Setiap hari ia membawa hasil kebun, dari kebun sendiri dan dari petani lokal. Jam 7, orang-orang kebun sudah tiba di pasar. Ia akan mengambil barang mereka, kadang dibayar langsung, kadang dibayar keesokan harinya.
Mulai pukul 10 malam, mobil-mobil pedagang dari luar kota akan tiba. Mereka membeli dalam jumlah besar untuk dijual kembali di daerah masing-masing. Rata-rata membawa pick up.Â
Mereka tidak datang dengan tangan kosong, di mobil sudah terisi hasil alam juga. Ada gula aren dari pohon nirah, madu asli, hasil kebun seperti cabai, nanas, ubi, bahkan jeruk. Sudah ada boss besar yang akan menampung.
Pedagang di pasar tradisional sumringah melihat kedatangan mereka. Ratusan ribu sampai jutaan rupiah mereka dapatkan dari transaksi dengan satu pedagang luar kota. Sementara, parkiran terisi penuh membludak, hampir-hampir tak cukup menampung mobil yang terus berdatangan.
Pasar mulai lenggang pada pukul 01.30 pagi, para pedagang luar daerah sudah pulang. Hanya tersisa satu atau 2 mobil yang bertahan hingga pukul 2 pagi, itu sudah kesiangan bagi mereka.
Para sopir harus bergegas untuk kembali ke daerah dan mengisi lapak/kios mereka pada subuh atau pagi hari.
Geliat ekonomi pasar kembali berdenyut sekitar pukul 02.30, kali ini para penjual pasar pagi mulai berdatangan. Dengan cepat mengisi lapak dan kios mereka, beradu cepat dengan pembeli yang juga mulai turun ke pasar.
Pelanggan pun berganti menjadi para penjual sayur keliling dan pedagang di pasar tradisional lain, mereka mengambil barang untuk kembali didagangkan.Â
Mereka memang tidak membeli sebanyak pedagang dari luar kota, tetapi jumlah mereka banyak. Kuantitas menang disini. Ini juga jam-jam sibuk bagi buruh angkut.Â
Para pedagang dan penjual sayur keliling sudah memiliki langganan pemasok barang. Tugas buruh adalah mengangkut semua belanjaan dari toko atau pedagang pasar ke kendaraan. Mulai dari dari ikan, ayam, sayur, tahu, tempe, dan berbagai kebutuhan pokok lainnya.