Mohon tunggu...
Fajrin Hardinandar
Fajrin Hardinandar Mohon Tunggu... Human Resources - Murid dari alam

Setiap fikiran yang rasional harus dimulai dari tulisan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Uang dan Inflasi

11 April 2018   23:53 Diperbarui: 12 April 2018   08:00 6577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penawaran uang (money supply)

Golongan klasik mendefinisikan uang sebagai alat tukar dalam proses transaksi barang dan jasa, tidak ada fungsi lain dari uang selain sebagai alat tukar. Proses perkembangan uang sebagai alat tukar sudah kita bahas dalam paper sebelumnya beberapa bulan yang lalu. Seiring dengan perkembangan ekonomi dan Global Financial, fungsi uang tidak lagi hanya menjadi alat tukar semata.

Dalam bukunya yang tersohor "The General Theory Employment, Interest and Money", John Maynard Keynes mengatakan bahwa fungsi uang telah berkembang menjadi 3 fungsi, yang pertama sebagai alat tukar, kedua alat berspekulasi, dan yang ketiga alat berjaga-jaga. 

Dalam sejarahnya, semenjak uang kertas tidak lagi diback-up dengan emas, maka uang kertas (fiat money)menjadi legal dalam peredaran berdasarkan peraturan suatu negara atau region yang berlaku. Artinya dalam hal ini uang merupakan alat tukar dalam pasar yang diterima secara umum berdasarkan peraturan atau ketentuan yang berlaku. 

Dalam proses peredaran uang, negara memberikan kewenangan penuh atas institusi yang berwenang, dalam hal ini Bank central menjadi wadah sirkulasi peredaran uang yang independen dan terbebas dari intervensi pemerintah. Di indonesia misalnya intitusi itu bernama Bank Indonesia (BI), hal itu dipertegas melalui Undang-undang No 23 tahun 1999 dan Undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang independensi BI.

Independensi BI bertujuan untuk menciptakan stabilitas dalam menjalankan kebijakan moneter, yakni salah satunya yaitu kebijakan atau kontrol atas jumlah uang yang beredar. Keputusan atas money supply tentunya didasarkan atas desakan-desakan kebutuhan makro ekonomi, terutama dalam mencegah laju inflasi yang berlebihan (hiper inflaltion).

Teori kuntitas uang (The Quantity Theory of Money)

Teori kuntitas uang menghubungkan tingkat inflasi dengan pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Sebelum melangkah lebih lanjut alangkah baiknya kita menjelaskan sedikit tentang inflasi. Inflasi merupakan efek dari dari kenaikan harga-harga secara menyeluruh dalam suatu perekonomian.

Proses itu berawal dari kenaikan output nasional yang memperkuat purchasing power, akibatnya permintaan melonjak hingga akhirnya produsen memutuskan untuk menaikkan harga, kenaikan harga-harga secara agregat ini yang memicu terjadinya inflasi. Siklus dimana output nasioal meningkat dan diikuti dengan kenaikan harga-harga, secara ekonomi dapat juga disebut Demand Driven Economic.

Konsep dasar dari teori kuantitas uang berawal dari Velocity atau biasa di lambangkan dengan "V". Velocity merupakan notasi yang mengambarkan perputaran uang dalam sebuah perekonomian. Valocity adalah nilai dari real GDP (Y) x GDP deflator (P) dibagi Jumlah uang beredar (M) .

Dalam hal ini GDP real merupakan output nasional  dan GDP deflator terkait dengan inflasi itu sendiri. Sehingga  Y x P merupakan nilai semua transaksi dalam suatu perekonomian (T) atau nominal GDP. maka dari itu untuk menghitung persamaan kuantitas, maka didapatkan persamaan M x V = P x Y.

Hubungannya dengan itu nilai semua transaksi (T) dengan money supply (M) erat kaitaannya untuk mengetahui bagaimana laju perputaran uang dalam suatu perekonomian. Namun kita tidak boleh mengesampingkan fakta bahwa tidak selalu uang dalam perekonomian berputar secara konsisten dari waktu ke waktu.

