Mohon tunggu...
Hugo Messer
Hugo Messer Mohon Tunggu... Wiraswasta - Agile Entrepreneur and Innovator

Hugo Messer has been building and managing teams around the world for over 10 years. His passion is to enable people that are spread across cultures, geography and time zones to cooperate. Whether it’s offshoring or nearshoring, he knows what it takes to make a global collaboration work. Scrum is a central part of Hugo's story, he's a certified scrum professional (CSP) and certified scrum master (CSM). His software company Bridge Global has recently gone through an agile transformation. Hugo is currently building Ekipa Indonesia. Ekipa is an agile agency, offering training and coaching. Hugo's living in Bali. He's helping Indonesian organizations adopt an agile mindset and implement practices through community events, training and coaching. - He has written 6 books about managing remote teams: http://bridge-global.com/ebooks +62(0)87786693690 hugo@ekipa.co Skype: hugomesser One of Hugo's drives in building his companies is having an impact on poverty reduction. Bridge and Ekipa contribute to this by creating sustainable jobs in upcoming economies. We also support various charities in the countries where we have our offices.

Selanjutnya

Tutup

Money

Bagaimana Cara Memulai Sebuah Program Inovasi?

10 Mei 2021   15:20 Diperbarui: 10 Mei 2021   15:22 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
3 Pillars of Transformation source: Ekipa

Tak terasa tahun 2021 ini Ekipa, perusahaan yang saya bangun,memasuki usianya yang kelima. Saya pun telah sering diundang menjadi pembicara terkait inovasi di beberapa perusahaan besar di Indonesia. Latar belakang saya membangun Ekipa adalah saya ingin membantu banyak orang dengan program agile innovation. 

Fokus utama kami di Ekipa adalah agile. Sedangkan layanan utama kami di Ekipa adalah membantu perusahaan untuk memulai berinovasi. Kami telah memfasilitasi dan melatih ribuan orang di Jakarta untuk lebih mendalami tentang agile dan mengimplementasikannya secara benar. 

Lantas, mungkin Anda bertanya, apa sebenarnya kaitan antara agile dan inovasi? Sebelum saya jelaskan, mari lihat gambar berikut ini:

3 Pillars of Transformation source: Ekipa
3 Pillars of Transformation source: Ekipa
Apa yang Anda ketahui tentang tujuan adanya agile?
Bagi kami di Ekipa, agile memiliki tujuan untuk mengubah cara orang bekerja. Cara mengubahnya adalah dengan mengubah hampir sebagian besar proses bisnis dari pendekatan waterfall menjadi pendekatan iteratif dengan cara bekerja lintas fungsi. Biasanya pendekatan ini terjadi di departemen IT. Perubahan pendekatan dengan cara kerja agile tersebut menjadi pilar pertama dari transformasi.

Pilar yang kedua adalah peta jalan (roadmap) digital. Roadmap ini biasanya diciptakan dari atas ke bawah. Apa maksudnya? Jadi biasanya perusahaan akan merekrut seorang konsultan dari perusahaan konsultasi besar untuk membantu mendefinisikan produk digital apa yang dibutuhkan pada tahun-tahun mendatang. Eksekusi nyata yang bisa dilakukan terkait roadmap ini adalah dengan membentuk tim yang agile dalam perusahaan.

Pilar ketiga dari transformasi adalah inovasi. Inovasi dapat datang dari berbagai sumber seperti perbaikan proses atau layanan, kolaborasi dengan startup luar, meluncurkan program startup di internal perusahaan, dan lainnya.

Sekali kita sudah memiliki tim yang agile dan kita telah mengelola tim tersebut dengan pengelolaan cara kerja yang agile maka kita sudah punya dasar yang kuat untuk memulai inovasi.

Satu hal besar yang saya pelajari beberapa tahun belakangan ini adalah bahwa lebih sulit memulai program inovasi dibanding memulai transformasi yang agile atau transformasi digital.

Transformasi agile biasanya dimulai dari bagian departemen IT. Orang-orang yang ada di departemen IT melihat akan kebutuhan bekerja dengan beriterasi dan memproduksi value setiap 2-3 minggu sekali. Penggeraknya bisa Kepala departemen IT-nya atau CIO.

Berbicara tentang transformasi digital maka bisa dikatakan tidak ada seorang pun di perusahaan yang akan berselisih paham tentang kebutuhan perusahaan untuk bertransformasi digital. Relatif mudah untuk mendapatkan dukungan agar perusahaan mau bertransformasi digital. Biasanya CIO atau pihak C-level lainnya yang akan memimpin jalannya transformasi digital. Sedangkan departemen IT yang akan membantu untuk membangun produk digital yang perusahaan inginkan.

Nah, beda halnya dengan inovasi. Inovasi menjadi hal yang tidak berwujud sehingga menimbulkan pertanyaan, "Apa itu inovasi?"

Inovasi memiliki arti mengembangkan proses yang sedang kita kerjakan saat ini. Arti lainnya bisa jadi adalah mengembangkan produk atau layanan kita, berinvestasi pada startup atau memulai program startup perusahaan. Intinya inovasi bisa berarti pengembangan yang dilakukan bertahap atau terobosan inovasi.

Berbagai program transformasi memerlukan sosok seorang penggerak. Tapi siapakah yang akan menjadi penggerak dari inovasi dalam perusahaan dan bagaimana menemukannya? Apakah penggerak itu adalah seorang CEO? Kantor transformasi? atau CIO?

Setelah pertanyaan tentang siapa yang akan menjadi penggeraknya maka hal yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan tim. Karena memulai program inovasi tentu memerlukan usaha yang tidaklah ringan, sehingga diperlukan adanya tim. Pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah siapakah yang seharusnya ada di dalam tim?

Sekali kita sudah memiliki tim, mereka akan belajar terkait program apa yang akan dijalankan, area mana saja yang termasuk dalam program, dan bagaimana kita menyiapkan segala sesuatu untuk menjalankan program inovasi perusahaan?

Dalam gambar berikut ini Anda akan tahu apa saja yang dibutuhkan untuk memulai inovasi dalam perusahaan.

Enterprise transformation, source: ekipa
Enterprise transformation, source: ekipa
Apa yang menjadi pengamatan saya selama ini adalah sekalipun Anda mendapatkan orang yang mampu memimpin program inovasi, akan ada saja orang dalam organisasi yang melawan arus inovasi tersebut. Orang-orang yang telah melakukan inovasi di departemennya akan melihat hal itu sebagai ancaman.

Ketika seseorang melakukan inovasi dalam departemennya, mereka akan mendapatkan respon yang berbeda-beda, misalkan atasannya akan melihat inovasi tersebut sebagai masalah, karena mereka ingin orang-orang melakukan apa yang sudah menjadi deskripsi pekerjaannya sedari awal. Departemen legal atau hukum mulai mengeluh karena harus mengubah kontrak dan departemen HR tidak ingin menambah lebih banyak program pelatihan ke dalam kurikulum mereka, kecuali atasannya yang meyakinkannya.

Apa kesimpulan yang bisa Anda dapatkan dari tulisan ini?

Untuk memulai inovasi maka Anda membutuhkan yang namanya entrepreneur. Apa yang sebenarnya entrepreneur lakukan? Para entrepreneur memiliki visi dan ia bekerja siang malam untuk membuat visi tersebut menjadi kenyataan. Ia tak peduli bagaimana dunia telah mengujinya, ia tetap bertekad bulat untuk mencapai visinya.

Setiap halangan yang menghadang bukannya melemahkannya, tapi justru membuat tekadnya semakin besar dan kuat. Setiap kegagalan yang menjatuhkannya, ia nilai sebagai salah satu stimulus untuk merangsang akal sehatnya.

Nah, tantangan terbesar dari inovasi adalah menemukan orang yang memiliki mental seorang entrepreneur. Dalam sebuah perusahaan perlu adanya orang-orang yang bermental layaknya pengusaha yang memahami politik dan bisa menemukan orang dan sumber daya yang dibutuhkan perusahaan.

Sekali Anda sudah menemukan orang yang bermental entrepreneur ini, ia butuh kekuasaan untuk memulai program inovasi. Ia membutuhkan sumber daya untuk mewujudkan inovasi dan membentuk tim untuk menjalankan program inovasi. Untuk mewujudkan inovasi tersebut, tim bisa melihat contoh-contoh inovasi yang sudah sukses sebagai bahan referensi.

Salah satu studi kasus inovasi terbaik di Indonesia yang pernah saya temukan beberapa tahun terakhir adalah inovasi dari PT. Telkom Indonesia. Pada tahun 2016, Telkom mulai menggebrak semua jenis inovasi secara bersamaan. Mereka memulainya dengan Indigo yang bertujuan untuk menginkubasi startup eksternal. 

Telkom juga membuat digital innovation lounge yang merupakan tempat bagi para startup untuk berkolaborasi dan mewujudkan impiannya melalui program-program yang disediakan oleh Telkom.

Mereka juga memulai divisi digital untuk menjalankan proyek transformasi digital yang lebih besar. Selain itu, mereka memulai program bernama Amoeba, program startup perusahaan  yang telah membuat lebih dari 100 startup.

Selamat memulai perjalanan berinovasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun