Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Saya merapat ke minimarket 24 jam, yang letaknya berseberangan dengan pasar tradisional terbesar di Pontianak.
Malam masih awal untuk sebagian orang, sementara yang lain sudah bersiap untuk tidur. Jalanan masih ramai dipadati kendaraan yang melintas. Anak-anak muda yang tertawa di sebelah saya cukup menarik perhatian pengunjung minimarket.
Minimarket 24 jam ini memang menyediakan bangku dan meja di teras kiosnya. Anak-anak muda bermodalkan sebotol teh atau segelas kopi sudah bisa duduk manis disana. Perhatian saya kembali teralih pada kendaraan padat muatan yang kembali berhenti di parkiran pasar.
Truk dan pick up silih berganti berdatangan kemudian menurunkan muatannya, keranjang-keranjang sayur, box-box ikan, batangan besar tempe, karungan ubi, ada juga ember-ember besar berisi tahu.
Satu-persatu becak dan arco akan datang, alat transportasi yang digunakan para buruh angkut pasar, untuk mengangkut barang-barang tersebut ke lapak pedagang di dalam pasar.
Di sebelah minimarket, pedagang menggelar dagangan di atas terpal dan karung. Kebanyakan hasil kebun seperti buah pisang, ubi, ketela, jeruk sambal, semangka, dll.
Saya hampiri seorang penjual jeruk sambal, yang duduk dekat minimarket, membeli satu kantong kecil seharga Rp5.000, sembari bertanya, “turun jam berapa, pak?”
“Habis maghrib, dek.”
“Emangnya ada orang yang ke pasar jam segitu?”
Dan sang bapak bercerita panjang lebar tanpa perlu saya tanya lebih jauh. Ternyata rumahnya berjarak kurang-lebih 40 menit perjalanan dari pasar.