)
Kita harapkan Program Indonesia Terang ini berhasil baik, agar Kompasiana dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, dari Sabang sampai Merauke.
Â
 Merdeka!
Â