Kenyataannya bahwa sebagaian besar orang menyimpan uangnya untuk berjaga-jaga, misalnya banyak orang tua yang menabung uangnya untuk keperluan perkuliahan anaknya 3 tahun yang akan datang, sehingga mereka mengurangi konsumsi dan memilih untuk menabung.

Perilaku yang sama bisa terjadi pada  investor, dimana ketika suku bunga naik maka mereka akan lebih memilih untuk berspekulasi dan membeli surat berharga (Bons)dengan harapan pengembalian dimasa yang akan datang lebih tinggi. Maka dari itu perlu dalam teori kuntitas mempertimbangkan berapa banyak uang yang dipegang oleh masyarakat dari pendapatannya. Hal itu dapat dinotasikan sebagai "K". sehingga gungsi dari permintaan uang adalah (M/P) = k Y.

Kembali kepada persamaan awal terkait teori kuantitas uang yang memberikan persamaan M x V = P x Y. Dalam hal ini asumsikan bahwa velocity konstan, sehingga persamaannya menjadi M = P x Y, dalam hal ini artinya penawaran uang ditentukan oleh harga (P) dan output nasioanal (Y). mari kita buktikan !

Bagaimana GDP deflator dan real GDP menentukanMoney Supply ?

Seperti yang sudah kita asumsikan sebelumnya bahwa V=0 atau konstan, sehingga faktor yang menentukan peredaran uang adalah harga dan output nasional. Kaitannya dengan itu mari kita bedah satu per satu indikator tersebut. Dalam sebuah perekonomian, kenaikan harga merupakan hal yang mesti terjadi sebagai akibat dari surplus permintaan, dengan asumsinya citeris paribus atau faktor-faktor lain dianggap tetap. Namun perlu digaris bawahi bahwa kenaikan harga cenderung berlaku pada Long-run, bukan Short Run.

Permintaan yang tinggi akan suatu barang menyebabkan perusahaan menaikan harga output produksiya, asumsinya adalah kenaikan harga bersifat agregat.

Oleh karena harga-harga mulai naik maka tentu masyarakat membutuhkan uang yang lebih banyak untuk menemukan titik ekuilibrium antara permintaan dan penawaran tersebut, konsekuensinya adalah permintaan akan uang menjadi meningkat, dan hasilnya supply uang untuk menjawab kebutuhan itu harus ditingkatkan pula, notasinya menjadi delta P mempengaruhi delta M. 

Sementara itu dari sisi GDP real, semakin banyak barang dan jasa yang tersedia dalam suatu perekonomian semakin permintaan akan meningkat, sebagai mana yang dijelaskan oleh Baptish, seorang ekonom klasik, ia meyakini bahwa "Supply creates its own demand".

Pada kondisi dimana output banyak didalam suatu perekonomian maka secara otomatis permintaan uang untuk pemenuhan kebutuhan tersebut akan meningkat,  hal ini akan menyebabkan bank setral menambah jumlah uang yang beredar untuk menjawab kebutuhan itu, sehingga delta Y mempengaruhi delta M. Maka jelas bahwa persamaan M = P x Y secara teoritis terbukti. 

Namun yang perlu diketahui bahwa peningkatan output dalam sebuah perekonomian tidak serta merta semudah menggambarkannya dalam teori. Rel GDP  ditentukan oleh Capital (K) dan Labor (L) serta tekhnologi  yang digunakan, begitupun dengan harga yang ditentukan oleh sejauh mana permintaan akan suatu barang memainkan peran untuk menggeser kurva penawaran. 

Determinan Inflasi

Kita telah mengetahui bahwa kenaikan harga secara menyeluruh dalam perekonomian mengindikasikan terjadinya inflasi, sehingga dapat kita notasikan bahwa inflasi sama dengan delta harga (P).  Maka jika dipindah ruaskan dari teori kuantitas yang telah kita susun di atas, persamaannya menjadi, inflasi = delta M - delta Y, masih dengan asumsi yang sama bahwa Velocity (V) konstan.

Dari persamaan tersebut dapat kita mengambil benang merah bahwa inflasi merupakan akibat dari jumlah uang yang beredar (M) lebih besar dari output nasional yang direalisasikan (Y). Sehingga dalam kasus yang sederhana ini solusi dari inflasi adalah mengurangi jumlah uang yang beredar atau meningkatkan output nasional. Segala pilihan yang diambil merupakan Trade off dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.  

Dalam beberapa kasus di negara-negara berkembang dan sebagian negara maju, laju peredaran uang yang tinggi selalu diikuti dengan inflasi yang tinggi pula. Pada gambar dibawah ini dapat kita lihat bagaimana sirkulasi uang yang beredar trend nya cenderung diikuti oleh laju inflasi.

dok. pribadi
dok. pribadi
Dampak dari inflasi yang tinggi

Inflasi yang tinggi selalu menjadi momok yang menakutkan bagi suatu negara, karena hanya dengan permainan inflasi sebuah negara menjadi tidak berdaya dengan lonjakan harga yang melambung tinggi ditambah dengan nilai mata uang yang tergerus oleh tajamnya inflasi. Inflasi sangat merugikan bagi para pegawai yang bekerja dengan upah tetap atau buruh dengan kontrak Sticky Wage.

Sebab saat inflasi melebihi target upah maka inflasi akan menjadi beban bagi masyarakat yang ber-upah tetap karena upahnya tetap, sementara harga-harga naik. Contoh sederhananya, ketika seorang buruh dengan gaji perhari Rp. 10.000 tetap, dan saat yang bersamaan inflasi terjadi yang mengakibatkan harga beras dari 1 kg seharga Rp 5.000 naik menjadi Rp 10.000 sementara upah buruh tidak berubah.

Artinya si buruh haruh mengelurkan semua upahnya untuk membeli 1 kg beras dengan harga dua kali lipat, padahal sebelumnya dia bisa membeli 1 kg beras dengan setengah dari upahnya. 

Itu adalah contoh kecil dampak buruk dari inflasi. Inflasi juga mempengaruhi tingkat konsumsi, investasi dan pengeluaran pemerintah. Dalam masa inflasi yang tinggi, bank central (BI) akan berusaha membuat inflasi turun ke angka yang lebih stabil. Salah satu upaya moneter yang dilakukan adalah menaikkan tingkat suku bunga.

Kenaikan tingat suku bunga akan berdampak pada lemahnya permintaan uang, sebab orang akan lebih memilih untuk menabung atau menyimpan uangnya di bank, ketimbang meminjam  uang dengan bunga yang tinggi. Begitupun dengan para investor, mereka akan berpikir dua kali untuk berinvestasi dengan tingkat suku bunga yang tinggi, justru yang terjadi investor akan bermain pada pasar obligasi, sebab saat suku bunga naik harga surat berharga turun. 

Konsekuensi dari kenaikan suku bunga ini akan berdampak pada melemahnya konsumsi karena lemahnya permintaan uang dan investasi tidak berkembang, efek selanjtunya adalah inflasi  akan turun akibat pengendalian tersebut. Sama hal-nya dengan konsumsi dan investasi, pengeluaran pemerintah pada masa inflasi tinggi pun harus ditekan untuk menekan laju inflasi.

Sebaliknya pada masa resesi, dimana inflasi masih berada pada angka yang stabil, investasi, konsumsi dan pengeuaran pemerintah harus ditingkatkan, kebijakan moneter dan fiskal memainkan peran penting dalam mengendalikan laju inflasi. 

Selain dampak buruk, inflasi juga berdampak negatif. Misalnya saja pada masa inflasi yang tinggi pengangguran akan berkurang sebagai akibat dari jatuhnya harga upah, jatuhnya tagret upah membuat perusahaan berhayal untuk memperkerjaan buruh lebih banyak sehingga jumlah pengangguran berkurang, dan output nasional menjadi meningkat.

Ini merupakan Trade off yang berat bagi pemerintah dimana mereka harus mengurangi penganggruan dengan inflasi yang stabil, hal ini akan kita jelaskan dalam paper selanjutnya yaitu terkait Trade off between inflation and unemployment .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun